Wakil PM Inggris: Misi Kami Memastikan Putin Gagal di Ukraina
Raab menilai ancaman nuklir Rusia sebagai retorika.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Wakil Perdana Menteri Inggris Dominic Raab mengatakan, konflik di Ukraina diprediksi bakal berlangsung selama beberapa bulan, jika tidak sampai bertahun-tahun. Dia menyebut, sekutu internasional perlu menunjukkan stamina strategis guna memastikan misi Presiden Rusia Vladimir Putin gagal.
“Misi kami dengan sekutu kami adalah memastikan Putin gagal di Ukraina, dan itu akan memakan waktu – kita berbicara tentang berbulan-bulan, jika tidak bertahun-tahun – dan oleh karena itu kita harus menunjukkan beberapa stamina strategis, karena ini tidak akan berakhir dalam beberapa hari," kata Raab saat diwawancara Sky News, Ahad (6/3/2022).
Terkait dengan adanya pembicaraan tentang ancaman nuklir dari Rusia, Raab menilai hal itu sebagai retorika dan ambang batas. “Saya pikir itu retorika dan menyerempet bahaya,” ucapnya saat ditanya tentang kemungkinan eskalasi nuklir oleh Kremlin.
Sama seperti Amerika Serikat (AS), Raab juga meminta China, termasuk India, untuk meningkatkan tekanan diplomatik pada Rusia. “China mendapat pekerjaan di sini. Mereka juga harus melangkah, ia adalah anggota tetap Dewan Keamanan, dan juga India. Kita perlu memperluas tekanan diplomatik (terhadap Rusia),” ujarnya.
Raab kemudian menyangkal pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin yang menyamakan sanksi Barat dengan deklarasi perang. “Sanksi bukanlah tindakan perang, hukum internasional sangat jelas tentang itu. Sanksi kami sepenuhnya dibenarkan secara hukum, tetapi juga proporsional dengan apa yang kami coba tangani,” katanya.
Putin memang mengkritik sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat terhadap Rusia. Menurut dia, sanksi tersebut mirip dengan deklarasi perang. “Sanksi yang dikenakan ini mirip dengan deklarasi perang, tapi syukurlah tidak sampai ke sana,” kata Putin saat berbicara kepada sekelompok pramugari wanita di pusat pelatihan Aeroflot dekat Moskow, Sabtu (5/3/2022).
Putin menegaskan kembali tujuan negaranya menggelar operasi militer di Ukraina adalah untuk membela komunitas berbahasa Rusia di sana. Caranya melalui demiliterisasi dan de-Nazifikasi Ukraina sehingga ia menjadi netral.