KPK Klaim Kebut Pengusutan Dugaan Korupsi Helikopter AW-101
KPK mengapresiasi putusan hakim yang menolak permohonan praperadilan tersangka.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeklaim segera merampungkan pengusutan dugaan korupsi helikopter AW-101. Hal tersebut menyusul telah ditolaknya praperadilan yang diajukan tersangka Jhon Irfan Kenway terkait kasus ini.
"Putusan ini menjadi momentum bagi KPK untuk mempercepat proses penyidikan perkara dimaksud dengan segera melengkapi alat bukti dan pemberkasan perkara agar segera dapat dilimpahkan ke persidangan," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Rabu (23/3/2022).
KPK menegaskan sejak awal seluruh proses penyidikan perkara dimaksud telah sesuai dengan mekanisme aturan hukum. Lembaga antirasuah itu lantas mengapresiasi putusan majelis hakim yang menolak seluruh gugatan praperadilan yang diajukan Jhon Irfan Kenway.
"Kami memastikan seluruh proses penanganan perkara oleh KPK baik sejak tahap penyelidikan hingga penuntutan dilakukan dengan tetap mematuhi segala aturan hukum yang berlaku," katanya.
Sebelumnya, hakim tunggal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadlan kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101. Hakim menilai bahwa KPK sudah memiliki cukup bukti dalam menetapkan Jhon Irfan Kenway sebagai tersangka kasus pengadaan helikopter AW-101 tersebut.
Praperadilan diajukan terkait status Jhon Irfan Kenway sebagai tersangka di kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101. Hakim berpendapat bahwa alasan Jhon Irfan Kenway yang mengajukan praperadilan karena penyidikan yang sudah lampau yakni lebih dari dua tahun, tidak bisa dijadikan pembenaran.
Kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 dibongkar lewat kerja sama antara Puspom TNI di era Panglima Jendral Gatot Nurmantyo dengan KPK. PT Diratama Jaya Mandiri selaku perantara diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp 514 miliar.
Pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya menaikkan nilai jualnya menjadi Rp 738 miliar. Sehingga diyakini ada potensi kerugian negara sebesar Rp 220 miliar dalam pengadaan helikopter AW-101 tersebut.
Puspom TNI kemudian menetapkan lima tersangka dari unsur militer dalam perkara tersebut. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama FA yang merupakan mantan pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
Tersangka lainnya adalah Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabesau, Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau, Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau, dan Marsekal Muda (Purn) SB selaku Staf Khusus KSAU atau eks Asrena KSAU.
Sedangkan KPK menetapkan satu orang tersangka dari unsur swasta yakni Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia. Kendati, lembaga antirasuah tersebut hingga kini tidak melakukan penahanan terhadap tersangka dimaksud.