Polri ke Pendeta Saifuddin Ibrahim: Berani Berbuat, Berani Bertanggung Jawab

Sampai saat ini penyidik belum tahu keberadaan Saifuddin Ibrahim usai jadi tersangka.

Tangkapan layar
Pendeta Saifuddin Ibrahim meminta 300 ayat Alquran dihapus.
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri telah menetapkan Saifuddin Ibrahim sebagai tersangka kasus penistaan agama. Polisi meminta agar pendeta asal Bima Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi warga negara Indonesia yang taat hukum dan hadir ruang penyidikan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan menegaskan, sampai saat ini, tim penyidik belum mengetahui pasti keberadaan tersangka Saifuddin Ibrahim. Sementara ini, penyidik menerima informasi keberadaannya di Amerika Serikat (AS) dan belum kembali ke Indonesia.

Sebab itu, kata dia, sebelum penyidik menerbitkan status red notice, kepolisian meminta agar tersangka kembali ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.

“Kami (Polri) sampaikan kepada saudara SI (Saifuddin Ibrahim), untuk dapat mematuhi aturan hukum. Sebagai warga negara Indonesia (WNI), harus berani berbuat, harus berani mempertanggungjawabkan apa yang telah dia perbuat. Dan kami melihat bahwa saudara SI, memonitor penanganan kasus ini,” ujar Ramadhan, Rabu (30/3).

Polri menjanjikan penyidikan yang tuntas sampai pada proses hukum di pengadilan terkait penistaan agama Islam yang dilakukan oleh pendeta Saifuddin ini. “Dengan ditetapkannya saudara SI sebagai tersangka penistaan agama, dan ujaran kebencian berdasarkan SARA, tentu segala upaya pasti akan dilakukan oleh penyidik, untuk mengungkap kasus ini sampai tuntas,” ujar Ramadhan.

Saifuddin ditetapkan tersangka penistaan agama, ujaran kebencian, serta kabar bohong dan penyebaran informasi yang memicu kerusuhan, juga pencemaran nama baik. Ramadhan menerangkan untuk sementara penyidik menjeratnya sebagai tersangka Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang ITE. Dan Pasal 156 KUH Pidana atau Pasal 156 a KUH Pidana dan Pasal 14 ayat (1) ayat (2), serta Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. “Ancamannya enam tahun penjara,” begitu kata Ramadhan.  

Dalam penyidikan berjalan, Ramadhan menerangkan, tim di Dirtipid Siber Bareskrim Polri, sudah memeriksa sedikitnya 13 orang saksi. Termasuk, kata dia, memeriksa sebanyak sembilan orang saksi, dan empat ahli agama, ilmu pidana, maupun bahasa. Proses pengusutan berjalan, juga kata dia, sudah mengantongi bukti-bukti tentang penistaan agama, dan ujaran kebencian yang dilakukan oleh Saifuddin.

“Penyidik akan melanjutkan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lainnya, dan bekerjasama dengan instansi lain terkait dengan penanganan, serta keberadaan tersangka SI ini,” ujar Ramadhan.

Penistaan agama yang dilakukan Pendeta Saifudin Ibrahim ini terjadi pekan lalu, ketika ia menyampaikan terbuka, agar Kementerian Agama (Kemenag) menghapus 300 ayat suci dalam Alquran. Menurut dia, ayat-ayat itu adalah menjadi penyebab suburnya paham radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Saifudin Ibrahim juga mengatakan, pondok pesantren, dan madrasah yang ada di Indonesia merupakan lembaga pendidikan pencetak terorisme, dan radikalisme.

Baca Juga


Pernyataan permintaan tersebut, dilayangkan Pendeta Saifudin Ibrahim via kanal media sosial (medsos) Youtube.

Atas pernyataan tersebut, kalangan masyarakat mengecamnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan si pendeta yang dulunya dikabarkan bergama Islam tersebut layak untuk dipolisikan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler