Ganjar Minta Maaf dan Akui Bertanggung Jawab Atas Insiden Desa Wadas

Sebanyak 64 warga Desa Wadas yang diamankan akan dipulangkan.

Republika/Bowo Pribadi
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo (kanan) didampingi Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi saat menggelar konferensi pers terkait insiden gesekan warga Wadas, di mapolres Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2).
Rep: Bowo Pribadi, Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOREJO--Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo meminta maaf kepada seluruh masyarakat, khususnya warga Desa Wadas, Kabupaten Purworejo. Permintaan maaf itu terkait peristiwa yang terjadi di Desa Wadas pada Selasa (8/2/2022) siang.

Gubernur Jateng meminta polisi membebaskan warga yang diamankan di Polsek Bener. “Karena kejadian kemarin, mungkin ada masyarakat yang merasa betul-betul tidak nyaman,” kata Ganjar, saat jumpa pers di Mapolres Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022).

Baca Juga



Ganjar juga menegaskan dirinya bertanggungjawab atas peristiwa yang terjadi di Wadas. Termasuk dengan sejumlah masyarakat yang diamankan aparat kepolisian.

Sebelumnya, bersamaan dengan akan dilaksanakannya proses pengukuran lahan oleh BPN Jawa Tengah sempat terjadi gesekan antarwarga hingga polisi akhirnya mengamankan puluhan orang warga Wadas dan sejumlah senjata tajam.

Ia juga mengaku cukup intens berkomunikasi dengan Kapolda maupun Wakapolda Jawa Tengah dan pihak-pihak lainnya terkait perkembangan situasi di Desa Wadas. Ganjar meminta warga yang telah diamankan tersebut untuk dibebaskan. “Kami sudah sepakat, masyarakat yang diamankan kemarin dan hari ini akan dilepas untuk dipulangkan ke rumah masing-masing,” jelasnya.

Di lain pihak, Ganjar juga menegaskan sudah menempuh proses panjang terkait pembangunan bendungan Bener ini. Selama proses itu, ruang dialog juga dibuka untuk masyarakat, khususnya mereka yang masih menolak pembangunan.

Gubernur mengeklaim juga mengajak Komnas HAM karena menjadi institusi netral untuk menjembatani persoalan yang terjadi di Desa Wadas. “Kami minta mereka (masyarakat) yang pro maupun yang kontra dihadirkan untuk membahas bersama, Tetapi kemarin saat dialukan dialog pihak yang belum setuju ternyata tidak hadir,” jelasnya.

Padahal, kata Ganjar, forum tersebut sangat ditunggu untuk mengurai permasalahan melalui dialog antarpihak. Sehingga, ruang penyampaian pendapat bisa dimanfaatkan oleh semua pihak guna menuntaskan persoalan yang ada di Desa Wadas.

“Kami sangat menunggu-nunggu, sehingga kami bisa memberi ruang, bisa mendengarkan apa yang masih menjadi hambatan dan kemudian kami jawab. Kami selalu mengajak masyarakat untuk berpartisipasi agar pekerjaan proyek di Wadas ini mulus,” tegasnya.

Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi menyampaikan, dalam insiden yang terjadi di Desa Wadas, polisi mengamankan sebanyak 64 orang warga dan saat ini berada di Polres Purworejo. Rencananya, warga yang diamankan tersebut akan dikembalikan lagi kepada masyarakat.

Kapolda juga mengeklaim, tidak ada upaya penangkapan dan penahanan yang dilakukan terhadap warga Wadas. Polisi hanya mengamankan masyarakat agar tidak terjadi kericuhan. Sebab, saat dilakukan pengukuran lahan, terjadi gesekan antara kelompok warga yang pro dengan kelompok warga yang kontra dengan pembangunan bendungan.

Mereka yang kontra dikejar-kejar masyarakat yang menginginkan tanahnya dilakukan pengukuran. “Makanya kami amankan ke sini (Mapolres Purworejo) dan hari ini akan kita kembalikan ke masyarakat,” tegas kapolda.

Solusi alternatif

Terpisah, Komnas HAM mengecam tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian kepada warga. Terutama pada masyarakat Wadas dan pendamping hukum warga yang menolak desanya dijadikan lokasi penambangan quarry.

"Komnas HAM menyesalkan adanya penangkapan terhadap sejumlah warga yang sampai rilis ini dikeluarkan masih ditahan di Polres Purworejo," kata Komisioner Komnas HAM bidang pendidikan dan penyuluhan, Beka Ulung Hapsara, dalam keterangan pers, Rabu (9/2/2022).

Komnas HAM meminta kepada Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS SO) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menunda pengukuran lahan milik warga Desa Wadas. Komnas HAM juga mendesak Polda Jawa Tengah menarik aparat yang bertugas di Desa Wadas.

"Dan melakukan evaluasi total pendekatan yang dilakukan serta memberi sanksi kepada petugas yang terbukti melakukan kekerasan kepada warga," ujar Beka.

Komnas HAM mendesak Pemprov Jawa Tengah, BBWS Serayu Opak, dan pihak terkait bisa menyiapkan alternatif solusi terkait permasalahan penambangan batu andesit di Desa Wadas. Alternatif itu disampaikan dalam dialog yang akan difasilitasi Komnas HAM.

"Kami meminta kepada semua pihak untuk menahan diri, menghormati hak orang lain dan menciptakan suasana yang kondusif bagi terbangunnya dialog berbasis prinsip hak asasi manusia," tegas Beka.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler