AS Kecam Serangan Rusia Terhadap Pembangkit Nuklir Ukraina
Moskow harus menghentikan operasi di sekitar infrastruktur nuklir, kata Gedung Putih
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Serangan Rusia terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina adalah tindakan yang sangat tidak bertanggung jawab, kata Gedung Putih pada Jumat (4/3/2022) setelah pasukan Rusia mengambil alih fasilitas Ukraina itu.
Serangan terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Zaporizhzhia Ukraina mengakibatkan kebakaran di kompleks pelatihan di fasilitas tersebut, yang dipadamkan oleh petugas pemadam kebakaran Ukraina.
Pejabat PBB melaporkan bahwa tidak ada radiasi yang dilepaskan ke lingkungan, dan peralatan penting tidak terpengaruh.
Namun, juru bicara Gedung Putih Jen Psaki dengan keras mengecam serangan Rusia yang "sangat sembrono dan berbahaya", yang menurut Psaki "bisa menjadi ancaman besar bagi keselamatan warga sipil di kawasan itu dan sekitarnya."
“Kremlin harus menghentikan operasi di sekitar infrastruktur nuklir," tambah dia.
Otoritas Biden sedang meninjau serangan itu, serta potensi kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang disebabkan oleh perang Rusia, kata Psaki. Penyelidikan itu mengumpulkan "bukti dan data tentang penargetan warga sipil, laporan penggunaan senjata perang yang mengerikan di Ukraina," kata Psaki.
"Itu proses yang sedang berjalan. Kami belum membuat kesimpulan. Ini tinjauan hukum, dan proses yang melewati administrasi."
Terletak di tenggara Ukraina dekat kota Enerhodar, pembangkit listrik Zaporizhzhia menghasilkan 20 persen listrik di Ukraina. Sebanyak enam reaktor, masing-masing dengan kapasitas bersih 950 megawatt, dapat memasok energi ke hampir 4 juta rumah tangga dengan total produksi listrik 5.700 megawatt.
Perang Rusia di Ukraina, yang dimulai pada 24 Februari, telah menimbulkan kemarahan internasional, dengan Uni Eropa, Amerika Serikat (AS), dan Inggris menerapkan sanksi keuangan yang keras terhadap Moskow. Lebih dari 1,2 juta orang telah meninggalkan Ukraina ke negara-negara tetangga, menurut badan pengungsi PBB.
Baca juga:
Harga Barang Naik, Kantor Staf Presiden Minta Masyarakat Kurangi Produk Impor