Panja Vaksin DPR Pertanyakan Penduduk Muslim tak Dapat Haknya

Anggota Panja mempertnyakan, Zifivax mengapa tidak dimasukkan dalam daftar booster.

REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 ke warga saat pelaksanaan vaksinasi Covid-19 massal di gedung PPAG Universitad Parahyangan, Jalan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (25/3/2022).
Rep: Antara Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Nur Nadlifah menyatakan, masyarakat meminta agar pemerintah menyiapkan vaksin halal untuk vaksin lanjutan (booster). Hal itu lantaran tiga vaksin booster yang disediakan belum mendapatkan fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).


"Mencermati permintaan masyarakat untuk disediakan vaksin halal, saya rasa Kemenkes harus segera menyediakan vaksin halal, apalagi syarat mudik tahun ini seluruh masyarakat wajib booster," kata Nadlifah dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan di kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (31/3/2022).

Anggota Panitia kerja (Panja) Pengawasan Vaksin Komisi IX DPR itu juga mempertanyakan alasan Kemenkes tidak memasukkan vaksin yang sudah diberi fatwa halal sebagai vaksin booster yang disediakan pemerintah. "Kenapa tidak memasukkan vaksin halal sebagai pilihannya. Bagaimana tanggung jawab moral yang diberikan pemerintah," kata Nadlifah menanyakan.

Politikus PKB itu merasa heran, ada vaksin yang sudah jelas, baik secara klinis dan halal, tapi tidak dimasukkan dalam daftar vaksin booster. Nadlifah mempertanyakan tanggung jawab moral pemerintah, yang mana negara mayoritas penduduknya Muslim, justru tidak mendapatkan haknya.

"Menurut penelitian vaksin Zifivax bagus, mengapa tidak dimasukkan dalam daftar. Sedangkan vaksin yang barusan keluar justru dimasukkan dalam daftar. Kalau dulu kita bertaruh nyawa untuk memperebutkan vaksin. Sekarang situasi sudah berbeda,' jelas Nadlifah.

Anggota Panja Pengawasan Vaksin lainnya, Saleh Partaonan Daulay meminta Kemenkes dapat segera menyediakan vaksin Covid-19 yang sudah dinyatakan halal oleh MUI. "Vaksin Halal adalah hak warga negara, dan negara wajib melindungi," ujar politikus PAN tersebut.

Menanggapi desakan vaksin halal, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalusia mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan negara Uni Emirat Arab (UEA) terkait kehalalan vaksin Pfizer. "Terkait dengan vaksin halal, atas arahan dari RDP ada berita bahwa vaksin booster sudah mendapatkan halal di UEA, kami hari ini sudah berkoordinasi dengan UEA menanyakan status kehalalan vaksin tersebut," kata Lucia.

Baca juga : Tanpa Vaksin Booster, Pemudik Tetap Harus Tes Antigen/PCR

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler