Memori All England 1994 (Bagian 7-Habis): Ambisi Susy Susanti Kesampaian dan Rekor yang Belum Bisa D

Rekor Susy bersama McKane, Devlin, dan Yuki sampai sekarang belum ada yang bisa menyamai. Bahkan, belum ada lagi pemain Indonesia yang mencapai final tunggal putri setelah dia.

network /Nurul Hamami
.
Rep: Nurul Hamami Red: Partner
ustrasi suasana All England di Birmingham. (Foto: allenglandbadminton.com)

Ambisi Susy Susanti untuk merebut gelar keempat All England akhirnya kesampaian. Dalam partai final tunggal putri di National Indoor Arena, Birmingham, Sabtu sore (19/03/1994), pebulu tangkis terbaik Indonesia ini menang 11-5, 11-9 atas Ye Zhaoying (Cina).


''Saya puas dengan hasil All England kali ini,'' kata Susy Susanti dalam jumpa wartawan, termasuk saya, di Media Centre NIA, sesaat setelah kemenangannya. ''Apa yang saya inginkan akhirnya tercapai juga,'' pemain kelahiran Tasikma laya ini.

Dengan hasil itu, Susy bukan hanya berhak atas hadiah uang 6.500 dolar AS, tapi juga menyejajarkan dirinya dengan pebulu tangkis Amerika Serikat Judy Devlin, Kitty McKane (Inggris), dan pebulu tangkis Jepang Hiroe Yuki sebagai juara All England sebanyak empat kali.

Susy menjuarai turnamen tertua di dunia ini tahun 1990, 1991, 1993, dan 1994. Namun, ia belum menyamai rekor dua pebulu tangkis Inggris Ethel B Thomson dan Marjorie Barret yang juara lima kali All England. Pun terhadap Murial Lucas (Inggris) dan Judy Hashman (AS) yang mampu menjadi juara sebanyak enam kali.

Saya ingat saat itu kepada saya Susy bilang belum berani mengatakan apakah dia mampu menyamai rekor Thomson dan Barrett, ataupun Lucas dan Hashman.

''Untuk menyamai rekor Rudy Hartono yang menjadi juara All England delapan kali, juga sangat kecil. Sebab, ada masalah dengan usia seperti sekarang ini. Tapi saya menargetkan bisa menjuarai turnamen ini untuk kelima kalinya tahun depan,'' katanya.

Bermain taktis, Susy seolah tahu benar keunggulan Zhaoying yang memiliki postur lebih tinggi, sehingga dia tak banyak memberi kesempatan lawannya untuk memotong bola-bola kembaliannya.

Setelah mengajak reli-reli panjang yang menjadi ciri khas permainannya, dia langsung mematikan Zhaoying begitu ada kesempatan.

Unggul 11-5 pada gim pertama, Susy sebenarnya juga tidak menemui kesulitan berarti pada gim kedua. Dengan mengandalkan lob-lob serangnya, dia sempat memimpin 10-5.

Tapi, perlahan-lahan Zhaoying mampu mendekatinya hingga skor 10-9.Namun, begitu servis pindah ke tangannya Susy langsung menutup gim ini 11-9.

Susy Susanti, legenda bulu tangkis Indonesia.

''Saya terburu-buru waktu skor 10-5 tadi. Rasanya ingin pertandingan ini cepat selesai. Akibatnya saya jadi sering membuat kesalahan sendiri,'' ujar Susy. ''Tapi, saya tahu kesalahan saya dan saya berusaha untuk kembali pada permainan semula,'' sambungnya.

Menurut Susy, Zhaoying sendiri tidak tampil seperti biasanya. ''Sejak babak-babak awal saya lihat dia mainnya memang kurang bagus. Mungkin dia ada beban sebagai pemain terbaik Cina sekarang ini.''

Susy datang lagi ke Birmingham pada 1995. Tapi, dia gagal mengulang sukses tahun sebelumnya. Targetnya untuk menjuarai All England kali kelima tak kesampaian. Juaranya adalah Lm Xiao Qing (Swedia) yang menglahkan Camilla Martin (Denmark) di final.

1994 menjadi tahun terakhir Susy menjuarai All England sebelum akhirnya dia gantung raket pada 1998. Namun, rekornya bersama McKane, Devlin, dan Yuki sampai sekarang belum ada yang bisa menyamainya. Bahkan, belum ada lagi pemain Indonesia yang mencapai final tunggal putri setelah Susy

Bagas Maulana (kiri) dan Muhammad Shohibul Fikri mengangkat trofi juara All England di Utilita Arena Birmingham, Inggris, Ahad (20/3/2022). (Foto: Antara/PBSI-Badminton Photo)

Secara keseluruhan, Indonesia merebut tiga gelar di All England 1994. ini. Selain Susy, dua gelar lainnya didapat Hariyanto Arbi yang mengalahkan Ardy B Wiranata di final tunggal putra, serta satu lagi melalui Bambang Suprianto/Gunawan yang di final ganda putra menundukkan Ricky Subagdja/Rexy Mainaky.

Prestasi yang dicapai pemain-pemain Indonesia di Birmingham kala itu, hampir mengulangi masa keemasan Indonesia di All England tahun 1979. Waktu itu, Indonesia berhasil membawa pulang empat gelar masing-masing melalui Liem Swie King (tunggal putra), Tjun Tjun/Johan Wahyudi (ganda putra), Verawaty/Imelda Wiguna (ganda putri), serta Christian/Imelda (ganda campuran).

All England 2022 Indonesi hanya merebut satu gelar melalui pasangan muda lapis kedua Bagas Maulana/Muhammad Shohibul Fikri setelah di final ganda putra mempecundangi seniornya, peringkat dua dunia Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.

Bagas (23 tahun) dan Fikri (22) sebelumnya di semifinal juga mengalahkan seniornya di pelatnas yang juga pemegang peringkat satu dunia Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo. Di perempat final, Bagas/Fikri lebih dulu menghabisi juara dunia 2021 dan peringkat tiga duniaTakuro Hoki/Yugo Kobayashi (Jepang).

Capaian Bagas/Maulana tentu sangat menggembirakan di saat senior-seniornya, termasuk Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto terasa sulit untuk menjejakkan kakinya di podium juara sekarang ini. Semoga prestasi mereka tak seumur kacang.

sumber : https://bulutangkis.republika.co.id/posts/82444/memori-all-england-1994-bagian-7-habis-ambisi-susy-susanti-kesampaian-dan-rekor-yang-belum-bisa-disamai
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler