Polisi Sebut Tersangka Pengeroyokan Lansia tak Terkait Ancaman Pembunuhan

Enam tersangka tidak ada kaitannya dengan latar belakang korban.

Prayogi/Republika.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan (kiri)
Rep: Ali Mansur Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan mengatakan, ancaman pembunuhan tidak ada kaitannya dengan enam tersangka pengeroyokan terhadap Wiyanto Halim (89). Korban meninggal dikeroyok massa di Jakarta Timur, usai dteriaki maling, pada Desember 2021 lalu.

Baca Juga


"Kepada enam tersangka tidak ada kaitannya dengan latar belakang korban. Sudah dibuka semua komunikasinya, handphone-nya kita lihat percakapan mundur ke belakang sekian bulan itu tidak ada mereka pernah berbicara atau merencanakan. Bahkan mereka juga tidak mengenali," ujar Zulpan saat dikonfirmasi, Ahad (6/2).

Maka dengan demikian, Zulpan menegaskan bahwa keenam tersangka tidak memiliki kaitan dengan korban. Itu berdasarkan fakta yang ada di lapangan serta fakta hukum. Bahkan, disebutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan keenam tersangka tidak pernah merencanakan pengeroyokan tersebut.

"Kemudian kan kita sudah lihat pembicaraan mereka semua, tidak ada di handphone mereka itu, mereka merencanakan sebulan yang lalu nanti beramai-ramai (melakukan pengeroyokan) itu tidak ada," jelas Zulpan.

Sebelumnya, Bryana Halim, anak dari mendiang korban pengeroyokan massa telah diperiksa polisi sebagai saksi. Korban tewas dikeroyok karena dituding maling di kawasan Cakung, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu. "Tadi empat jam pemeriksaan. Pertanyaan ada 27 ya," kata Bryana saat dikonfirmasi, Sabtu (5/2).

Dalam pemeriksaan itu Bryana membeberkan soal keterangan adanya dugaan pengancaman yang diterima kakek Halim sebelum peristiwa naas itu pada (23/1) lalu. Ia juga dimintai keterangan terkait kronologis terjadinya tindakan pengeroyokan terhadap ayahnya tersebut.

Kepada penyidik Bryana menjelaskan jika ayahnya sempat mengaku menerima ancaman pembunuhan. Bahkan korban sempat meminta kepadanya untuk tidak berkunjung dulu ke rumah korban. Ancaman itu terjadi sejak bulan Desember atau sebelum korban tewas dikeroyok massa di kawasan Cakung, Jakarta Timur. "Ancaman dibunuh sebelum kejadian. Saya dalam waktu sebulan lebih enggak boleh ke rumah," ungkap Bryana. 

Bryana mengatakan, beberapa hari sebelum insiden pengeroyokan ayahnya sempat menelpon dan bercerita soal adanya orang yang membuntutinya. Hingga pada akhirnya korban membawa kendaraannya sendiri tanpa didampingi siapapun dan peristiwa maut pun terjadi. "Itu beberapa hari sebelum kejadian. Jadinya papa sudah tahu itu papa dibuntutin terus beberapa hari sebelum kejadian," kata Bryana.

Bryana berharap, keterangannya tersebut dapat ditindakalnjuti oleh penyidik. Karena itu, ia meminta polisi juga mengusut dugaan pengancaman yang diterima korban sebelum pengeroyokan maut itu terjadi. Jadi polisi mestinya mengaitkan semua peristiwa yang terjadi terhadap mendiang ayahnya.

"Jadi posisi papa saya siangnya ada di sini dan beberapa hari sebelumnya dapat ancaman saya maunya itu dikaitkan semua. Jadi bukan pada saat meninggalnya doang," tutur Bryana. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler