Usulan Muhaimin Tunda Pemilu: Inkonstitusional, Bisa Jerumuskan Jokowi, Ditolak Parpol
Muhaimin mengusulkan Pemilu 2024 ditunda maksimal dua tahun demi ekonomi.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro,
Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar, pada Rabu (23/2/2022) mengungkapkan usulan penundaan Pemilu 2024 yang sontak menuai berbagai penolakan. Muhaimin mengklaim usulannya itu seusai dirinya bertemu dengan pelaku UMKM, pebisnis, dan para analis ekonomi dari berbagai perbankan.
"Dari seluruh masukan itu saya mengusulkan Pemilu 2024 ditunda satu atau dua tahun," kata Muhaimin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu.
Menurutnya usulan penundaan pemilu tersebut perlu dipertimbangan agar momentum perbaikan ekonomi tidak terjadi stagnasi seusai pandemi menghajar Tanah Air dua tahun terakhir. Dirinya menjelaskan ada tiga persoalan yang kerap muncul dalam setiap pelaksanaan pemilu.
Pertama, terjadinya pembekuan agresivitas ekonomi. Kedua, terjadinya ketidakpastian ekonomi tiap transisi kekuasaan, Ketiga, pemilu dikhawatirkan memunculkan ancaman konflik.
"Karena itu saya melihat tahun 2024 pemilu yang rencananya kita laksanakan bulan Februari itu jangan sampai prospek ekonomi yang baik itu terganggu karena pemilu," ujarnya.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut berharap usulannya tersebut bisa diterima oleh seluruh partai. Dirinya juga mengaku akan segera menyampaikan usulan tersebut ke pimpinan partai, dan presiden.
"Nah bagaimana apakah bisa betul? Ya nanti kita lihat saja, apakah mungkin bisa diundur atau tidak," ucapnya.
Sebelum usulan itu disampaikan Muhaimin ke pimpinan partai politik (parpol), beberapa parpol langsung merespons. Partai Demokrat misalnya, menilai usulan Muhaimin inkonstitusional.
"Wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi 1 sampai 2 tahun yang disampaikan Muhaimin Iskandar adalah lagu lama yang bernada sumbang. Pernyataan ini inkonstitusional yang berpotensi menjerumuskan Presiden Jokowi melanggar konstitusi," kata Kamhar dalam keterangannya, Kamis (24/2/2022).
Apalagi, dalam berbagai kesempatan Jokowi sudah menegaskan tak ingin memperpanjang masa jabatan maupun periodesasi jabatan Presiden yang telah diatur secara tegas dalam konstitusi. Selain itu, Kamhar menilai usulan tersebut menimbulkan kecurigaan publik lantaran disampaikan bersamaan dengan rilis hasil survei Litbang Kompas yang menyatakan kepuasan rakyat terhadap pemerintahan Jokowi tertinggi sepanjang pemerintahannya.
Menurutnya, hasil survei tersebut dinilai menimbulkan polemik lantaran dianggap tidak bersesuaian dengan kenyataan saat ini seperti adanya gelombang ketiga penularan Omicron, terpukulnya daya beli masyarakat, angka kemiskinan dan pengangguran belum membaik. Belum lagi persoalan kelangkaan minyak goreng, mahalnya harga kedelai, polemik BPJS dan Permenaker terkait Jaminan Hari Tua (JHT), hingga penolakan terhadap agenda pemindahan Ibu Kota Negara.
"Argumen yang dibangunpun dipaksakan dan mengada-ada. Menempatkan ekonomi dan demokrasi secara trade-off, ini berbahaya, ciri watak otoritarianisme," imbuhnya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, juga segera menanggapi wacana penundaan pelaksanaan Pemilu 2024. Menurut Hasto, tersebut melupakan aspek kedisiplinan dan ketaatan terhadap konstitusi.
"Sumpah Presiden juga menyatakan pentingnya memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya," kata Hasto dalam keterangannya, Kamis.
DPR dan Pemerintah sebelumnya telah menyepakati pemilu digelar 14 Februari 2024. Ia menegaskan konstitusi juga mengamanatkan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Dengan demikian tidak ada sama sekali, ruang penundaan pemilu," tegasnya.
PDI Perjuangan, kata Hasto, juga senapas dengan pernyataan Presiden Jokowi yang berulang kali menolak wacana perpanjangan masa jabatan ataupun menunda pemilu. Menurutnya periodisasi pemilu lima tahunan membentuk kultur demokrasi.
"Kultur berkorelasi dengan kualitas demokrasi. Dalam hal kultur periodisasi ini diganggu, maka hanya berdampak pada instabilitas politik. Jadi daripada berpikir menunda pemilu, sebaiknya terus melakukan langkah konsolidasi untuk mempersiapkan pemilu," ujarnya.
Adapun, Juru Bicara DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid, menilai, usulan penundaan pemilu adalah usulan yang dibuat demi menjustifikasi perpanjangan masa jabatan presiden.
"Saya kira itu alasan yang dibuat buat saja untuk menjustifikasi perpanjangan masa jabatan presiden," kata Kholid kepada Republika.
Jika Muhaimin menjadi ekonomi sebagai dasar, Kholid mengatakan, faktanya ekonomi Indonesia sudah lewati masa resesi dan sudah mulai kembali pulih. Pada 2021 ekonomi tumbuh sekitar 3,7 persen. Ia memperkirakan pada 2022 akan mencapai 5,2 persen.
"2023 dan 2024 insyAllah ekonomi akan kembali normal seperti sebelum Covid," ungkapnya.
Ia pun mengimbau agar pemerintah fokus mengawal fase transisi kekuasaan berjalan mulus dan baik bagi pemerintahan selanjutnya. "Tidak perlu ada upaya perpanjangan (masa jabatan presiden)," ujarnya.
Berbeda pendapat dengan para elite parpo, Sekretaris Jenderal (Sekjen) JokPro 2024, Timothy Ivan Triyono, mengaku setuju dengan usulan Muhaimin. Ia menilai ada kesamaan antara usulan Muhaimin tersebut dan gagasan yang diusung JokPro 2024.
"Paling tidak Cak Imin atau PKB dan Jokpro 2024 ini memiliki satu kesamaan yang sama yaitu sama-sama mengkhawatirkan situasi dan kondisi yang sudah baik di masa pemerintahan presiden jokowi ini terganggu kedepannya," kata Timothy.
"Kalau Cak Imin mengkhawatirkan ketidakstabilan ekonomi, JokPro 2024 mengkhawatirkan terjadinya polarisasi ekstrem," imbuhnya.
Dirinya menegaskan, JokPro 2024 akan tetap terus menggaungkan gagasan Jokowi tiga periode berpasangan dengan Prabowo Subianto. Sebab menurutnya, tanggung jika hanya ditambah dua tahun saja.
"Pak Jokowi ini perlu diberi kesempatan satu periode lagi agar benar-benar membawa Indonesia menuju kebangkitan nusantara menuju Indonesia emas di 2045," ujarnya.
Timothy menambahkan, Jokpro 2024 melihat gagasan penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan tetap memerlukan amandemen UUD 1945. Ia pun mendorong agar MPR mengamandemen pasal masa jabatan presiden dapat tiga periode.
"Perbedaan pandangan dan gagasan soal jalan dan rute ke depan merupakan hal yang biasa dalam negara demokrasi, apalagi berkaitan dengan politik, mari kita lihat saja ke depan gagasan mana nantinya yang paling banyak diterima oleh masyarakat dan partai politik," tuturnya.