Tradisi Bangunkan Orang Saat Sahur, Dari Mana Asalnya?

Berbagai tradisi yang dilakukan selama Ramadhan perlahan memudar.

palestinenewsgazette.com
Musharati menabuh genderang dan membangunkan sahur warga Muslim di Jerusalem.
Rep: Umar Mukhtar Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Berbagai tradisi yang dilakukan selama Ramadhan perlahan memudar. Namun di beberapa tempat di dunia Muslim, dua kebiasaan khusus selama Ramadhan telah bertahan dari serangan teknologi.

Dua itu ialah penembakan meriam untuk mengumumkan berbuka puasa dan memanggil orang-orang di Sahur dengan mengelilingi jalan-jalan. Selama berabad-abad terakhir, penembakan meriam dari tempat yang tinggi di sebuah kota adalah satu-satunya cara untuk mengingatkan orang-orang bahwa sudah waktunya untuk berbuka puasa.

Itu jelas telah memberikan karakter yang berbeda pada bulan suci Ramadhan. Asal usul tradisi tersebut memiliki beberapa versi. Namun secara luas diyakini bahwa pada masa pemerintahan Mamluk, yang memerintah Mesir, Suriah, dan Palestina dari tahun 1250 hingga 1517, penembakan meriam untuk menandakan berbuka puasa dimulai di Mesir.

Sedangkan yang lain menelusuri akarnya ke Kekaisaran Ottoman. Terlepas dari versi mana yang benar, tradisi itu diadopsi secara luas di seluruh dunia Muslim. Sementara, tradisi membangunkan orang-orang untuk sahur, yang dikenal sebagai Mesaharatis, yang berkeliaran di jalan-jalan memberikan pengingat makan sahur sebelum fajar, masih bisa dilihat.

Lagu 'Ya Ebadallah, Wahhidullah, Eshi Ya Nayem, Wahhid Al-Razzaq' (Wahai hamba-hamba Allah, beriman kepada Keesaan Allah, bangun dan berdoa kepada Allah, Pemelihara) cukup populer di kalangan Mesaharatis di dunia Arab.

Menurut beberapa sumber, Mesaharati pertama yang tercatat adalah Otba bin Ishaq yang berjalan-jalan di Kairo untuk mengingatkan orang-orang tentang waktu sahur pada tahun 853 M. Tradisi ini masih dipraktekkan di beberapa negara Muslim, termasuk Arab Saudi, UEA, Mesir, Sudan, Suriah, Sudan, Maroko, Kuwait, Yordania, Lebanon, Palestina, Yaman, Bangladesh, dan negara lain termasuk Indonesia tetapi dengan konsep yang agak berbeda.

Di Indonesia, tradisi membangunkan orang-orang untuk sahur dengan berkeliling di jalanan masih tampak dilakukan oleh sekelompok anak-anak muda. Mereka biasanya meneriakkan kata 'sahur', diiringi suara tabuhan alat-alat musik.

Masing-masing negara memiliki tradisi Mesaharati sendiri dan lagu atau doa yang mereka nyanyikan saat mereka berjalan di sekitar lingkungan untuk membangunkan penduduk. Meskipun teknologi baru telah masuk, tradisi Mesaharati tetap hidup. Dan benar adanya.

Baca Juga


 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler