Pemimpin Muslim India: Suatu Saat Perempuan Berhijab akan Jadi PM India

Suatu hari nanti seorang perempuan berhijab akan menjadi perdana menteri India.

EPA-EFE/SHAHZAIB AKBER
Mahasiswa dari Universitas Karachi meneriakkan slogan-slogan menentang India setelah seorang gadis Muslim di negara bagian Karnataka ditolak masuk ke perguruan tinggi karena menentang larangan hijab negara bagian, di Karachi, Pakistan, 14 Februari 2022.
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, KARNATAKA -- Muslimah yang mengenakan jilbab dilarang memasuki ruang kelas di perguruan tinggi pra-universitas di negara bagian Karnataka India pada Januari lalu. Sejak itu, ada kontroversi yang membayangi masalah ini.

Baca Juga


Di tengah kontroversi yang besar terhadap Muslimah yang mengenakan jilbab di perguruan tinggi pra-universitas di negara bagian Karnataka, India, pemimpin Muslim terkemuka sekaligus kepala Majlis-E-Ittehadul Muslimeen (AIMIM) Seluruh India, Asaduddin Owaisi menegaskan, suatu hari nanti seorang perempuan berhijab akan menjadi perdana menteri India.

Hal itu dia sampaikan dalam rapat umum pada Ahad (13/2/2022) lalu. "Jika seorang gadis memutuskan untuk mengenakan jilbab dan meminta orang tuanya untuk melakukannya dan ketika orang tuanya mengizinkannya untuk memakainya, siapa yang dapat menghentikannya untuk memakainya? Kami akan melihatnya, insya Allah," kata dia dikutip dari Sputnik News, Rabu (16/2/2022).

"Gadis-gadis akan mengenakan jilbab, akan memakai niqab (cadar) dan pergi ke perguruan tinggi dan menjadi dokter, kolektor, SDM (hakim sub-divisi) dan pengusaha," tambah Owaisi dalam bahasa Hindi ketika anggota parlemen itu mengunggah video dari rapat umum pada akun Twitter-nya.

"Kalian semua, ingatlah. Mungkin ketika saya tidak hidup, seorang gadis berhijab akan menjadi perdana menteri negara ini suatu hari nanti," tambah Owaisi.

 

 

Perselisihan jilbab dimulai di Karnataka pada Januari kemarin, yaitu ketika beberapa mahasiswa Muslim di sebuah perguruan tinggi negeri di distrik Udupi, yang menghadiri kelas-kelas jilbab, diminta untuk meninggalkan kampus.

Para mahasiswa Muslim mulai memprotes tindakan tersebut dan menyebar ke bagian lain negara bagian, dan negara. Setelah demonstrasi, siswa Hindu juga mulai mengenakan selendang safron sebagai tanda protes terhadap teman sekelas mereka yang berhijab.

Dengan protes yang berubah menjadi kekerasan di beberapa tempat awal pekan ini, pemerintah negara bagian pada 8 Februari lalu mengumumkan hari libur penutupan tiga hari untuk institusi tersebut.

 

Namun, sekolah untuk siswa hingga kelas 10 dibuka kembali mulai Senin, 14 Februari, sementara perguruan tinggi akan tetap ditutup hingga 16 Februari. Peraih Nobel Malala Yousafzai dan pesepakbola Prancis Paul Pogba juga berbicara untuk mendukung siswa Muslim yang ditolak masuk ke sekolah pra-universitas karena mengenakan jilbab.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler