Krisis Suriah, Tak Ada Makanan Atau Minuman Tradisional Lagi Saat Ramadhan
Konflik hingga melonjaknya harga pangan membuat warga Suriah kesulitan.
REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Ramadhan di Suriah pada tahun ini dirasakan sangat jauh berbeda dari bulan suci di tahun-tahun sebelumnya. Konflik hingga melonjaknya harga pangan membuat warga Suriah kesulitan, bahkan hanya untuk membuat makanan atau minuman tradisional Ramadhan mereka, seperti roti maarouk atau jus licorice dan asam.
“Ada kebiasaan konsumen yang hilang dari sebagian besar keluarga di Aleppo selama Ramadhan karena melonjaknya harga makanan,” kata salah seorang warga, Younis dilansir dari Enab Baladi, Selasa (12/4/2022).
Harga makanan seperti Maarouk melonjak tinggi mulai dari 8.000 pound atau Rp 28 ribu dan harga roti isi mencapai 15 ribu pound atau sekitar Rp 57 ribu. Hingga harga untuk satu liter minuman licorice dan jus tamarind (asam) yang juga melonjak. Pengeluaran seperti itu disebut tidak sesuai dengan kemampuan pembelian Younis karena gajinya hampir tidak cukup untuk makan selama sebulan penuh.
Younis mengaku sedang menunggu kiriman uang dari salah satu kerabat atau temannya di luar Suriah sehingga dia dapat membeli apa pun yang dia inginkan selama Ramadhan.
“Kami tidak dapat membeli Maarouk karena keluarga besar saya membutuhkan setidaknya dua roti, dan ini berarti biaya minuman maarouk dan licorice tanpa asam akan menjadi 12 ribu pound Suriah (Rp 43 ribu) per hari dan 360 ribu pound Suriah (Rp 1,2 juta) per bulan," ujarnya.
"Biaya seperti itu hampir dua kali lipat nilai gaji saya di pelayanan publik. Saya tidak mampu membelinya karena pencarian saya adalah mengamankan kebutuhan dasar untuk sahur,” tambah Younis.
Harga melonjak di bulan Ramadhan
Kenaikan harga bahan baku membuat harga makanan Ramadhan melonjak, tetapi toko kue yang mengkhususkan diri pada roti maarouk masih memproduksi dan menjualnya dengan harga berbeda. Harga sekantong tepung (50 kilogram) telah mencapai 90 ribu pound Suriah (Rp 258 ribu), dan mungkin akan naik lebih dari itu pada periode mendatang karena kekurangan bahan seperti minyak goreng.
Salah seorang pemilik toko kue di lingkungan Salahuddin di Aleppo, Issam (51 tahun) mengatakan harga tepung tidak tetap dan minyak tidak lagi tersedia seperti sebelumnya. Dengan sedikit pelanggan selama minggu pertama Ramadhan, Issam tetap bekerja di tokonya, yang meliputi empat toko roti yang memproduksi maarouk, baguette, dan kue kering seperti croissant dan petit four.
"Harga gas memasak untuk restoran meningkat, karena kami dulu menukar tabung gas dengan 190 ribu pound Suriah (sekitar Rp 646 ribu) dan kadang-kadang 210 ribu (Rp 789 ribu), tetapi sekarang harganya telah meningkat menjadi 240 ribu Pound Suriah (Rp 933 ribu)," katanya.
Kenaikan harga di kota Aleppo telah membuat sebagian besar keluarga kehilangan hidangan utama untuk berbuka puasa. Tetapi selama bulan Ramadhan saat ini, keluarga-keluarga ini puas dengan satu kali makan sebagai hidangan buka puasa untuk keluarga yang terdiri dari lima orang.