Menurut Mahfud, Situasi Desa Wadas Tenang dan Damai
Warga Desa Wadas yang sempat ditangkap sudah dipulangkan ke rumah masing-masing.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Bambang Noroyono, Wahyu Suryana, Antara
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membantah informasi yang beredar di media sosial bahwa suasana di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, dalam keadaan mencekam. Mahfud menekankan, situasi di wilayah tersebut saat ini dalam kondisi yang tenang dan damai.
Hal itu, jelas Mahfud, diketahui usai ia mengadakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh pejabat-pejabat utama dari Mabes Polri, Mabes TNI, Kemendagri, Kementerian PUPR, Gubernur Jawa Tengah, Kapolda Jawa Tengah, Pangdam Diponegoro, Kabinda Jawa Tengah, dan sejumlah pejabat terkait, Rabu (9/2/2022). Selain itu, dia juga sudah mengadakan pertemuan tertutup dengan pimpinan Komnas HAM untuk mendiskusikan dan mencari informasi yang akurat tentang hal tersebut.
"Semua informasi dan pemberitaan yang menggambarkan seakan-akan terjadi suasana mencekam di desa Wadas pada hari Senin kemarin, itu sama sekali tidak terjadi sebagaimana yang digambarkan. Terutama di media sosial, karena Wadas itu dalam keadaan tenang dan damai, terutama sekarang ini. Yang tidak percaya boleh ke sana, siapa saja, itu terbuka tempat itu," kata Mahfud dalam konferensi pers melalui kanal Youtube Kemenko Polhukam, Rabu (9/2/2022).
"Situasi dan kondisi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, sekarang ini normal dan kondusif," tambahnya.
Selain itu, Mahfud juga menegaskan bahwa seluruh warga yang kemarin sempat diamankan oleh kepolisian di Mapolres Purworejo telah dipulangkan ke rumah masing-masing. Dia pun memastikan tidak ada penyiksaan terhadap masyarakat. "Saat ini semuanya sudah kembali ke rumah masing-masing dan sama sekali tidak ada korban atau penistaan atau penyiksaan," ungkap dia.
Meski demikian, Mahfud mengakui adanya gesekan atau keributan yang sempat terjadi saat polisi sedang melakukan pengamanan pengukuran lahan di daerah itu. Namun, ia menyebut, gesekan itu timbul dari kerumunan warga yang terlibat pro dan kontra atas rencana pembangunan Waduk Bener di wilayah tersebut. "Dan Polri hanya melakukan langkah-langkah pengamanan di dalam gesekan antar warga itu," ujarnya.
Mahfud pun memastikan dalam proses pengamanan itu, tidak ada tembakan senjata yang dilakukan oleh aparat keamanan. "Bahwa di dalam kerumunan seperti itu mungkin saja terpaksa ada tindakan-tindakan yang agak tegas, itu mungkin tidak bisa dihindarkan, tapi tidak ada satupun letusan senjata, tidak ada satupun orang menjadi korban," tegas dia. "Silakan cek ke kantor polisi, cek ke Desa Wadas, cek ke rumah sakit, silakan," imbuhnya.
Dia mengungkapkan, sebagian warga sudah setuju dilakukan penambangan batu andesit di Desa Wadas untuk keperluan pembangunan Bendungan Bener tersebut. Namun, sebagian masyarakat lainnya masih belum setuju.
Mahfud melanjutkan, selama ini, seluruh tahapan kegiatan rencana penambangan itu sudah dikoordinasikan dan melibatkan Komnas HAM. "Yang saya peroleh dari keterangan Komnas HAM memang terjadi saling intimidasi di masyarakat sendiri yang melibatkan dua kelompok warga yang berbeda, ada yang pro ada yang kontra, seperti biasa," jelas Mahfud.
Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi memastikan tidak ada ribuan polisi yang dikerahkan ke lokasi Bendungan Bener di Desa Wadas hari ini. "Tidak ada ribuan polisi, hanya 250 personel yang diterjunkan untuk mendampingi 10 Tim Badan Pertanahan Nasional (BPN)," kata Kapolda dalam siaran pers di Semarang, Rabu.
Menurut dia, polisi mendampingi petugas BPN untuk melakukan pengukuran lahan milik warga Desa Wadas yang setuju tanahnya dibebaskan untuk pembangunan salah satu proyek strategis nasional itu. Kegiatan tersebut, lanjut dia, dihadiri pemilik lahan demi kepastian proses pengukuran.
"Karena area yang diukur lebih kurang 114 hektare, maka ada 10 Tim BPN yang melakukan pengukuran. Setiap tim didampingi 20 personel," katanya.
Ia menambahkan jumlah kekuatan tersebut sesuai dengan perkiraan ancaman yang mungkin terjadi di lapangan. Namun, lanjut dia, saat proses pengukuran berlangsung ternyata ancaman yang diperkirakan tidak terjadi dan pengukuran berlangsung aman.
Ia menyebut kehadiran Polri di Desa Wadas berfungsi sebagai pendamping, fasilitator, dan dinamisator kegiatan pengukuran lahan terhadap warga yang sudah menerima maupun yang belum. Luthfi memastikan tidak ada penyerbuan, penculikan, dan warga yang diduga dilaporkan hilang.
Menurut dia, memang ada seorang warga yang diamankan karena diduga menyebarkan foto-foto berisi narasi kebencian. Saat diamankan, lanjut dia, pihak keluarga yang bersangkutan sudah mengetahui dan polisi memberikan perlakuan baik. Kapolda memastikan fasilitasi yang diberikan Polda Jawa Tengah saat proses pengukuran lahan di Desa Wadas sudah sesuai prosedur standar operasional.
Kejadian di Desa Wadas menjadi viral lewat sejumlah rekaman dan gambar yang tersebar di media sosial. Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Jateng Kombes Iqbal Alqudusy mengatakan, tiga informasi yang dianggap kebohongan tersebut, diunggah lewat akun Instagram Wadas Melawan.
Iqbal, dalam rilis resmi Polda Jateng menjelaskan, informasi hoaks pertama, terkait dengan video amatir pengepungan warga di dalam masjid oleh personil kepolisian. “Video amatir itu memperlihatkan aparat mengepung warga yang berada di dalam masjid. Sumber Instagram Wadas Melawan,” begitu kata Iqbal, Rabu (9/2/2022).
Padahal, dikatakan Iqbal, terkait dengan informasi tersebut, yang terjadi adalah warga yang menolak program pengukuran lahan, berkumpul dan menunggu di depan masjid. “Ada yang bawa sajam (senjata tajam),” kata Iqbal. Saat warga kontra pengukuran tersebut berkumpul, dikatakan Iqbal, ada warga yang melempar batu dari dalam masjid. “Ada yang lempar batu dari tingkat dua,” ujar Iqbal.
Pelemparan tersebut, membuat warga yang mendukung pengukuran, mengejar yang melakukan pelemparan. “Massa pro mengejar mereka. Dan ada yang lari ke dalam masjid pakai celana pendek,” ujar Iqbal. Polisi kata Iqbal, berusaha agar kerusuhan antara warga yang kontra pengukuran di masjid, dengan massa yang pro. “Posisi polisi membelakangi masjid. Polisi justru mengamankan orang yang berada di dalam masjid dari serangan massa pro yang kejar massa kontra,” begitu kata Iqbal.
Hoaks kedua, dikatakan Iqbal terkait dengan video amatir yang tersebar di medsos terkait dengan rekaman penangkapan terhadap warga Wadas. Dari video yang juga diunggah via Instagram Wadas Melawan, disebutkan narasi kepolisian yang dengan bebas masuk ke rumah warga melakukan penangkapan paksa. Namun, Iqbal meluruskan, tim kepolisian sudah melakukan pengintaian terhadap warga-warga yang pro maupun kontra. Penangkapan yang dilakukan, agar dua kelompok masyarakat tersebut tidak saling benturan.
“Tetapi ada provokasi. Saat akan diamankan (ditangkap) mereka lari ke rumah penduduk,” terang Iqbal. Iqbal memastikan, kepolisian masuk ke rumah warga, untuk menangkap sejumlah orang, yang dituding sebagai provokator. “Hoaks kalau polisi asal masuk rumah penduduk. Yang benar adalah polisi mengejar provokator yang masuk ke rumah penduduk,” terang Iqbal.
Hoaks lainnya, kata Iqbal, juga bersumber dari Instagram Wadas Melawan. Kata dia, akun medsos tersebut mengunggah video, maupun foto-foto dengan narasi yang dianggap provokatif. Kata Iqbal, 'disebutkan dalam medsos tersebut, ada seorang warga Wadas, yang konsisten menjaga alam Wadas pagi ini, ditangkap paksa tanpa ada kesalahan apapun saat sedang makan di warung, saat ini warga tersebut di bawa ke Polsek Bener. Kondsisi saat ini, internet di Wadas juga sedang down, sehingga menyulitkan untuk berkabar melalui sosial media.
Namun, kata Iqbal, narasi dalam informasi tersebut tak benar. Karena dikatakan dia, kejadian tersebut berawal dari petugas dari Polsek Bener melihat adanya pasangan suami isteri yang berboncengan. Sambil berboncengan keduanya mengambil foto dan gambar. Si suami, kata Iqbal, diketahui bernama Moh Saudi. “Yang bersangkutan diamankan (ditangkap) karena diduga akan mengambil foto dan gambar yang akan diunggah dengan narasi provokatif,” ujar Iqbal.
Aksi kekerasan terjadi di Desa Wadas, Purworejo, Selasa (8/2). Kekerasan tersebut, terjadi antara petugas polisi dengan warga. Kekerasan tersebut berawal dari penolakan warga atas aksi Badan Pertanahan Negara (BPN) yang melakukan pengukuran bidang lahan untuk pembangunan tambang dan Bendungan Bener. Atas aksi tersebut, sejumlah warga ditangkap kepolisian saat bentrok terjadi dengan polisi.
Salah seorang warga Desa Wadas, Siswanto menceritakan, semua bermula pada Ahad sore ketika warga melihat banyak polisi bersiap di Polsek Bener dan belakang Polres Purworejo. Selain itu, mereka melihat polisi membuat tenda-tenda.
Saat itu, warga masih bingung mereka ingin ke Wadas atau ada keperluan lain. Salah satu warga yang menghubungi Polres Purworejo, mendapatkan jawaban jika mereka cuma ingin kunjungan ke Purworejo, tidak ada informasi mengukur tanah.
Senin pagi, beberapa warga melihat polisi yang patroli di desa-desa tetangga sekitar Desa Wadas. Sebab, pos-pos polisi tidak pernah ada di Desa wadas, mereka rapat di luar Desa Wadas dan rumah-rumah makelar yang ada di dekat Desa Wadas.
Ia menekankan, mereka tidak ada kepentingan di Desa Wadas. Hanya ada beberapa warganya yang mempunyai tanah di Wadas, tapi sangat sedikit, tidak sampai 20-30 orang. Setelah itu, warga Desa Wadas tiba-tiba diminta kumpul di Masjid Krajan.
Lalu warga secara spontan kumpul di Masjid Krajan dan sekitar 10.00 WIB Polisi masuk ke Wadas. Awalnya, yang masuk ke Wadas brimob-brimob membawa senjata dan motor, melepaskan poster-poster penolakan penggusuran di sekitar Desa Wadas.
Setelah itu, Polisi bersenjata lengkap membawa tameng, kemudian orang-orang BPN dan disusul orang-orang yang pro pengukuran. Di pos-pos sendiri, ibu-ibu memang biasa berkumpul untuk mengolah bambu apus menjadi kerajinan besek untuk dijual.
"Alatnya golok untuk belah bambu, pisau untuk menyirat, gergaji untuk memotong bambu, itu diambil semua sama polisi. Polisi menganggap warga membawa senjata tajam," ujar Siswanto.
Padahal, dari pagi ibu-ibu sudah mengerjakan itu, tapi karena diminta kumpul ke Masjid Krajan alat-alat itu ditinggalkan. Sekitar 11.00 WIB, Polisi mendatangi Masjid Krajan dengan kemungkinan jumlah ratusan karena seisi jalan sampai penuh.
Sampai pada waktu Dzuhur, polisi mengaku ingin shalat Dzuhur dan mengajak warga untuk mengambil air wudhu. Setelah ke luar, ternyata warga langsung dimasukkan ke mobil-mobil polisi. Siswanto menegaskan, tidak ada ricuh apalagi provokasi.
Sebab, ia menambahkan, warga Desa Wadas yang dibawa yang sedang duduk-duduk tapi tiba-tiba ditarik dimasukkan ke mobil-mobil polisi. Siswanto menilai, jika ada warga yang berontak sangat lumrah karena tiba-tiba ditangkap.
"Jadi, kalau dibilang warga membawa senjata tajam, warga melakukan provokasi, ya tidak ada, orang sedang mujahadah, tidak ada," kata Siswanto kepada Republika.