Syahrul Yasin Limpo, Pejuang Birokat Sejak Era Presiden Soeharto Hingga Joko Widodo
Nyali Syahrul Yasin Limpo luar biasa dalam menjaga integritas.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irma Suryani Chaniago
Ibarat mendaki, tanjakan yang harus dilalui sosok ini teramat panjang untuk sampai ke puncak. Ya, bagaimana bila perlu 30 tahun sejak masuk sebagai birokat hingga sekarang menjadi Menteri. Dialah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Sosoknya dikenal sebagai birokrat yang selama lebih dari 30 tahun melayani kebutuhan administrasi masyarakat. Perhatikan tanjakan itu dimulai, Ia mengawali sebagai pegawai negeri sejak tahun 1980. Berbekal gelar sarjana hukum, SYL nama singkatnya, berkarier dari bawah di kampung halamannya, Gowa.
Mulai menanjak saat menjadi kepala wilayah kecamatan Bontonompo, dan terus masuk politik sejak menjadi Bupati Gowa (1994-2002), Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (2005-2008), lanjut menjadi Gubernur di daerah yang sama selama dua periode 2008-2018. Sejak 2019 YSL resmi menjadi pembantu Presiden Joko Widodo selaku Menteri Pertanian.
Ya, namanya sangat terkenal karena berbagai penghargaan atas kerjanya yang luar biasa. Sebut saja Lancana Kebaktian sosial pada 1997, Lancana Pembangunan pada 2001 serta penghargaan Bintang Mahaputra pada 2011. Semua beliau dapatkan dari Presiden lintas periode mulai dari Soeharto sampai SBY.
Saya sendiri menyebutnya sebagai “Komandan”. Sebab dialah yang mengajari saya untuk berani melawan kekerasan. Dari dia saya belajar sederhana namun harus tetap berani bersikap, terutama dalam menentang ketidakadilan. Layaknya orang Bugis, Komandan ini punya prinsip yang keras dipegang. Dan, nyalinya luar biasa dalam menjaga integritas.
Kemarin, saya terharu, bahkan tak terasa meneteskan air mata. Saya bangga karena komandan saya itu mendapat gelar Profesor Kehormatan dari Universitas Hasanuddin. Kampus terbaik yang namanya diambil dari Raja Gowa Sultan Hasanuddin. Gelar ini melangkapi gelar Doktor yang telah disandangnya sejak 2008 dari Fakultas Hukum Universitas Hasanudin.
Dari mimbar yang disaksikan orang-orang pandai itu, komandan berpidato dengan judul Hibridasi Hukum Tata Negara Positivistik Dengan Kearifan Lokal Dalam Mengurai Kompleksitas Kepemerintahan. Isinya penuh semangat. Menyentuh dan membuat banyak orang tercengang.
Ada beberapa hal yang menarik untuk disimak dari pidato komandan ini. Konsep hibridisasi digunakan untuk menjelaskan proses persilangan dua varietas tanaman yang masing-masing memiliki keunggulan guna menghasilkan varietas baru yang lebih unggul. Selama ini, telah YSL telah menggunakan suatu produk hybrid untuk mengatasi kompleksitas kepemerintahan, khususnya ketika menjabat sebagai gubernur dan menteri.
YSL berhipotesis capaiannya selama ini sebagai Gubernur Sulawesi Selatan dan Menteri Pertanian disebabkan oleh produk unggul di bidang tata kelola pemerintahan itu, yang lahir dari proses trial and error. Bagi komandan, hibridisasi sebagai persilangan antara ilmu hukum tata negara positivistik dengan pengetahuan hukum dan pemerintahan yang bersumber dari kearifan lokal. Ilmu-ilmu itu menjadi kesatuan pengetahuan yang bersintesis terus menerus dan teraplikasikan dalam karier kepemerintahannya.
Meskipun sama-sama hukum publik, hukum tata negara merupakan pengaturan bernegara secara umum yang tidak hanya mengatur soal norma dasar bernegara, tetapi juga mengatur soal alat kelengkapan negara dan hubungan antar lembaga negara serta hubungan antara negara dengan rakyat. Sedangkan hukum pidana lebih mengatur soal kepentingan keamanan dan ketertiban khususnya yang terkait dengan persoalan tindakan atau perbuatan jahat yang dilakukan oleh negara atau rakyat. Adapun hukum perdata lebih kepada hubungan pribadi atau private yang berkenaan dengan soal pemenuhan hak dan kewajiban dalam perhubungan hukum.
Pimpinan negara, dipandang YSL, perlu memahami hukum tata negara agar tidak salah mengambil kebijakan negara yang berbeda dengan kebijakan pemerintahan. Sebab kalau tidak maka hal inilah yang membuat arahan untuk mencapai kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia sulit terwujud.
Kepemerintahan telah dipahami sebagai sesuatu yang kompleks, karena ia melibatkan interaksi dari banyak komponen, interaksi dari banyak komponen itu memunculkan ciri volatilitas, ketidakpastian, dan ambiguitas. Kompleksitas adalah bagian dari VUCA (volatility, uncurtainty, complexity, ambiguity) yang tengah melanda dunia. Itu yang saya kutip dari pidato komandan.
Dalam hati, orang ini belajar di mana? Baru saya tau jawabanya karena isi pidatonya mengatakan beliau belajar secara diam-diam dari profesor, guru besar dan orang-orang terdidik selama menjabat sebagai lurah, camat, sekwilda, bupati, gubernur sampai menteri. Ternyata inilah yang namanya pengetahuan senyap. Sulit dibaca tapi itulah kenyataannya.
Syahrul Yasin Limpo (SYL) berhasil meraih gelar Profesor Kehormatan dalam Bidang Hukum Tata Negara dan Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas). Komandan itu bernama Syahrul Yasin Limpo.
Sosok Menteri Pertanian yang kaya akan pengalaman. Pintar dan juga cerdas. Dia senang belajar dan senang berdialog dengan semua orang. Seringkali saya melihat dia ada di pasar, di kantor, di pabrik, di warung kopi dan di sawah. Begitulah memang sosoknya. Senang mendengar dan senang menerima masukan.
Baru saya sadari bahwa pengalaman beliau sebagai birokrat sejak usia belia hingga saat ini, tetap menempatkan jalur keilmuan sebagai dasar pijakannya. Pendidikannya sampai S3 dia lakoni tanpa publikasi. Terus mengabdi dan terus menempa diri.
Pengalamannya di pemerintahan dia jalani mulai dari yang terbawah sampai tingkat menteri. Ditambah lagi perhatian dan keaktifan dalam organisasi masyarakat dan partai politik yang membuatnya kuat menghadapi berbagai tantangan.
Tacit knowledge dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersimpan secara personal dalam diri seseorang dan terefleksikan dalam praktik-praktik yang dijalankan orang itu dalam berbagai konteks kehidupan. Itulah Syahrul.
Pengetahuan demikian tidak eksplisit secara tertulis, katakanlah dalam bentuk postulat teoritik atau formula resep, dan juga tidak mengalir melalui institusi formal, ia tertanam dalam praktik dan lebih mengalir melalui percakapan.
Saya menilai beliau sukses memadukan kearifan lokal (Bugis) dengan paduan teori formal sehingga terjadilah hibridasi. Sebagai orang Minang, saya melihat komandan sukses menyeimbangkan dunia yang cepat berubah dengan pola pemerintahan yang adaptif, harmoni dan partisipatif.
Orang Bugis seperti yang orang Minang tahu selalu hebat karena mampu berlari cepat, tetapi ia sampai di tujuan secara bersama dengan mitra, pengikut dan bahkan lawannya sendiri. Artinya pesan kearifan lokal yang beliau angkat dalam orasi tersebut sangat relevan dengan ketatanegaraan dan kepemerintahan.
Siri’na tau mabbutayya niakki ri pammarentaya; Harkat, martabat dan gengsinya rakyat dipertanggungjawabkan oleh pemerintah;
Pa’rupanna gauka niakki ri tau jaiya, Parentaia taua ri ero’na. Perwujudan dari segala upaya ada kalau rakyat terlibat dan melibatkan diri di dalamnya, Maka perintahkan rakyat seperti yang mereka harapkan dan butuhkan.
Narekko makkompe’i beccie’e masolanni lipu’e; Bilamana norma tidak dipatuhi maka rusaklah negeri ini; Selamat, Profesor (Unhas) Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH., MSi., MH. Kami turut mendapat pembelajaran yang berarti dari orasi ini, serta pada kesempatan bersama bapak. Salut, komandan! Engkaulah birokrat pejuang, pejuang birokrat yang sejati.