Kerap Usir Tamu, DPR Disarankan Ubah Mekanisme Rapat

Main usir ini hanya ingin menunjukkan siapa yang kuat dan lemah saja.

Antara/M Agung Rajasa
Kerap Usir Tamu, DPR Disarankan Ubah Mekanisme Rapat (ilustrasi).
Rep: Wahyu Suryana Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Insiden pengusiran tamu dalam rapat DPR terulang lagi usai diusirnya Dirut Krakatau Steel, Silmy Karim. Sebelumnya, insiden serupa terjadi dalam rapat dengan Komnas Perempuan dan Sekjen Kemensos, pertengahan Januari lalu.

Baca Juga


Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, Wawan Mas'udi, ikut tanggapi insiden pengusiran tamu DPR tersebut. Ia mengingatkan, pengusiran tamu pernah pula menimpa mantan menteri BUMN, Rini Soemarno, yang dilarang ikut rapat DPR.

Meskipun kewenangan pengusiran tamu tersebut menjadi kewenangan pimpinan rapat, tapi adanya kejadian pengusiran tinggalkan imej yang kurang baik bagi parlemen. Pasalnya, pengusiran itu justru tidak menghasilkan sesuatu yang ingin dicapai.

Artinya, substansi dan yang ingin dicapai dengan dilakukannya dengar pendapat dari forum tersebut tidak tercapai. Padahal, tujuannya meminta keterangan, mendapat gambaran permasalahan yang semestinya, untuk dicarikan solusinya.

"Main usir ini hanya ingin menunjukkan siapa yang kuat dan lemahnya saja," kata Wawan, Jumat (18/2).

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM tersebut menilai, kebiasaan pengusiran terhadap tamu-tamu dalam forum dengar pendapat di parlemen sebaiknya dihilangkan. Sebab, DPR tidak sekadar lembaga yang mewakili rakyat.

Tapi, memiliki tugas melakukan pengawasan dari roda pemerintahan yang dilakukan eksekutif. Selain itu, tamu yang diundang harus menunjukkan sikap menghargai terhadap anggota dewan dan menaati aturan yang berlaku di gedung parlemen.

Jika ada persoalan miskomunikasi, ia menyarankan, diselesaikan duduk bersama. Ia merasa, semua pihak saling menghargai antar institusi dan siapa saja yang diundang untuk memberikan keterangan karena DPR memberi pengawasan demi kebutuhan publik.

Sebaliknya, bagi anggota DPR, jika ada persoalan atau komunikasi tidak lancar tidak buru-buru mengusir, apalagi itu bukanlah keputusan kolektif tapi sering dilakukan oleh ketua rapat. Hal itu juga perlu diperhatikan dan dievaluasi.

Bagi Wawan, insiden pengusiran tamu DPR ini lebih kepada persoalan emosional para pimpinan rapat. Ia menganjurkan, agar kejadian serupa tidak terulang kembali, sebaiknya pimpinan-pimpinan rapat melakukan diskors sementara.

Termasuk, lanjut Wawan, bila terjadi deadlock dalam rapat-rapat yang digelar. Selanjutnya, pimpinan-pimpinan rapat dengan anggota komisi melakukan diskusi untuk menyepakati dan memutuskan apa rapat tetap dilanjutkan atau dihentikan.

"Dengan begitu, antara tamu dengan tuan rumah saling menghargai posisi satu sama lain," ujar Wawan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler