Putaran Kedua Perundingan Rusia-Ukraina Berakhir Tanpa Gencatan Senjata

Prioritas Ukraina dalam pertemuan itu adalah gencatan senjata

AP/Sergei Kholodilin/BelTA
Delegasi Ukraina meninggalkan helikopter militer Belarusia saat mendarat di wilayah Gomel, Belarus, Senin, 28 Februari 2022. Delegasi Rusia dan Ukraina bertemu untuk pembicaraan pertama mereka Senin. Pertemuan tersebut berlangsung di wilayah Gomel di tepi Sungai Pripyat.
Rep: Lintar Satria Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Putaran kedua perundingan antara Rusia dan Ukraina berakhir tanpa kesepakatan gencatan senjata dan perang pun terus berkobar. Delegasi dari Rusia dan Ukraina bertemu di Brest, Belarusia selama beberapa jam. Putaran kedua digelar empat hari setelah putaran pertama.

"Putaran kedua negosiasi telah berakhir. Sayangnya, hasil yang dibutuhkan Ukraina belum tercapai," kata penasihat presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak di Twitter setelah usai perundingan, seperti dikutip ABC News, Jumat (4/3/2022).

Menteri Luar Negeri Rusia mengatakan negaranya akan terus menekan agar setiap kesepakatan damai dengan Ukraina harus memasukan janji "demiliterisasi" Ukraina. Rusia juga memberi sinyal ingin membahas agar Ukraina mengadopsi "status netral" dan setuju untuk tidak lagi berambisi bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Sebelum pertemuan digelar di media sosial Twitter, Podolyak menulis prioritas Ukraina dalam pertemuan itu adalah "gencatan senjata" dan "koridor kemanusiaan bagi warga sipil yang hendak evakuasi." Sebelumnya pemerintah Ukraina mengatakan mereka ingin Rusia menarik pasukannya dari Ukraina.

Usai perundingan Podolyak kembali mencicit pertemuan itu menghasilkan "hanya solusi untuk koridor organisasi kemanusiaan."Dalam konferensi pers dengan jurnalis asing Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan Rusia siap bernegosiasi.

Lavrov mengatakan Rusia akan melanjutkan operasi militer selama proses perundingan berjalan. Ia mengatakan tidak bisa membiarkan "infrastruktur militer" yang mengancam Rusia tetap berada di Ukraina. Ia mengatakan setiap kesepakatan damai harus memasukan poin "demiliterisasi" Ukraina.

Pada Kamis (3/3/2022) kemarin Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan tidak tertarik untuk melakukan demiliterisasi dan menyampaikan peringatan pada Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Anda akan membayar penuh semua yang anda lakukan pada Ukraina, dan kami tidak akan melupakan mereka yang gugur dan Tuhan juga tidak akan lupa," kata Zelenskyy dalam konferensi pers.

Zelenskyy mengatakan ia siap bertemu dan berbicara secara langsung dengan Putin. Ia juga kembali menyerukan zona "larang terbang" di atas Ukraina. Ia mengatakan langkah itu salah satu tindak pencegahan.

"Kami bangsa yang menghancurkan rencana musuh dalam satu pekan," kata Zelenskyy dalam unggahan di Facebook sebelumnya.

Ia memuji pasukan dan rakyat sipil Ukraina yang angkat senjata membela tanah air mereka. "Saya sungguh mengagumi kepahlawanan warga Konotop, Bashtanka, Energodar, Melitopol (dan) kota-kota dan desa-desa lain yang tidak membiarkan penjajah masuk dengan memblokir jalan. Warga menghadang kendaraan musuh. Ini sangat berbahaya. Tapi ini berani. Ini juga keselamatan," tulis Zelenskyy.

Namun ia mengakui tidak tahu sampaikan Ukraina dapat terus bertahan. Dalam rapat Dewan Keamanan Nasional yang disiarkan televisi, Putin mengatakan operasi militer khususnya ke Ukraina sesuai dengan rencana dan jadwal yang telah ditetapkan.

"Semua objektif telah berhasil dicapai," kata Putin.

Tidak hanya gagal mencapai gencatan senjata tapi invasi Rusia ke Ukraina semakin intensif. Pemerintah negara bagian Ukraina mengatakan pasukan militer Rusia merebut pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Zaporizhzhia. PLTN yang terletak di sebelah tenggara Ukraina itu merupakan yang terbesar di Eropa.

"Personil operasional (inspektorat nuklir Ukraina) memantau kondisi unit-unit pembangkit listrik," kata pemerintah daerah di media sosial, Jumat (4/3).

Pemerintah Ukraina mengatakan berusaha untuk memastikan operasi dijalankan sesuai dengan persyaratan keselamatan. Ukraina mengatakan pasukan Rusia menyerang PLTN itu pada Jumat dini hari, serangan mengakibatkan gedung latihan lima lantai terbakar.


Baca Juga


Menteri Energi Amerika Serikat (AS) Jennifer Granholm mengatakan reaktor nuklir PLTN Zaporizhzhia berhenti beroperasi dengan aman. Washington juga mengatakan tidak melihat adanya peningkatan radiasi di daerah sekitar.

"(PLTN) dilindungi dengan struktur penahan yang kuat dan reaktor berhenti operasi dengan aman," kata Granholm.

Di media sosial Twitter, Granholm mengatakan ia sudah berbicara dengan menteri energi Ukraina mengenai situasi di PLTN.  Sebelumnya dilaporkan pasukan Rusia menembak PLTN Zaporizhzhia dengan roket.

"Kami tidak melihat peningkatan radiasi di daerah sekitar fasilitas (nuklir)," kata Granholm.

Presiden Joe Biden sudah menerima perkembangan terbaru mengenai kebakaran di PLTN itu dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy. Washington mengatakan Biden juga menerima perkembangan terbaru dari wakil menteri bidang keamanan nuklir Departemen Energi AS.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengungkapkan insiden tersebut melalui Twitter pada Jumat berdasarkan laporan wali kota setempat tentang serangan Rusia di sana.

"Tentara Rusia menembak dari semua sisi ke PLTN Zaporizhzhia, pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa," cicit Kuleba.

"Kebakaran telah terjadi. Jika (PLTN) itu meledak, ledakannya bisa 10 kali lebih besar daripada Chernobyl! Rusia harus SEGERA menghentikan serangannya, izinkan pemadam kebakaran, dirikan zona keamanan!" tulis Kuleba

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler