Ahli Ungkap Penyebab Pergerakan Tanah Usai Gempa di Pasaman Barat

Pergerakan tanah di daerah itu didominasi oleh material endapan aluvial.

Antara/Iggoy el Fitra
Foto udara masjid yang runtuh akibat gempa di Nagari Kajai, Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, Jumat (25/2/2022). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan gempa berkekuatan magnitudo 6,2 di Pasaman Barat dan sekitarnya itu mengakibatkan 11 warga meninggal dunia.
Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ahli geologi lingkungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan mengungkap penyebab terjadinya pergerakan tanah di lokasi gempa Pasaman Barat, Sumatera Bara. Pergerakan tanah di daerah itu pada kedalaman 0-8,5 meter, yang didominasi oleh material endapan aluvial atau pasir berdasarkan riset yang dilakukan.


"Hasil riset identifikasi kerentanan pesisir di Pasaman Barat ditemukan pada kedalaman lebih dari sembilan meter lapisan tanah yang mengandung air bersifat menerus di bagian bawah lapisan aluvial," kata Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP), Pusat Riset Kelautan, Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Wisnu Arya Gemilang di Padang, Ahad.

Menurut dia, kondisi tersebut berpotensi memicu pergerakan tanah apabila terjadi gempa bumi dengan kekuatan lebih dari 5 magnitudo. Pada saat getaran gempa cukup tinggi, kata dia, akan berakibat terbukanya beberapa rekahan, sehingga air dengan mudah keluar melalui rekahan tersebut dan membawa material tanah lunak di atasnya.

Selain itu, keluarnya air panas, dapat diinterpretasikan bahwa di sekitar segmen Sesar Sumatera, apabila terjadi gempa, maka pergerakan akan berpotensi menimbulkan sumber panas. "Air yang menyentuh 'hotspot' melalui rekahan batuan akan membentuk air panas, dan saat terjadi gempa akan keluar bersamaan dengan tanah lunak," katanya.

Oleh sebab itu, dia mengidentifikasi, faktor-faktor geologi ini yang menjadi salah satu pemicu terjadinya pergerakan tanah usai gempa 6,2 magnitudo di Kabupaten Pasaman Barat. Pada sisi lain, dari jejak historis peristiwa gempa bumi di Pulau Sumatera, dia menilai, diperlukan upaya mitigasi bencana gempa bumi serta bencana ikutan dengan melakukan pembuatan peta zonasi gempa.

Sementara itu, peta untuk kebutuhan kebencanaan harus diturunkan atau diproses dan dianalisis lebih lanjut sesuai dengan mikrozonasi kerawanan gempa. "Untuk komponen dalam peta rawan gempa perlu ditambahkan komponen peta patahan aktif dan nonaktif. Upaya pembuatan peta rawan bencana gempa yang terinci diharapkan dapat meminimalkan dampak terjadinya bencana mendatang," katanya.

Sedangkan terkait dengan fenomena tanah mengalir bercampur air panas di pinggiran Sungai Batang Timah Pasaman usai gempa, dia menilai, hal itu adalah "debrisflow" atau "mudflow" yang biasanya terjadi saat hujan lebat terjadi di hulu, dan akan membangkitkan aliran debris dan menghantam pemukiman di sekitar sungai.

"Gunung Talamau mempunyai elevasi puncak tertinggi di Sumatera Barat. Akibat gempa pada hari Jumat lalu tersebut, sekeliling aliran sungai di gunung berpotensi mengalami retakan dan longsor sehingga material longsor masuk ke badan sungai dan terbawa aliran air sampai ke hilir," demikian Wisnu Arya Gemilang.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler