HET Dicabut, Harga Minyak Goreng Kemasan akan Naik Hingga Rp 24 Ribu per Liter

Kebijakan HET hanya akan diberlakukan untuk minyak goreng curah.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pedagang menata minyak goreng kemasan yang dijual di kiosnya di Pasar Kosambi, Kota Bandung (ilustrasi). Pemerintah resmi memutuskan untuk melepaskan harga minyak goreng kemasan sederhana dan premium sesuai harga pasar.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah resmi memutuskan untuk melepaskan harga minyak goreng kemasan sederhana dan premium sesuai harga pasar dan hanya mengatur harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah. Dengan kebijakan tersebut, harga minyak goreng kemasan di level konsumen tentu akan mengalami kenaikan sesuai tingkat harga minyak sawit (CPO) internasional.

Baca Juga


Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, mengatakan, dengan harga CPO KBPN Dumai saat ini sebesar Rp 15.864 per kilogram (kg), harga minyak goreng kemasan sederhana di level konsumen bisa mencapai Rp 23 ribu per liter.

"Untuk kemasan premium, kami perhitungkan itu maksimum Rp 24.800 per liter jika dengan patokan harga CPO saat ini," kata Sahat kepada Republika.co.id, Rabu (16/3/2022).

Sahat menjelaskan, dengan dilepaskannya kembali harga minyak goreng kemasan sesuai harga keekonomian, diyakini pasokan minyak goreng akan kembali membanjiri pasar. Sebab, dengan mekanisme pasar yang ada, akan menutup celah para spekulan atau pedagang mendadak yang memanfaatkan kebijakan HET minyak goreng dan menyebabkan pasokan langka.

Adapun di level hulu, Sahat mengatakan karena mekanisme harga dilepas ke pasar, maka kebijakan domestic price obligation (DPO) yang sebelumnya mematok harga CPO khusus dalam negeri lebih rendah dari harga internasional tidak berlaku lagi. Seperti diketahui, pemerintah sebelumnya mematok DPO CPO sebesar 9.300 per kg dan RBD Olein Rp 10.300 per kg.

"DPO tidak ada lagi. Untuk kebijakan DMO (domestic market obligation) kami sarankan tetap jalan dengan volume 20 persen cukup," kata Sahat.

Menurut Sahat, kebijakan DMO tetap dibutuhkan industri minyak goreng dalam negeri. Pasalnya, itu berguna untuk mencegah seluruh pasokan CPO dari Indonesia diekspor ke luar negeri karena tingginya harga saat ini.

Meski begitu, Sahat menyarankan agar jenis minyak sawit yang dikenakan DMO cukup 8 jenis. Pasalnya, Indonesia juga harus memikirkan situasi pasar global yang saat ini mengalami krisis pasokan minyak. Jika pemerintah menghambat ekspor minyak sawit, tentunya akan menaikkan harga CPO internasional yang juga bisa berdampak pada harga minyak goreng di dalam negeri.

Di satu sisi, ia pun meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar mempercepat proses penerbitan persetujuan ekspor (PE) CPO untuk memperlancar kegiatan eskspor. "Jadi selesaikan PE cepat, jangan bertele-tele, karena domestik akan terjamin karena DMO masih ada dan harga pasar juga sudah bebas untuk minyak goreng sederhana dan premium," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler