Ukraina Ingin Sanksi-Sanksi pada Rusia Cukup Menghancurkan

Ukraina ingin sanksi ekonomi pada Rusia cukup menghancurkan hingga hentikan perang

AP/Efrem Lukatsky
Sebuah gedung apartemen yang rusak berat menyusul serangan Rusia di pusat Borodyanka, Ukraina, Rabu, 6 April 2022. Pihak berwenang Ukraina menyelidiki akibat mengerikan dari dugaan kekejaman Rusia di sekitar Kyiv, saat kedua belah pihak bersiap untuk serangan habis-habisan. Pasukan Moskow untuk merebut timur industri Ukraina.
Rep: Lintar Satria Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, LVIV -- Ukraina ingin sanksi-sanksi ekonomi pada Rusia cukup menghancurkan negara itu hingga bisa menghentikan perang. Sebelumnya Kiev menuduh sejumlah negara memprioritaskan uang dibanding menghukum pembunuh warga sipil.

Negara-negara Barat menuduh Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan negara-negara demokrasi harus menolak minyak Rusia dan memblokir bank-bank negara itu dari sistem keuangan internasional.

Setelah foto-foto barisan mayat warga sipil di jalanan Kota Bucha memicu kecaman internasional. Zelenskyy mengatakan pasukan Rusia mencoba menutupi bukti kekejaman mereka.

"Kami mendapatkan informasi militer Rusia mengubah taktik dan mencoba menyingkirkan orang-orang yang telah mereka bunuh dari jalanan dan ruang bawah tanah, ini merupakan upaya untuk menyembunyikan bukti dan tidak lebih dari itu," kata Zelenskyy dalam rekaman video hariannya, Kamis (7/4/2022).
N
Namun Presiden Ukraina itu tidak memberikan bukti pernyataannya tersebut. Moskow membantah mengincar rakyat sipil dan mengatakan foto-foto mayat di Bucha adalah rekayasa untuk membenarkan sanksi-sanksi terhadap Rusia dan mengeluarkan perundingan damai dari jalurnya.

Invasi Rusia yang sudah berlangsung selama enam pekan memaksa lebih dari 4 juta warga Ukraina mengungsi ke luar negeri, ribuan lainnya terluka atau terbunuh, lebih dari seperempat populasi tuna wisma, mengubah kota-kota jadi reruntuhan dan memicu sanksi-sanksi negara-negara Barat pada elit dan perekonomian Rusia.

Pada Rabu (6/4/2022) kemarin Washington mengumumkan sanksi baru yang mencakup dua putri Presiden Rusia Vladimir Putin dan Sberbank. Langkah terbaru juga melarang warga Amerika berinvestasi di Rusia.

AS juga ingin Rusia dikeluarkan dari forum negara pendapatan tinggi, Group of 20 (G20) dan memboikot sejumlah pertemuan G20 di Indonesia bila pejabat Rusia hadir. Namun kepala kantor Kepresidenan Ukraina Andriy Yermak mengatakan sekutu harus bertindak lebih banyak.

"Sanksi-sanksi pada Rusia harus cukup menghancurkan bagi kami untuk mengakhiri perang mengerikan ini," katanya.

"Tujuan saya adalah memberlakukan embargo pada pasokan teknologi, peralatan, mineral dan bijih besi (dan) unsur logam langka dwifungsi Rusia dan menghentikan produksi senjata Rusia," tambahnya.


Baca Juga


Sebelumnya Zelenskyy kritis terhadap beberapa pihak di Barat. "Satu-satunya kelemahan kami adalah pendekatan prinsipil beberapa pemimpin, mereka yang masih berpikir perang dan kejahatan perang sesuatu yang tidak seburuk kerugian finansial," katanya pada pemimpin parlemen Irlandia.

Diplomat-diplomat Uni Eropa gagal untuk menyetujui sanksi baru. Salah satu sumber mengatakan sebabnya terdapat masalah teknis yang masih perlu dibahas seperti apakah larangan batu bara akan berdampak pada kontrak-kontrak yang sudah ada.

Hungaria yang merupakan anggota Uni Eropa mengatakan siap bertemu dengan Rusia untuk membayar gas dengan rubel. Sikap yang berbeda dari blok tersebut Uni Eropa dan menegaskan ketergantungan benua itu pada impor Rusia menjadi alasan mereka masih menahan diri untuk memberlakukan sanksi yang lebih keras pada Kremlin.

Kilang minyak milik negara, Cina yang memiliki hubungan dekat dengan Moskow, tetap menghormati kontrak-kontrak minyak dengan Rusia yang sudah ada. Tapi menghindari membuat kontrak baru walaupun mendapatkan diskon. Enam orang sumber mengatakan Beijing berhati-hati meningkatnya sanksi Barat pada Rusia.

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler