Pelapor Korupsi Jadi Tersangka: Dalih Polisi Vs Langkah LPSK dan KPK
Video keterangan Nurhayati yang mengaku dijadikan tersangka viral.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Lilis Sri Handayani, Rizky Suryarandika, Rizkyan Adiyudha
Melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, malah kemudian jadi tersangka. Itulah nasib yang dialami Nurhayati, Kaur Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Ia pun mengaku kecewa setelah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kepala Desa (kuwu) Citemu, berinisial S.
Kisah Nurhayati yang kemudian juga turut ditetapkan sebagai tersangka, menyedot perhatian publik setelah video ungkapan kekecewaan hatinya viral di media sosial. Nurhayati menyatakan, selama dua tahun terakhir ini, dirinya telah membantu polisi melakukan penyelidikan dugaan korupsi yang dilakukan oleh S.
Dia bahkan rela mengorbankan tenaga, waktu, bahkan kebersamaannya bersama keluarga pun tersita demi mengungkap kasus korupsi tersebut. Adapun anggaran yang diduga diselewengkan oleh Kuwu S merupakan APBDes sejak 2018 – 2020 senilai Rp 800 juta.
"Jadi di mana letak perlindungan untuk saya sebagai pelapor dan saksi?" tukas Nurhayati dalam video yang beredar.
Nurhayati pun bersumpah tidak ikut menikmati uang yang diduga dikorupsi oleh Kuwu S.
"Saya juga berani bersumpah uang itu tidak pernah pulang ke rumah saya satu detik pun, tidak pernah,’’ tegas Nurhayati.
Menanggapi video viral kesaksian Nurhayati, Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar, menjelaskan, dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, kepolisian tidak bertindak sendirian. Namun, ada juga kejaksaan untuk melakukan penuntutan dan pengadilan serta lembaga yang lainnya.
"Penetapan status Nurhayati menjadi tersangka sudah memenuhi kaidah hukum yang berlaku, dan atas masukan dari JPU (jaksa penuntut umum) Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon," kata Fahri, Sabtu (19/2/2022) lalu.
Fahri menerangkan, awalnya, berkas tersangka atas nama Kuwu Desa Citemu, S, dinyatakan tidak lengkap atau P19 oleh pihak kejaksaan. Karena itu, berkas tersebut dikembalikan ke penyidik.
"Dengan petunjuk-petunjuk yang diarahkan JPU untuk tahapan selanjutnya, yang dituangkan di berita acara koordinasi dan konsultasi, di mana petunjuknya agar Nurhayati dilakukan pemeriksaan secara mendalam," tukas Fahri.
Fahri menyatakan, penyidik mempunyai kewajiban untuk melengkapi berkas tersebut, sebagaimana petunjuk yang sudah diarahkan oleh JPU. Penyidik pun memiliki kewajiban untuk melengkapi berkas paling lama 14 hari dari tanggal penerimaan berkas.
"Penetapan status tersangka karena peran Nurhayati dianggap membantu dengan ikut serta menyalurkan anggaran desa kepada Supriyadi (kuwu Citemu)," terang Fahri.
Fahri mengklaim, penetapan Nurhayati sebagai tersangka sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Walaupun Nurhayati kooperatif dalam memberikan keterangan kepada penyidik, Fahri melanjutkan, tindakan yang dilakukan Nurhayati masuk dalam rangkaian tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh S.
"Terungkap bahwa Nurhayati ikut berperan menyalurkan anggaran ke Kuwu Desa Citemu yakni Supriyadi," terang Fahri.
Dalam kurun waktu dari 2018 hingga 2021, Nurhayati sebagai bendahara keuangan desa telah mengirimkan dana kepada kuwu Desa Citemu sebanyak 16 kali. Perbuatannya tersebut melanggar hukum karena memperkaya S.
"Tindakan yang dilakukan oleh Nurhayati masuk dalam kategori melanggar hukum. Walaupun hingga kini kami belum dapat membuktikan bahwa Nurhayati menikmati uangnya, namun ada pelanggaran yang dilakukan oleh Nurhayati," kata Fahri.
Fahri menyebutkan, Nurhayati melanggar Pasal 66 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 yang mengatur tata kelola regulasi dan sistematisasi keuangan. Sebagai bendahara keuangan, Nurhayati seharusnya memberikan uang kepada Kepala Seksi Pelaksana Kegiatan Anggaran.
Namun ternyata, uang itu diserahkan kepada S selaku Kuwu Citemu. Sehingga tindakannya tersebut dapat merugikan keuangan negara dan melanggar Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasal 55 KUHP.
"Proses penyidikan kasus korupsi ini kami laksanakan secara profesional dan sesuai prosedur,’’ ujar Fahri menegaskan.
Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution mengaku ikut memantau kasus Nurhayati yang justru ditetapkan menjadi tersangka. Padahal Nuryahati membantu mengungkap korupsi dengan kerugian negara sebesar Rp 800 juta dari 2018 hingga 2020 itu.
"Ini menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi Dana Desa yang dilakukan oknum kuwu di Kabupaten Cirebon," kata Maneger dalam keterangan pers yang diterima Republika, Senin (21/2/2022).
Merujuk pasal 51 KUHP, Maneger menyebut orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak boleh dipidana. Sehingga, kasus pelapor dijadikan tersangka ini dikhawatirkan menghambat upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Kasus ini membuat para pihak yang mengetahui tindak pidana korupsi tidak akan berani melapor, karena takut akan ditersangkakan seperti Nurhayati," ujar Maneger.
Maneger juga menilai kriminalisasi terhadap Nurhayati sudah mencederai akal sehat dan keadilan publik. Ia mengingatkan, posisi hukum Nurhayati sebagai pelapor dijamin oleh UU Perlindungan Saksi dan Korban untuk tidak mendapatkan serangan balik.
"Sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik, pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya," ujar Maneger.
Maneger menekankan bila ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, maka tuntutan tersebut wajib ditunda hingga kasus yang dilaporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap. Hal ini sesuai pasal 10 ayat (1) dan (2) UU Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban).
"LPSK akan ambil langkah proaktif menemui yang bersangkutan guna menjelaskan hak konstitusional Nurhayati untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada negara khususnya kepada LPSK, jika yang bersangkutan membutuhkan perlindungan," ucap Maneger.
Di sisi lain, Maneger menyinggung agar Nurhayati sebaiknya mendapat hadiah dari Pemerintah. Ini diatur dalam PP No.43/2018 dimana masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam.
"Dengan PP 43/2018 tersebut, masyarakat yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk piagam dan premi yang besarannya maksimal Rp 200 juta," sebut Maneger.
Sementara, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan segera berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait penetapan pelapor korupsi sebagai tersangka.
"Saya segera akan meminta Direktur Korsup II KPK, untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum terkait berkenaan dengan penanganan perkara tersebut termasuk, soal penetapan tersangka tersebut," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Meski demikian, KPK belum bisa bicara banyak mengenai status penetapan status tersangka kepada Nurhayati. Nawawi mengatakan, KPK akan mencari tahu alasan kepolisian menetapkan pelapor korupsi sebagai tersangka.
"Dalam pasal 8 huruf (a) UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK, disebutkan kewenangan KPK untuk mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," katanya.