Terawan Punya Kesempatan Melawan Pemecatan
Pemecatan Terawan dari keanggotaan IDI disebut belum menjadi keputusan definitif.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Nawir Arsyad Akbar
Dalam Muktamar IDI XXXI yang digelar di Banda Aceh akhir pekan lalu, Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan surat keputusan pemecatan kepada mantan Menteri Kesehatan dr Terawan Agus Putranto. Status pemecatan dari keanggotaan IDI ini adalah permanen dengan demikian dr Terawan tidak lagi menjadi anggota IDI pada masa yang akan datang.
Hal ini disampaikan Anggota IDI dr Pandu Riono dalam cuitannya di @drpriono1 dan konfirmasinya kepada wartawan. Dia menyebut kasus pelanggaran etika berat dr. Terawan cukup panjang. Hasil sidang MKEK Pusat IDI pada 8 Februari 2022 disampaikan pada Pengutus Besar IDI kelanjutan hasil MKEK dan Muktamar IDI 2018.
Namun, anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), James Allan Rarung mengatakan, pemecatan Terawan dari keanggotaan IDI belum menjadi keputusan definitif, dan masih ada proses yang harus dijalani. Pimpinan Komisi Etik, Disiplin dan Hukum Muktamar IDI XXXI Banda Aceh 2022 itu menuturkan pemberhentian tetap atau permanen sesuai Anggaran Rumah Tangga (ART) IDI Pasal 8 poin 3 adalah kewenangan Pengurus Besar (PB) IDI.
"Terawan saat ini masih anggota IDI. Pemberhentian nanti sampai jangka waktu 28 hari kerja. Pada Pasal 8 poin 4 ART IDI, disebutkan anggota yang diskors dan atau diberhentikan dapat melakukan pembelaan dalam forum yang ditunjuk. Jadi, masih ada proses," ujar James di Jakarta, Senin (28/3).
James yang sebelumnya menjabat sebagai anggota Biro Hukum, Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI menuturkan, sejak ada keputusan MKEK IDI, masih ada proses lanjutan lagi sesuai Pasal 8 poin 4 ART IDI. Proses selanjutnya adalah harus melalui Rapat Pengurus Besar, Rapat Musyawarah Pimpinan Pusat (MPP) dan Rapat Pimpinan Eksekutif Pengurus Besar IDI untuk membahas masalah pemecatan Terawan dari keanggotaan IDI.
Jika rapat-rapat tersebut sepakat mengeluarkan surat keputusan pemberhentian, Ketua Umum Pengurus Besar IDI dapat mengeluarkan surat resmi terkait pemberhentian tersebut dan menandatanganinya. Proses tersebut dapat mulai berjalan jika dalam kurun 28 hari kerja, PB IDI sudah terbentuk dan dilantik.
James mengatakan, setelah keluar surat pemberhentian secara resmi, Terawan dapat menggunakan haknya untuk melakukan pembelaan sesuai ART IDI Pasal 8 poin 4. "Prosesnya masih panjang dan segala sesuatu yang baik dapat terjadi selama proses tersebut. Oleh karena itu, marilah kita sama-sama cooling down dan menenangkan semua pihak yang bisa saja tidak memahami proses internal IDI kita, lalu banyak berkomentar, apalagi lebih disayangkan bahwa itu dilakukan juga oleh sesama anggota IDI," ujarnya.
Ia menuturkan, kasus Terawan tersebut jika dibiarkan berlarut-larut, berpotensi besar 'ditunggangi' oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan sesaat dan instan. Dan dapat membuat masyarakat terpengaruh oleh informasi yang berseliweran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
James mengajak semua pihak untuk bersama-sama menenangkan gejolak masalah itu dan memberikan penjelasan yang objektif tentang permasalahan pemecatan Terawan di IDI. "Jangan sampai kasus Dr Terawan menjadi 'liar', di mana bisa ditunggangi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu yang dapat menyebabkan masyarakat salah paham dengan para dokter atau IDI," katanya.
James mengatakan, BHP2A IDI sudah bekerja maksimal sebelum muktamar dengan meminta Ketua Umum PB IDI untuk menggelar sidang lagi dalam rangka memberikan kesempatan kepada Terawan untuk memberikan penjelasan sebelum ada pembahasan dan keputusan dalam Muktamar IDI Banda Aceh, Provinsi Aceh. Lalu, Ketua Umum PB IDI memberikan kesempatan, meskipun sebenarnya MKEK tetap tidak mau karena sudah mereka putuskan.
Baca juga : Legislator Sayangkan Pemecatan Dokter Terawan oleh IDIv
Karena perintah Ketua Umum kepada BHP2A untuk melakukan pembelaan sebelum Muktamar, akhirnya MKEK bersedia. Namun, lanjut James, dua kali dilayangkan undangan kepada Terawan pada awal Maret 2022, sayangnya Terawan tidak menggunakan haknya untuk membela diri.
"Perlu diketahui oleh semua pihak, termasuk masyarakat bahwa tidak ada perbuatan kesewenang-wenangan oleh IDI dalam kasus ini. Semuanya sudah melalui proses panjang, jika ditambah dengan dua kali undangan terakhir untuk memberikan kesempatan kepada Dr Terawan menggunakan haknya untuk membela diri, totalnya sudah tiga kali sejawat Dr Terawan diundang," katanya.
Ia berharap agar dalam proses ke depannya, Terawan dapat hadir apabila diberikan kesempatan sesuai Pasal 8 poin 4 ART IDI. Sehingga, semua pihak dapat tenang dan masalah bisa terselesaikan dengan baik.
Pemecatan Terawan oleh IDI menuai kecaman dari kalangan DPR. Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menyatakan, pemecatan Terawan tidak bisa dibiarkan karena bisa menjadi preseden di dunia kedoteran pada masa depan.
"Muktamar semestinya dijadikan sebagai wadah konsolidasi dan silaturahim dalam merajut persatuan. Kok ini malah dijadikan sebagai wadah pemecatan, permanen lagi," ujar Saleh lewat keterangannya, Senin (27/3).
Saleh meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengambil tindakan terkait hal tersebut. Menurutnya, berbagai persoalan dan isu yang beredar harus diselesaikan melalui dialog yang baik.
"Kalau dari pengalaman saya itu, saya merasakan tidak ada masalah sama sekali dengan dr. Terawan. Dia bekerja secara profesional, kita ditangani dengan baik," ujar Saleh.
Saleh khawatir pemecatan Terawan jadi predeseden dan akan menyusul lagi pemecatan-pemecatan berikut dengan berbagai alasan lain.
"Bagaimana tidak? Mantan menteri kesehatan saja bisa dipecat, apalagi yang lain. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, tidak boleh tinggal diam, mohon ini difasilitasi dan didamaikan," ujar Saleh.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad juga menyayangkan sikap IDI yang memutuskan untuk memecat Terawan dari keanggotaannya. Menurutnya, hal tersebut dapat berbahaya bagi dunia kedokteran Indonesia.
"Menurut saya sangat berbahaya bagi dunia kedokteran, tetapi saya sudah pelajari dengan seksama soal pemecatan ini. Setelah saya pelajari bisa kita nyatakan pemecatan ini tidak sah," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/3).
Pemecatan Terawan dinilainya tidak sah karena itu baru merupakan rekomendasi dari Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Lalu, kepengurusan PB IDI saat ini berstatus demisioner.
"Pengurus lama sudah demisioner, yang baru belum dilantik. Lalu kemudian itu (keputusan pemecatan Terawan) kemudian dibacakan di forum muktamar oleh perangkat yang tidak jelas, sehingga menimbulkan kegaduhan," ujar Dasco.
Kendati demikian, ia yakin Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin akan mencari solusi terhadap pemecatan keanggotaan Terawan di IDI. Pasalnya, ia menilai bahwa mantan menteri Kesehatan iti memiliki kontribusi besar di dunia kedokteran Indonesia.
"Tidak kalah penting karena ini sudah gaduh, saya akan minta pihak kepolisian untuk menyelidiki oknum yang membuat kegaduhan ini dan proses secara hukum. Karena kejadian-kejadian seperti ini tidak boleh terulang," ujar Dasco.
Adapun, Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengaku heran dengan langkah IDI yang memecat Terawan dari keanggotaan. Pasalnya, kerja mantan Menteri Kesehatan itu di bidang kesehatan memiliki banyak manfaat yang dirasakan oleh publik.
Salah satunya adalah inovasi terapi cuci otak atau Digital Subtraction Angiography (DSA). Serta, vaksin Nusantara gagasan Terawan yang berasal dari sel dendritik dan diketahui dapat mencegah Covid-19.
"Tentu hal semacam ini harus betul kita apresiasi dan jangan sampai justru dipakai jadi alasan untuk memecat Pak Terawan karena faktor-faktor yang bisa dikomunikasikan antara MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) IDI dan dokter Terawan," ujar Melki kepada wartawan, Ahad (27/3).
Atas kejadian ini, DPR disebutnya akan mengevaluasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran dan Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Hal itu dilakukan guna menyempurnakan pelayanan kesehatan serta peran dari profesi dokter di Indonesia.
"Ini bisa kita lakukan dalam rangka menyempurnakan kondisi pelayanan kesehatan Tanah Air termasuk bagaimana peran dari profesi," ujar Melki.