Harga Minyak Goreng Naik, Moeldoko: Minyak Kelapa Bisa Jadi Alternatif

Jangan bergantung pada minyak goreng CPO, karena minyak goreng kelapa itu juga sehat.

Antara/Adeng Bustami
Pekerja menunjukkan kemasan minyak kelapa (ilustrasi)
Rep: Wilda Fizriyani Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kepala Staf Kepresidenan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko mendorong warga untuk tidak terlalu bergantung pada minyak goreng jenis Crude Palm Oil (CPO). Warga bisa menggunakan minyak kelapa sebagai alternatif untuk memasak makanan.

Baca Juga


Menurut Moeldoko, warga Indonesia lebih dahulu mengenal produk minyak goreng kampung daripada CPO. "Dan kelapa kita masih banyak. Saya pikir memang kita memikirkan bagaimana alternatif. Kembali ke dulu, jangan bergantung pada minyak goreng CPO, karena minyak goreng kelapa itu juga sehat," kata Moeldoko kepada wartawan di Malang, Rabu (23/3/2022).

Seperti diketahui, saat ini harga minyak goreng jenis CPO mengalami kenaikan cukup tajam. Menurut Moeldoko, situasi ini terjadi lantaran nilai CPO dunia meningkat sehingga harga lokal pun ikut melonjak. Karena hal tersebut, ketentuan HET Rp 14 ribu untuk premium sulit diterapkan untuk pengusaha pabrikan.

Moeldoko mengungkapkan, kondisi tersebut menyebabkan kurang lebih enam perusahaan yang tutup. Hal ini tentunya akan memengaruhi dan memperparah kondisi lapangan. Harga minyak goreng nantinya bisa menjadi naik terus ke depannya.

Dengan pencabutan HET minyak goreng, maka harga keekonomian ditentukan oleh pasar. Namun pemerintah juga memberikan penekanan untuk harga minyak goreng curah. 

Hal yang perlu diwaspadai, yakni jangan sampai minyak curah pindah ke premium. Kedua, juga perlu diwaspadai mengenai masih adanya cara-cara penimbunan. Moeldoko mengatakan, pemerintah akan menggerakkan Satgas Pangan dengan sungguh-sungguh untuk melakukan tindakan pengawasan di lapangan apabila hal itu terjadi.

Adapun untuk menjamin pasokan minyak goreng curah di pasar, Moeldoko memastikan, pihaknya akan melakukan kontrol ekspor. Kemudian untuk perusahaan-perusahaan besar diharapkan bisa menyisihkan Domestic Market Obligation (DMO) sekitar 20 persen menjadi 30 persen. 

"Maksudnya, dia harus bertanggung jawab atas ketersediaan. Jadi dia tidak boleh hanya ekspor saja. Ini pemerintah akan kontrol di situ. Itu jaminan untuk supply," ucapnya.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler