NATO Khawatir Moskow Gelar Operasi 'Bendera Palsu' di Ukraina

NATO menuduh Rusia menggunakan senjata kimia di Ukraina.

AP/Maxar Technologies
Citra satelit multispektral yang disediakan oleh Maxar Technologies menunjukkan tampilan dekat gedung apartemen dan kebakaran dengan kerusakan di area distrik Zhovtnevyi di Mariupol barat, Ukraina, selama invasi Rusia, Sabtu, 12 Maret , 2022.
Rep: Lintar Satria Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,BRUSSELS -- Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) khawatir Rusia mungkin akan menggunakan senjata kimia dalam serangan "bendera palsu" dalam invasinya di Ukraina. Hal ini disampaikan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg.

"Kami khawatir Moskow dapat menggelar operasi bendera palsu di Ukraina, mungkin dengan menggunakan senjata kimia," kata Stoltenberg dalam konferensi pers, Selasa (15/3/2022).

Pada Rabu (9/3/2022) pekan lalu pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) memperingatkan Rusia mungkin ingin menggunakan senjata kimia atau biologi di Ukraina. Gedung Putih pun juga menolak klaim Rusia bahwa Ukraina sedang mengembangkan senjata kimia ilegal.

Sebelumnya juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menuduh Ukraina tanpa bukti, adanya senjata kimia dan biologi di laboratorium-laboratoriumnya. Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan klaim Rusia "tidak masuk akal" dan mungkin bagian dari upaya Rusia untuk melakukan serangan bom pemusnah massal semacam itu di Ukraina.

"Jelas ini semua taktik Rusia untuk membenarkan serangan yang telah direncanakan, tanpa provokasi dan tidak bisa dibenarkan terhadap Ukraina lebih jauh," cicit Psaki di Twitter.

"Kini Rusia sudah membuat klaim-klaim palsu dan Cina tampaknya mendukung propaganda ini, kami semua harus waspada pada kemungkinan Rusia menggunakan senjata kimia dan biologi di Ukraina atau menciptakan operasi bendera palsu (mencari kambing hitam) untuk menggunakannya," tambahnya.

Selama berbulan-bulan AS memperingatkan Rusia akan menggelar operasi "bendera palsu" untuk menciptakan alasan invasi. AS juga memperingatkan Rusia mungkin sedang mencari alasan untuk meningkatkan ketegangan konflik yang sudah berlangsung selama dua puluh hari ini. n Lintar Satria/Reuters 

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler