Pemda Diminta Kembali Aktifkan Fasilitas Isolasi Terpusat
Isolasi terpusat membantu menekan penyebaran kasus Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah untuk kembali mengaktifkan fasilitas isolasi terpusat yang telah disediakan pada saat gelombang kedua Covid-19 beberapa waktu lalu. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan isolasi terpusat ini dibutuhkan untuk antisipasi lonjakan kasus Covid-19.
"Pemerintah daerah untuk kembali mengaktifkan fasilitas isolasi terpusat yang telah disediakan saat gelombang kasus Covid lalu terjadi, sebagai bentuk upaya antisipasi jika permintaan semakin banyak," ujar Wiku dalam keterangan persnya, Jumat (4/2/2022).
Wiku juga berharap isolasi yang bermitra dengan pemerintah di tingkat kabupaten/kota sampai ke aparat tingkat desa RW dan RT. Terutama bagi provinsi penyumbang terbesar kasus nasional.
"Mohon agar segera mempersiapkan fasilitas isolasi terpusat agar kapasitas kesehatan jangan sampai penuh dan menimbulkan korban jiwa," ujarnya.
Sebelumnya, Wiku menjelaskan ketentuan isolasi bagi masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid-19 di tengah lonjakan varian Omicron. Wiku mengatakan, ketentuan isolasi apakah cukup isolasi secara mandiri atau perlu dirujuk berbeda-beda tergantung keparahan gejala pada masing-masing individu
"Oleh sebab itu, masyarakat dimohon waspada untuk mengamati kondisi kesehatannya masing masing," ujar Wiku.
Pertama kata Wiku, kondisi orang yang terkonfirmasi Covid-19 tanpa gejala yang ditandai tidak ditemukan gejala klinis sama sekali pada invididu tersebut. Kedua, orang positif Covid-19 dengan gejala ringan, yakni mengalami gejala tetapi tanpa adanya sesak napas atau penurunan saturasi oksigen.
Wiku mengatakan, biasanya pasien gejala ringan dapat mengalami salah satu atau lebih dari gejala-gejala seperti demam, batuk, kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, diare, mual, muntah, tidak mampu mencium bau, serta lidah tidak mampu merasakan makanan.
"Untuk orang-orang yang terkonfirmasi positif tanpa gejala dan orang dengan gejala ringan, wajib melakukan isolasi. isolasi ini dapat dilakukan di kediaman masing-masing atau disebut isolasi mandiri," ujarnya.
Namun, kata Wiku, terdapat ketentuan orang dapat melakukan isolasi mandiri yakni jika semua syarat terpenuhi yaitu usia kurang dari 45 tahun, tidak memiliki komorbid atau penyakit penyerta, tempat isomannya memiliki kamar terpisah dan ada kamar mandi di tempat isoman. Selain itu, orang itu dapat mengakses telemedicine atau layanan kesehatan lai yang diatur dalam surat edaran Kementerian Kesehatan.
Wiku melanjutkan, orang yang melakukan isolasi mandiri juga harus berkomitmen untuk tetap diisolasi sebelum diizinkan keluar dan menggunakan alat pengukur saturasi oksigen. Ia mengatakan, jika orang yang positif tanpa gejala dan orang dengan gejala ringan, tidak memenuhi salah satu saja dari syarat tersebut, maka perlu melakukan isolasi di tempat isolasi terpusat yang tersedia di wilayah tempat tinggal.
Menurutnya, khusus untuk orang-orang yang positif dan berusia lebih dari 45 tahun maka perlu dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan. "Selanjutnya dokter penanggung jawab pelayananlah atau DPJP yang akan menentukan apakah orang tersebut perlu dirawat di rumah sakit atau dapat melakukan isolasi di tempat isolasi terpusat," katanya.
Sedangkan kondisi ketiga yakni pasien dengan gejala sedang, yang ditandai mengalami gejala disertai sesak napas dan napas cepat, namun saturasi oksigen masih berada di atas 93 persen. Lalu keempat gejala berat, yakni orang yang terkonfirmasi positif mengalami sesak napas, napas cepat dan ditambah mengalami minimal salah satu dari gejala yakni, frekuensi napas lebih dari 30 kali per menit, kemudian gangguan pernafasan berat, dan saturasi oksigen kurang dari 93 persen.
"Untuk orang dengan gejala sedang dan berat, maka perlu dirujuk oleh petugas Puskesmas setempat ke rumah sakit rujukan, dokter penanggung jawab akan menentukan apakah perlu dirawat di ruang isolasi atau ruang ICU," kata Wiku.
Namun, apabila ternyata pasien yang dirujuk termasuk ke dalam kategori gejala ringan, pihak rumah sakit berhak merujuk balik pasien ke Puskesmas dengan memastikan pasien tersebut mendapatkan perawatan covid yang baik di tempat isolasi terpusat maupun isolasi Mandiri.
Sementara, jika pasien telah selesai perawatan di rumah sakit maka rumah sakit akan melakukan rujuk balik pasien ke Puskesmas setempat. Namun, pascaperawatan pasien berhak menerima pemantauan dari petugas Puskesmas selama tujuh hari berturut-turut. "Selama pemantauan, penting untuk melaporkan secara berkala hasil pengukuran tekanan darah, suhu, laju nadi, laju pernapasan serta saturasi oksigen," katanya.