Mitos Seputar Jerawat yang Masih Banyak Dipercaya: Akibat Makan Kacang-Harus Dipencet

Banyak mitos seputar jerawat yang beredar di masyarakat.

www.freepik.com
Jerawat (ilustrasi). Salah satu mitos jerawat yang banyak dipercaya masyarakat ialah jerawat dapat diobati dengan produk skincare atau layanan facial di salon.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih banyak mitos seputar jerawat yang beredar dan dipercaya oleh masyarakat. Dokter spesialis kulit dan kelamin Anthony Handoko menyoroti pentingnya edukasi supaya masyarakat mengetahui kebenarannya.

Anthony yang praktik di Klinik Pramudia, Jakarta menyampaikan salah satu mitos yang mengemuka, yakni bahwa jerawat hanya dialami selama masa remaja saja. Ada pendapat awam bahwa selain rentang usia itu seseorang tidak akan berjerawat.

"Memang pada kebanyakan pasien, jerawat mulai timbul di masa puber karena perubahan atau ketidakseimbangan hormon, tapi jerawat juga bisa dialami orang dewasa, bahkan manula," ujar Anthony.

Pada webinar yang digelar Klinik Pramudia, Kamis (24/2/2022), Anthony membeberkan sejumlah mitos lain yang tidak benar. Ada anggapan jerawat hanya terjadi di daerah wajah atau hanya muncul saat perempuan menstruasi.

Mitos lain ialah jerawat harus dipencet dan dikeluarkan isinya agar tuntas. Terdapat juga pandangan bahwa jerawat dapat diobati dengan produk skincare atau layanan facial di salon.

Tidak sedikit orang yang menganggap munculnya jerawat disebabkan oleh konsumsi makanan tertentu. Misalnya kacang, makanan manis, hidangan laut, atau makanan berlemak. Menurut Anthony, itu tidak benar.

"Sebenarnya jerawat tidak berhubungan langsung dengan makanan yang dikonsumsi. Jerawat tidak seperti alergi makanan. Bukan hari ini makan kacang atau seafood lalu muncul jerawat," tuturnya.

Mitos lainnya yaitu tentang pengistilahan jerawat itu sendiri. Banyak yang melabeli bentuk jerawat tertentu sebagai jerawat batu, jerawat buntet, dan lain-lain yang sebenarnya tidak dikenal secara medis.

Dampak dari mitos dan mispersepsi tersebut, masyarakat berpotensi menangani jerawat dengan cara yang salah. Menurut Anthony, jerawat sudah semestinya ditangani secara medis, sebab jerawat masuk ke dalam kategori penyakit.

Baca Juga


Dengan masuknya jerawat dalam kategori penyakit infeksi kulit, maka koridor pengobatan penyakit jerawat yang benar berada dalam lingkup kompetensi seorang dokter spesialis. Artinya, orang yang berjerawat sudah sepatutnya berkonsultasi dengan dokter spesialis kulit.

Penanganan secara medis akan ada di bawah pengawasan dokter sehingga lebih aman. Setelah memeriksa kondisi kulit pasien, dokter lazimnya akan meresepkan obat yang diminum atau dioles. Pada kasus yang berat, mungkin dibutuhkan tindakan medis yang bersifat spesialistik.

Bagi orang yang belum sempat ke dokter atau merasa kasusnya terbilang ringan, Anthony membagikan saran pertolongan pertama. Pasien bisa membeli obat penghilang jerawat yang dijual bebas di apotek yang pemberiannya dengan cara ditotol.

"Tapi pesan saya, bila tiga sampai lima hari kondisinya tidak membaik meski sudah menggunakan obat bebas, sudah saatnya mendapat penanganan medis untuk mengobati jerawat," kata Anthony.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler