Komisi IV Dorong Pemerintah Tingkatkan Kualitas Kedelai Indonesia

Kedelai dalam negeri ukurannya dianggap kecil dibandingkan impor

Prayogi/Republika.
Pengrajin menunjukkan kedelai impor yang harganya melambung di sentra industri tempe Sunter Jaya, Jakarta, Senin (21/2/2022). Ratusan pengrajin tempe setempat mengikuti aksi mogok produksi serentak selama 3 hari sebagai respon meningkatnya harga kedelai.Prayogi/Republika.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi tak menyangkal minimnya produksi kedelai dalam negeri. Hal itu disebabkan oleh kurangnya minat petani, karena secara ekonomis harga kedelai jauh di bawah padi dan jagung.

Selain itu, banyak produsen tempe yang kurang berminat menggunakan kedelai dalam negeri. Alasannya, kedelai dalam negeri ukurannya dianggap kecil dibandingkan impor yang ukurannya besar.

"Itu yang mendorong pedagang menyukai kedelai impor," ujar Dedi saat dihubungi, Senin (21/2/2022).

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) harus membuat perencanaan untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Agar menghasilkan bibit unggul yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

"Harus segera membuat perencanaan mulai dari penanaman serentak, penyediaan lahan, bibit unggul yang sesuai kebutuhan pasar Indonesia, tenaga pendamping hingga sejumlah alat produksi pasca panen," ujar Dedi.

Upaya pemerintah dinilai penting dalam mengatasi masalah terkait kedelai. Ia mencontohkan satu masalah yang membuat kedelai Indonesia kurang diminati, di mana karung dari petani bukan murni untuk kedelai, tapi bekas.

"Kemudian kedelai tidak dalam keadaan bersih karena bercampur dengan bahan lain. Sehingga pembeli tidak tertarik lagi. Sehingga pemerintah harus intervensi, karena kalau tidak ada intervensi sampai kapanpun kita akan impor," sambungnya.

Masalah kedelai, kata Dedi, adalah isu klasik yang terus timbul setiap tahun yang dibarengi ancaman mogok para pedagang. Sehingga hal ini harus segera dicarikan solusi, mulai dari menyiapkan segala kebutuhan dasar produksi, hingga perencanaan impor atau tanam lokal.

"Itu diperlukan langkah efektif dan nyata dari Kemendag dan Kementan. Sehingga misal ada kesepakatan intervensi tanam tapi harus dijamin ada yang membeli itu kedelainya," ujar Dedi.

"Sering kali petani mengalami kerugian karena menanam kedelai tapi dijual harga yang murah. Kita lihat banyak kedelai masih muda dibabat, dijualin untuk dimakan direbus," sambung mantan Bupati Purwakarta itu.


Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler