Indonesia Buka Peluang Impor Sapi Bakalan Selain dari Australia
Sejak 2016 pemerintah telah menetapkan Meksiko sebagai negara pemasok sapi bakalan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah membuka peluang untuk melakukan importasi sapi bakalan selain dari Australia yang saat ini menjadi pemasok tnggal bagi Indonesia. Diversifikasi negara pemasok ditujukan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap Australia yang saat ini tengah menerapkan pembatasan ekspor.
Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Makmun, menjelaskan, sejak 2016 lalu, pemerintah sejatinya telah menetapkan Meksiko sebagai negara pemasok sapi bakalan selain Australia.
Hanya saja, harga sapi masih cukup tinggi ketika tiba di Indonesia sehingga pemasukan sapi bakalan Meksiko belum bisa bersaing di Indonesi.
"Saat ini, yang sedang berproses kajiannya (negara pemasok) adalah Amerika Serikat, Spanyol, Chili dan beberapa negara lainnya," kata Makmun kepada Republika.co.id, Senin (7/3/2022).
Secara teknis, Fungsional Medik Veteriner Ahli Utama, Direktorat Kesehatan Hewan, Kementan, Fadjar Sumping, menjelaskan, Amerika Serikat dan Spanyol sudah memenuhi syarat karena terbebas dari penyakit mulut dan kuku sehingga terjamin keamanannya.
"Tinggal pelaku usahanya (importir sapi) apakah bisa mendapatkan penyuplai sapi bakalan di sana," kata Fadjar.
Meski demikian, kemungkinan kendala tetap ada karena jarak yang jauh dan mengakibatkan harga yang kurang kompetitif. Soal itu, Fadjar mengatakan tentu akan menjadi ranah antar perusahaan karena skema impor sapi bakalan secara business to business (B2B).
Ia menuturkan, pemerintah sudah pernah melakukan pertemuan dengan asosiasi peternak di Negara Bagian Virginia, AS. Mereka, kata Fadjar, berminat untuk ekspor, namun meminta adanya keberlanjutan kerja sama karena harus berinvestasi untuk fasilitas ekspor sapi bakalan ke Indonesia.
Investasi yang dimaksud mengenai kapal, penampungan sementara ternak, hingga pelabuhan khusus. "Mereka meminta jaminan impor Indonesia yang berkelanjutan karena khawatir ketika (populasi sapi) Australia sudah memungkinkan lagi, mereka akan ditinggal," ujar Fajdar.