Survei: Generasi Muda Belum Siap Jadi Bagian dari Bonus Demografi

Generasi muda tak menyadari potensi mereka sebagai bonus demografi

ANTARA FOTO
Pemuda (ilustrasi). Generasi muda tak menyadari potensi mereka sebagai bonus demografi
Rep: Novita Intan Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Indonesia tengah mengalami fase bonus demografi yang akan memiliki dampak signifikan terhadap sektor ekonomi, sosial, budaya, hingga faktor keamanan negara dalam beberapa waktu ke depan. 

Baca Juga


Tetapi faktanya masih terdapat banyak anak muda Indonesia yang belum menyadari bahwa mereka adalah bagian dari bonus demografi dan tidak mengetahui apa yang harus mereka siapkan.  

Mengacu hasil Survei Bonus Demografi GueMuda yang diadakan pada 21 sampai 29 Maret 2022 dengan menggunakan metode purposive sampling diketahui, dari 405 responden yang berasal dari generasi Z dan milenial Indonesia, terdapat 37 persen responden yang tidak menyadari bahwasannya mereka merupakan bagian dari periode bonus demografi. 

Survei yang dilakukan di tujuh kota besar meliputi: Jabodetabek, Medan, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, dan Surakarta ini juga menunjukkan, masih cukup banyak responden yang tidak yakin bahwa mereka telah melakukan manajemen yang baik untuk menyongsong masa depan dengan prosentase 42,5 persen.

Padahal, mayoritas responden yang mengetahui istilah dan definisi bonus demografi mencapai angka 66,4 persen. 

“Melalui data tersebut kami ingin menyampaikan bahwa masih terdapat gap yang cukup besar terkait pemahaman mengenai pentingnya bonus demografi kalangan anak muda, sehingga mereka tidak mempersiapkannya dengan baik. Padahal, periode Bonus Demografi di Indonesia sudah di depan mata," ujar Direktur Program GueMuda, Rizky Adriyantho, Rabu (31/3/2022). 

Bonus Demografi merupakan fenomena yang memiliki dampak signifikan terhadap akselerasi kondisi ekonomi suatu negara yang terjadi akibat perubahan struktur populasi penduduk, jumlah penduduk usia produktif yang dimiliki negara tersebut lebih banyak dibandingkan dengan usia yang tidak produktif, serta ditunjang pula pada perubahan angka kelahiran yang tinggi ketimbang jumlah kematian penduduk.   

 

Populasi penduduk produktif yang dimaksud, dikelompokkan pada usia 15 tahun hingga 64 tahun. Sementara populasi yang non-produktif dikelompokkan pada usia kurang lebih 15 tahun dan lebih kurang 64 tahun. 

Indonesia sendiri diyakini telah memasuki fase bonus demografi pada 2012 ketika 100 penduduk usia produktif menanggung kurang dari 50 penduduk usia tidak produktif.

Hal ini kian diperkuat melalui data populasi penduduk yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), di mana per akhir 2021 jumlah penduduk usia produktif Indonesia berada pada angka 188,9 juta atau 69,3 persen dibandingkan total jumlah penduduk angka 272,7 juta jiwa. 

Rizky menjelaskan kesadaran Generasi Z dan Milenial terhadap Bonus Demografi sejatinya bisa menjadi katalisator untuk mengetahui posisi awal Indonesia di dalam perancangan cetak biru atau blueprint pada sektor ekonomi, sosial, budaya dan keamanan dalam beberapa waktu ke depan.   

Berangkat dari hal tersebut, dia pun mengimbau agar seluruh pihak menempatkan urgensitas bonus demografi kareba jendela kesempatan pemanfaatan fenomena ini Indonesia akan berakhir pada 2035-2037 atau ketika jumlah tanggungan 100 penduduk usia produktif sudah lebih dari 50 orang lagi. 

"Saya khawatir jika kita tidak bersama-sama menyiapkan mutu pendidikan yang baik bagi anak muda, Indonesia akan melewatkan peluang Bonus Demografi. Lebih buruk lagi, tantangan ini akan berdampak pada ketergantungan negara kita pada output sektor pendidikan seperti teknologi, ekonomi dan hingga ketersedian pangan, sehingga menimbulkan potensi krisis-krisis baru," ucapnya. 

Demi mengoptimalkan potensi Bonus Demografi, Rizky melanjutkan, sudah seyogyanya seluruh pihak termasuk pemangku kebijakan dapat segera duduk bersama untuk menyiapkan sekaligus menentukan cetak biru (blueprint) yang komprehensif dan koheren terhadap pemberdayaan anak muda Indonesia, demi menopang sektor-sektor penting seperti ekonomi. 

Apalagi kata dia, capaian produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2021 sebesar Rp 16.970,8 triliun, dengan pertumbuhan ekonomi kisaran 3,69 persen dan tingkat inflasi yang masih terjaga angka 1,87 persen. 

Persiapan ini, Rizky bilang, dapat mencontoh Korea Selatan yang mampu menyiapkan anak mudanya dalam menghadapi fase Bonus Demografi. 

Baca juga: Tentara Israel Paksa Diplomat Muslim Taiwan Baca Alquran

Walau pernah menjadi salah satu negara paling miskin di dunia di era pasca Perang Dunia II, kata Rizky, nyatanya Korea Selatan pada 1950-an mampu mengubah kebijakan pendidikannya dari pendidikan wajib menjadi pendidikan berorientasi produksi.

Hasilnya, tingkat kehadiran usia anak di sekolah melesat jadi 97 persen pada 1990 dan ekonomi Korea Selatan berada pada urutan 11 di negara anggota G20. 

 

"Kita mesti bersama-sama membangun iklim pendidikan yang bisa membuat anak-anak muda saat ini lebih produktif. Ini sebenarnya cocok karena salah satu temuan survei melalui GueMuda.com hampir 50 persen total responden ingin membuka usaha atau berbisnis sebagai mata pencaharian utama," ucapnya.     

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler