Komisi VIII Minta Kemenag Tekan Biaya Haji

Penekanan biaya haji bisa dilakukan karena Saudi menghapus aturan PCR dan karantina

Republika
Jamaah haji (ilustrasi). Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan, pemerintah Arab Saudi telah menghapus kebijakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dan karantina.
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily mengatakan, pemerintah Arab Saudi telah menghapus kebijakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dan karantina. Karenanya, ia meminta Kementerian Agama dan pemangku kebijakan terkait untuk menekan usulan biaya haji sebesar Rp 42 juta.

"Kita mendalami perkembangan baru dari Pemerintah Arab Saudi yang menyebutkan adanya pelonggaran protokol, terutama karantina, dan tidak adanya PCR," ujar Ace di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (17/3/2022).

Ia menjelaskan, pemerintah awalnya mengusulkan biaya yang dikeluarkan oleh calon jamaah haji 2022 sebesar Rp 45 juta. Hal itu menyesuaikan sejumlah protokol kesehatan yang diberlakukan oleh pemerintah Arab Saudi waktu itu.

"Pemerintah pada awalnya melalui Kementerian Agama RI mengusulkan Rp 45 juta per jemaah, kemudian menurunkan menjadi Rp 42 juta," ujar Ace.

Menurutnya, penurunan tersebut memang cukup signifikan dengan melihat kebijakan pemerintah Arab Saudi yang meniadakan tes PCR dan karantina. Namun, Komisi VIII terus berupaya mendorong agar besaran biaya haji dapat ditekan seminimal mungkin.

"Harus didalami, karena komponen-komponen yang lain akan kami undang seperti misalnya Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan menyangkut biaya tiket penerbangan yang akan kami pastikan seefisien mungkin," ujar Ace.

Diketahui, Kemenag mengusulkan biaya haji menjadi Rp 42.452.369, yang dihitung menyesuaikan dengan adanya pencabutan sejumlah penerapan protokol kesehatan di Arab Saudi yang selama ini menjadi salah satu syarat penyelenggaraan umrah. Angka itu berarti 'hanya' berkurang Rp 3 jutaan dari usulan sebelumnya.

Sebelumnya, usulan biaya haji 1443 Hijriah/2022 Masehi sebesar Rp 45 juta. Usulan itu disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja pada Februari lalu.

Angka itu didasarkan atas adanya biaya penerapan protokol kesehatan serta sejumlah komponen lainnya. Kini usulan itu mengalami penurunan sebesar Rp 3 juta dengan asumsi jika Indonesia mendapat kuota 100 persen, sesuai dengan pencabutan sejumlah aturan protokol kesehatan.

"Jika tidak mencapai 100 persen, kami siap untuk hitung ulang BPIH, dengan jumlah kuota yang sudah diperoleh," ujar Yaqut.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler