Rusia Perluas Pengaruh di Ukraina Lewat Pembuatan Paspor Jalur Cepat
Lebih dari 720 ribu penduduk di Ukraina Timur menerima paspor Rusia via jalur cepat.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mulai memperluas pengaruhnya di Ukraina dengan menawarkan pembuatan paspor jalur cepat. Seorang penduduk Donetsk di Ukraina timur yang dikendalikan separatis, Ivan Malyuta, bulan ini mengajukan permohonan kewarganegaraan Rusia.
Malyuta mengatakan, dia bersama istri dan ketiga anaknya akan segera mendapatkan paspor Rusia. “Saya ingin menjadi warga negara Federasi Rusia. Kami akan mendapatkannya, bukan?" kata Malyuta di kantor layanan migrasi Donetsk.
Malyuta dan keluarganya akan bergabung dengan lebih dari 720 ribu penduduk di Ukraina timur yang telah menerima kewarganegaraan dan paspor Rusia dalam prosedur jalur cepat. Hal ini secara luas dipandang sebagai upaya Rusia untuk memperluas pengaruhnya di wilayah yang dikuasai kelompok separatis tersebut.
Rusia memberikan dukungannya di belakang pemberontakan separatis di Ukraina timur pada 2014. Dukungan diberikan setelah Rusia mencaplok Krimea, sebagai tanggapan atas pemberontakan rakyat di Kyiv untuk menggulingkan presiden yang memiliki kedekatan dengan Kremlin.
Selain jalur cepat menuju kewarganegaraan, Rusia telah menawarkan iming-iming lainnya kepada penduduk Republik Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri dari Ukraina. Diantaranya menawarkan keanggotaan partai penguasa Kremlin dan fasilitas lainnya, seperti vaksin Covid-19 atau preferensi perdagangan untuk produsen lokal.
Ukraina terkejut dengan upaya Rusia yang memfasilitasi pembuatan paspor melalui jalur cepat. Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba mendesak Uni Eropa untuk menjatuhkan sanksi kepada Rusia karena menerbitkan paspor Rusia secara ilegal kepada warga Ukraina.
Pejabat Ukraina mengatakan, memberikan paspor Rusia kepada penduduk daerah di Ukraina timur yang dikuasai pemberontak melanggar kesepakatan damai 2015, yang ditengahi oleh Prancis dan Jerman. Kesepakatan itu secara luas dikenal sebagai perjanjian Minsk.
Perjanjian Minsk berhasil menghentikan permusuhan skala besar, tetapi gagal membawa penyelesaian politik atas konflik tersebut. Sementara Kremlin bersikeras bahwa, kesepakatan Minsk adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan konflik. Kremlin telah berulang kali menuduh Ukraina menyabotase implementasi kesepakatan tersebut.
Kuleba mengatakan, mengeluarkan paspor Rusia kepada penduduk daerah yang dikuasai pemberontak dalam skala massal merupakan bentuk pelanggaran terhadap perjanjian Minsk. Dalam sebuah wawancara dengan AP, Sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional Ukraina, Oleksiy Danilov, menggemakan sentimennya.
“Mereka telah mengeluarkan sejumlah besar paspor Rusia. Mereka melibatkan orang-orang ini dalam struktur politik mereka," ujar Danilov.
Pada Selasa (15/2/2022), anggota parlemen Rusia meminta Presiden Vladimir Putin untuk mengakui kemerdekaan dua republik yang memproklamirkan diri. Putin menanggapi permintaan itu. Tetapi Putin mengisyaratkan untuk tidak cenderung mendukung gagasan parlemen, karena akan melanggar perjanjian Minsk tentang status mereka.
Analis politik setuju bahwa Kremlin tidak mungkin mendukung kemerdekaan Donetsk dan Luhansk dalam waktu dekat. Tetapi Rusia akan terus menuai keuntungan politik dari keterlibatannya di Ukraina timur.
“Ini adalah bentuk menjaga tekanan pada Kyiv, mengacaukannya dan menghalangi gerakan Ukraina menuju nilai-nilai Eropa, menuju NATO,” kata analis politik yang berbasis di Moskow, Dmitry Oreshkin.
Putin menandatangani dekrit yang menyederhanakan prosedur untuk memperoleh kewarganegaraan Rusia bagi penduduk Donetsk dan Luhansk pada April 2019. Tepatnya sehari setelah Volodymyr Zelenskyy secara resmi memenangkan kursi presiden Ukraina. Sejak itu, lebih dari 720 ribu penduduk daerah yang dikuasai pemberontak atau sekitar 18 persen dari populasi telah menerima paspor Rusia.
Seorang pejabat layanan migrasi di Donetsk, Olga Matvienko, mengatakan, jumlah orang yang mengajukan paspor Rusia telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir karena ketegangan di sekitar Ukraina melonjak. Dia mengatakan, prosedur untuk mendapatkan paspor telah disederhanakan.
Dalam kurun waktu antara satu hingga tiga bulan penduduk Donetsk sudah mengantongi paspor Rusia. Penduduk Donetsk yang telah mengajukan paspor Rusia mengatakan, memiliki kewarganegaraan Rusia dapat memberikan perlindungan
“Kerabat (di Rusia) memberi tahu kami bahwa Putin tidak akan meninggalkan kami dan semuanya akan baik-baik saja,” kata pensiunan berusia 62 tahun, Nelya Dzyuba.
Selain itu, memiliki kewarganegaraan Rusia dapat memungkinkan mereka untuk melakukan perjalanan ke Rusia dan menikmati manfaat seperti warga Rusia lainnya, seperti perawatan kesehatan gratis. Namun pemegang paspor harus melalui birokrasi tambahan, meskipun Putin telah meminta kepada pihak berwenang untuk memberikan kemudahan akses.
Penduduk Donetsk dan Luhansk dengan paspor Rusia diizinkan untuk memilih dalam pemilihan parlemen Rusia tahun lalu. Mereka diangkut dengan bus ke wilayah tetangga Rostov di Rusia untuk memberikan suara mereka.
Pada Desember, Partai Rusia Bersatu yang berkuasa di Kremlin menerima pejabat tinggi dari pemerintahan Donetsk dan Luhansk ke dalam jajarannya, bersama dengan sekitar 200 penduduk biasa di daerah yang dikuasai pemberontak. Analis politik mengatakan, pendekatan Rusia kepada penduduk di wilayah yang dikuasai separatis berpotensi memberikan hampir satu juta suara tambahan untuk Putin dan Partai Rusia Bersatu.
Para pejabat Rusia telah berulang kali menuduh Kyiv berencana untuk merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai pemberontak dengan paksa. Rusia telah berjanji untuk menanggapi jika hal itu terjadi.
Seorang ahli militer di lembaga think tank Razumkov Center yang berbasis di Kyiv, Mykola Sunhurovskyi, mengatakan, Rusia dapat membela kepentingan warga Rusia di Donetsk dan Luhansk sebagai dalih untuk memulai perang.
Sunhurovskyi mencatat bahwa Rusia menggunakan dalih serupa pada 2008 selama perang dengan Georgia. Tepatnya setelah membagikan paspor Rusia kepada penduduk di wilayah Ossetia Selatan dan Abkhazia yang memisahkan diri.
Analis politik mengatakan, Kremlin lebih tertarik untuk menjaga status daerah yang dikuasai pemberontak dan menunjukkan bahwa mereka memiliki sejumlah opsi di atas meja. Apakah itu mengakui kemerdekaan mereka atau mengerahkan pasukan untuk melindungi warga Rusia di wilayah tersebut.
“Sejauh ini tidak ada kepentingan politik. Sebaliknya, ada kepentingan politik dalam menakut-nakuti, baik di Ukraina dan tetangga NATO-nya, dengan retorika seperti itu,” kata Oreshkin.