Syarat Booster untuk Mudik di Saat Capaiannya Masih Sangat Rendah
Di Tangsel ketersediaan vaksin booster bahkan tidak mencukupi.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti, Zainur Mahsir Ramadhan, Haura Hafizhah, Antara
Masyarakat sudah dipastikan boleh melakukan tradisi mudik Lebaran dengan syarat sudah mendapatkan vaksinasi dosis penguat atau booster. Capaian booster di Tanah Air sejak pertama kali digulirkan programnya di pertengahan Januari 2022 memang masih jauh dari target. Dalam catatan Satgas Penanganan Covid-19 capaian vaksinasi booster di Indonesia baru sebesar 6,06 persen dari target 208 juta jiwa.
Di Tangerang Selatan, distribusi vaksin untuk booster masih terkendala. Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengatakan mengalami kendala pada pendistribusian vaksin, sehingga meminta Pemerintah Provinsi Banten dan Kementerian Kesehatan untuk melancarkannya.
"Kami memastikan bahwa booster itu sampai ke masyarakat supaya nanti pada saat diperiksa di perjalanan mereka nggak disuruh balik. Tapi memang ada sedikit kendala yaitu terkait tentang vial, vial saat ini memang agak slow pendistribusiannya," tutur Wakil Wali Kota Tangsel Pilar Saga Ichsan kepada Republika di Kota Tangsel, Kamis (24/3/2022).
Pilar mengatakan, ketersediaan vaksin saat ini dinilai memang kurang. Dia mendorong agar pendistribusian vaksin dapat lebih maksimal sehingga pihaknya bisa melakukan vaksinasi kepada warga secara lebih luas.
"Kami berharap ke Pemerintah Provinsi Banten ataupun Kementerian Kesehatan memberikan vial karena kan di Tangsel ini masyarakat perkotaan banyak yang pulang kampung, tentu butuh di-booster," jelasnya.
Dia meminta ketersediaan vial vaksin di Tangsel dapat segera terealisasi sebelum Ramadhan. Alasannya pelaksanaan vaksinasi biasanya agak lebih tersendat pada bulan Ramadhan.
"Untuk vial kalau bisa sebelum Ramadhan itu diperbanyak lah untuk dikirim ke Tangsel. Apalagi sekarang Ramadhan yang namanya divaksin kan agak sulit pro kontra di masyarakat, walaupun katanya MUI sudah membolehkan, menghalalkan, tapi masyarakat punya keyakinan masing-masing," ungkapnya.
Menurut penuturannya, pihaknya memiliki kapasitas untuk melakukan vaksinasi setidaknya sebanyak 10 ribu dalam sehari. Namun, saat ini realisasinya dinilai masih di bawah angka tersebut. Capaian booster di Tangsel baru 18,3 persen dari target satu juta jiwa.
"Kalau kita di atas 10 ribu orang per hari juga mampu untuk melakukan vaksinasi. Saat ini sangat kurang, jauh daripada bulan-bulan sebelumnya, sedikit sekali," kata dia.
Di DKI Jakarta, capaian booster juga masih sangat jauh dari target. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia, mengatakan, berdasarkan data vaksinasi DKI Jakarta hingga kemarin dosis satu mencapai 12.452.352 orang (123,5 persen), dengan proporsi 70,2 persen merupakan warga ber-KTP DKI dan 29,8 persen warga KTP Non DKI.
Khusus dosis kedua, katanya, mencapai 10.524.130 orang (104,4 persen), dengan proporsi 73,2 persen merupakan warga ber-KTP DKI dan 26,8 persen warga KTP Non DKI. “Untuk vaksinasi dosis ke-3 (booster) juga dilakukan. Total dosis 3 sampai saat ini sebanyak 2.055.460 orang,” kata Dwi dalam keterangannya.
Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Anggara Wicitra Sastroamidjojo, meminta Pemprov DKI untuk mempercepat vaksinasi booster terutama terkait kebijakan mudik. Ia pun mengkritik capaian booster yang lambat.
“Tidak sampai 50 persen. Nah ini kan membingungkan. Padahal akses vaksin di Jakarta lebih mudah daripada di daerah lain,” ujar dia.
Menyoal minat masyarakat yang rendah untuk booster selama ini, dia meminta ada inovasi untuk mendorong percepatan booster di DKI. Dia menyebut, jemput bola door to door ke rumah warga bisa menjadi salah satu inovasi.
“Kami minta inovasi-inovasi dari Pemprov DKI. Coba lakukan sosialisasi masif. Datang ke rumah-rumah. Jemput bola. Kalau perlu, jadikan vaksinasi booster sebagai syarat untuk masuk gedung atau ruang publik. Tenang, kami akan dukung Pemprov DKI,” jelasnya.
Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay mengatakan kebijakan boleh mudik dengan syarat harus sudah vaksin booster akan menjadi persoalan. Sebab, ada banyak masyarakat yang belum mendapat giliran untuk di vaksin booster.
"Kebijakan boleh mudik ini bagus. Sangat aspiratif dan memenuhi tuntutan masyarakat. Apalagi saat ini penyebaran virus Covid-19 sudah lebih terkendali. Namun, untuk mewajibkan masyarakat untuk vaksin booster tidak semua bisa dilaksanakan secara bersamaan," katanya kepada Republika, Kamis (24/3/2022).
Kemudian, ia melanjutkan ada jadwal dan target yang sudah diprogramkan. Dipastikan, tidak semua orang yang hendak mudik sudah dibooster. Bukan karena tidak mau divaksin. Ini lebih pada persoalan waktu dan kapasitas vaksinator di berbagai daerah. Terutama di kota-kota besar yang penduduknya banyak yang akan mudik.
"Kalaupun mereka bekerja keras, rasa-rasanya pasti akan ada keterbatasan. Dalam konteks ini, diharapkan ada kearifan bagi mereka yang belum dibooster ini. Apalagi pelonggaran aturan PPKM sudah banyak yang dilaksanakan," kata dia.
Ia mencontohkan seperti tidak ada kewajiban PCR atau tes usap bagi pelaku perjalanan, penghapusan karantina bagi PPLN, kelonggaran di rumah-rumah ibadah, sekolah, tempat-tempat pertemuan masyarakat dan lain-lain. "Kalau itu bisa dilonggarkan, kewajiban booster ini pun mestinya bisa dikecualikan bagi orang-orang tertentu. Terutama yang belum mendapat giliran untuk divaksin," kata dia.
Ia menambahkan kalau mau memberikan kemudahan, tentu akan sangat membantu. Masyarakat diyakini akan sangat senang. "Meskipun pada saat yang sama akan tetap mendorong percepatan program vaksinasi booster," kata dia.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, syarat vaksin penguat mudik perlu dibarengi dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) serta deteksi dini. "Kalau sudah booster itu lebih baik, namun tentu ini harus dibarengi dengan deteksi dini maupun gerakan 5M, dan ini menjadi sangat penting," katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa moda transportasi pemudik harus betul-betul memperkuat prokes, memperbaiki atau meningkatkan kualitas sirkulasi atau ventilasi udara kendaraan lebih baik. "Kita harus hati-hati dan waspada, bagaimana pun kita harus melihat situasi global meski saat ini kasus di Indonesia melandai, tapi harus kita ketahui bahwa Covid-19 ini belum berakhir," katanya.
Menurut dia, dalam menghadapi Ramadhan dan arus mudik, pemerintah harus membangun literasi sejak dini kepada publik yaitu membangun pemahaman bahwa pandemi belum berakhir dan masih ada potensi varian baru Covid-19 maupun potensi gelombang berikutnya. "Ini artinya kita tidak bisa abai dalam menerapkan mitigasi khususnya dalam 'tracing', surveilans juga prokes," katanya menambahkan.
Ia juga mengingatkan agar aturan yang dibuat harus jelas dari awal misalnya orang yang boleh mudik harus yang sudah vaksinasi penuh, tidak bergejala dan tidak kontak dengan kasus aktif. Kemudian perlu diperjelas apakah perlu dibatasi pada daerah yang menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4, sehingga masyarakat bisa mempersiapkan sejak jauh hari.
Begitu pula dengan prokes di setiap destinasi, infrastruktur dan kesiapan sumberdaya manusia. "Ini sangat penting kita lakukan pelonggaran, selain bertahap dan terukur juga tidak bisa digeneralisasi, lihat kesiapan masing-masing daerah, masing-masing masyarakatnya dalam menerapkan perilaku yang lebih mengadopsi pencegahan. Ini yang harus jadi perhatian," katanya.
Dicky Budiman juga menekankan pentingnya akselerasi vaksinasi dengan harapan setidaknya dapat mencapai 80 persen sebelum Lebaran untuk vaksinasi dosis dua dan 20 persen untuk vaksin penguat.