Petani Tebu Tolak Pencabutan Subsidi Pupuk ZA

Tanaman tebu perlu pemupukan dengan unsur nitrogen dan belerang dari pupuk ZA.

Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO
Petani memanen tebu untuk diolah menjadi gula di kebunnya, di Nagari Lawang, Kab. Agam, Sumatra Barat, Sabtu (18/7/2020). Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyatakan keberatan atas rekomendasi Panitia Kerja Komisi IV DPR RI kepada pemerintah terkait pencabutan subsidi pupuk ZA.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menyatakan keberatan atas rekomendasi Panitia Kerja Komisi IV DPR RI kepada pemerintah terkait pengurangan jenis pupuk bersubsidi dari enam jenis menjadi hanya dua jenis pupuk yakni Urea dan NPK.

Dengan rekomendasi tersebut, pupuk jenis Zwavelzure Amonium (ZA) yang sangat dibutuhkan petani tebu, terancam tidak mendapat subsidi lagi. "Kami dari APTRI secara tegas menolak pengurangan jenis pupuk yang disubsidi," kata Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen, dalam keterangan resminya, Rabu (9/2/2022).

Soemitro mengatakan, saat ini tanaman tebu yang banyak dibudidayakan petani kecil harus tetap mendapatkan dukungan dari pemerintah seperti halnya tanaman pangan lain. Sesuai rekomendasi dari Balitbangtan Kementerian Pertanian, pembudidayaan tanaman tebu memerlukan pemupukan dengan unsur nitrogen dan belerang dari pupuk jenis ZA, bukan dari pupuk Urea.

"Jadi jenis pupuk yang dibutuhkan untuk tanaman tebu lebih banyak dari jenis ZA. Oleh karenanya, pupuk ZA harus juga mendapatkan subsidi karena sangat dibutuhkan petani tebu," ujar Soemitro.

Soemitro menambahkan, APTRI sudah dua kali berkirim surat kepada Kementerian Pertanian yakni pada 16 September 2021 dan 6 Agustus 2021 yang intinya meminta dukungan Kementan untuk tetap memberi perhatian kepada petani tebu.

Dalam surat tersebut, Soemitro juga meminta agar Kementan tetap mempertahankan subsidi untuk pupuk jenis ZA karena sangat dibutuhkan petani tebu demi tercapainya swasembada gula nasional.

Baca Juga


 

Senada, Sekjen APTRI, M Nur Khabsyin menyatakan, pupuk jenis ZA sangat dibutuhkan tanaman tebu untuk pertumbuhan dan meningkatkan kadar gula atau rendemen dalam batang tebu.

Sesuai rekomendasi Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Balitbang Pertanian Kementan, dosis untuk pemupukan tanaman tebu baru (plant cane) per hektar sebanyak 3 kuintal phonska, 5 kuintal ZA dan 1,5 kuintal KCL.

Sedangkan untuk tanaman tebu keprasan (ratoon), dosis pemupukan yang dianjurkan adalah 5 kuintal Phonska, 6 kuintal ZA dan 1,5 kuintal KCL.

Jika pencabutan subsidi pupuk ZA diberlakukan, kata Khabsyin, petani akan mengalami kenaikan biaya produksi hingga 15 persen. "Apalagi sudah enam tahun ini harga pembelian gula petani tidak naik. Jika subsidi ZA ikut dicabut, tentu petani yang akan dirugikan," ujarnya.

Khabsyin kemudian membeberkan, sudah dua tahun ini pupuk mengalami kelangkaan baik yang subsidi maupun non subsidi. Yang lebih ironis, pupuk non subsidi selama ini tidak memiliki aturan harga eceran tertinggi (HET) sehingga membuat harga tidak terkendali. Ia pun mengingatkan, tanaman yang kekurangan pupuk berakibat turunnya produksi.

Harga pupuk urea non subsidi saat ini mencapai Rp 12.000 per kg. Sementara ZA non subsidi mencapai Rp 6000 per kg. Harga tersebut jauh lebih tinggi dari harga pupuk subsidi jenis urea yang hanya Rp 2.250 per kg dan ZA yang hanya Rp 1.700 per kg.
 
"Dengan harga pupuk non subsidi saat ini, sangat tidak rasional dengan besaran HPP gula yang saat ini hanya sebesar Rp 9.100 per kg dan HET Rp 12.500 per kg. Biaya produksi petani tiap tahun terus meningkat, sementara hasil yang diperoleh tidak sebanding," katanya.

Oleh karena itu, kata Khabsyin menyatakan APTRI secara tegas menolak pencabutan subsidi untuk pupuk ZA. Selain itu, APTRI juga menuntut ada kenaikan HPP gula tani sebesar Rp 12 ribu per kg serta penghapusan HET gula.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler