Kasus Minyak Goreng Langka dan Harga tak Wajar, Dirjen Kemendag Jadi Tersangka

Tiga orang dari produsen minyak goreng juga ditetapkan tersangka oleh Kejagung.

Pusat Penerangan Hukum Kejagung
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardahana memakai rompi tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian izin fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) 2021-2022 oleh Kejaksaan Agung pada Selasa (19/4/2022). Kasus ini menurut Kejagung yang menyebabkan minyak goreng mengalami kelangkaan dan kenaikan harga yang tidak wajar.
Rep: Bambang Noroyono, Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri pada Kementerian Perdangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana (IWW), sebagai salah satu tersangka dugaan korupsi pemberian izin fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) 2021-2022. Tiga tersangka lainnya dalam kasus ini pihak swasta yakni Stanley MA (SMA), Master Parulian Tumanggor (MPT), dan Pierre Togar Sitanggang (PT).

Baca Juga


Penetapan keempat tersangka tersebut, buntut dari proses penyidikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terkait kelangkaan, dan pelambungan harga tak wajar minyak goreng di masyarakat. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan, keempat tersangka tersebut, Selasa (19/4/2022) resmi ditahan.

Stanley MA ditetapkan tersangka selaku Senior Manager Corporate PT Permata Hijau. Master Parulian Tumanggor ditetapkan tersangka selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia. Dan Pierre Togar Sitanggang, ditersangkakan terkait perannya selaku General Manajer PT Musim Mas. 

“Hari ini, adalah langkah hadirnya negara untuk mengatasi, dan membuat terang apa yang sebenarnya terjadi tentang kelangkaan, dan kenaikan harga minyak goreng yang terjadi sejak akhir 2021 lalu,” begitu kata dia, saat konfrensi pers di Gedung Kejakgung, Jakarta, Selasa (19/4/2022).

Burhanuddin menerangkan, peran keempat tersangka dalam kasus ini, patut dinilai sebagai salah satu penyebab terjadinya kelangkaan, dan kenaikan harga tak wajar minyak goreng di masyarakat. Dikatakan dia, dari hasil penyidikan terungkap, adanya komunikasi antara perusahaan-perusahaan produsen CPO dan turunannya itu, dengan pihak-pihak di Kemendag.

Komunikasi itu meminta agar Kemendag, memberikan izin ekspor terhadap sejumlah produsen CPO, dan eksportir minyak goreng. Padahal, kata Jaksa Agung, diketahui para perusahaan pemohon izin ekspor tersebut, tak menjalankan perintah undang-undang, dan aturan pemerintah tentang syarat, dan kewajiban korporasi dalam produksi CPO, dan turunanya.

Pihak-pihak perusahaan tersebut tak mengindahkan syarat pendistribusian CPO, dan turunannya agar sesuai dengan harga penjualan di dalam negeri (DPO). Juga, kewajiban perusahaan mendistribusikan 20 persen hasil produksi minyak goreng sebagai salah satu turunan CPO, untuk diedarkan memenuhi kebutuhan rakyat di pasar dalam negeri.

“Adanya permufakatan jahat antara pemohon, dan pemberi izin, dalam proses persetujuan ekspor tersebut. Dan dikeluarkannya izin ekspor kepada eksportir CPO dan turunannya, yang seharusnya itu ditolak,” begitu kata Jaksa Agung.

Burhanuddin mengungkapkan, dalam kasus ini, tersangka SMA, MPT, dan PP mewakili perusahaan masing-masing, menjalin pembicaraan dengan IWW selaku penyelenggara negara di Kemendag. Komunikasi tersebut, terkait dengan pemberian izin ekspor yang tidak seharusnya dterbitkan. 

“Perbuatan tersangka IWW sebagai pejabat eselon satu telah menerbitkan secara melawan hukum persetujuan ekspor terkait komoditas CPO, dan produk turunanya kepada Permata Hijau Group, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Indonesia Asahan, dan PT Musim Mas,” begitu kata Burhanuddin.

Jaksa Agung menerangkan, untuk sementara perbuatan para tersangka itu melanggar Pasal 54 ayat (1) a, dan ayat 2 a,b,e, dan f Undang-undang (UU) 7/2014 tentang Perdagangan. Namun, kata Burhanuddin, dalam proses penyidikan, diyakini, ada terjadi praktik suap, dan gratifikasi dalam pemberian izin ekspor tersebut.  

“Yang sementara kita tetapkan tersangka ini, adalah terkait dengan perbuatan melawan hukumnya. Kita masih mendalami tentang adanya dugaan-dugaan suap, maupun gratifikasi terkait kasus ini,” kata Burhanuddin menambahkan.

Ia pun memastikan, penetapan keempat nama itu menjadi tersangka, merupakan proses awal dari hasil penyidikan berjalan. Sebab dikatakan dia, langkah penegakan hukum terkait pengungkapan kasus tersebut, masih terus didalami.

Sampai saat ini, kata dia, penyidikan berjalan baru memeriksa sebanyak 19 saksi-saksi, dan pendalaman sebanyak 519 dokumen-dokumen izin ekspor. “Siapapun yang terlibat, dan jika kita temukan ada alat-alat bukti yang cukup, kita akan tindak tegas. Saya pastikan, tidak memandang siapapun, jika ada keterlibatan, dan alat bukti, saya tidak akan segan,” tegas Burhanuddin.

 

 

 


Saat rapat kerja bersama Komisi VI DPR, Kamis (17/3/2022), Mendag Luthfi menjanjikan akan membongkar keberadaan mafia minyak goreng yang membuat harga di pasaran melambung tinggi dan langka. Bahkan, Luthfi mengatakan, sudah mengantongi sejumlah nama mafia migor yang akan ditetapkan tersangka oleh kepolisian.

“Hari Senin (21/3/2022) sudah ada calon TSK-nya,” kata Luthfi meyakinkan.

Akan tetapi, pada Senin (21/3/2022), polisi memastikan tak ada penetapan tersangka. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, pengungkapan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi soal keberadaan mafia migor yang menjadi penyebab kelangkaan dan harga melambung masih sebatas informasi awal proses penyelidikan.

 

Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) kemudian mengajukan gugatan terhadap Mendag M Luthfi ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa (29/3/2022). Luthfi digugat praperadilan mengenai pembatalan penetapan tersangka mafia minyak goreng.

"Saya mengajukan gugatan praperadilan melawan Menteri Perdagangan dan Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan atas kasus mafia minyak goreng," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.

Boyamin mengatakan gugatan itu dilayangkannya usai menguatnya kelangkaan minyak goreng yang diduga disebabkan aksi mafia. Para mafia ini diduga menimbun minyak goreng dalam jumlah besar agar mempengaruhi harga.

"Sangat disayangkan oknum-oknum tersebut mempermainkan stok dan harga minyak goreng sehingga masyarakat kesulitan mendapatkannya," ujar Boyamin.

Boyamin mendesak PKTN Kemendag sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) harusnya bisa melakukan penyidikan dengan langka dan mahalnya minyak goreng. Ia menyebut ada 73 penyidik yang punya kapasitas melakukan penyidikan di PKTN Kemendag.

"Ini minyak curah subsidi dilarikan ke industri menengah atas hingga dilarikan ke luar negeri," duga Boyamin.

Selain itu, Boyamin mengamati Mendag Luthfi sebenarnya mengantongi nama para calon tersangka penimbun minyak goreng. Bahkan calon tersangka pernah direncanakan akan diungkap pada Senin (21/3). Belakangan, menurut Luthfi, Mendag tak punya nyali untuk mengumumkannya.

"Hingga pengajuan prapeadilan a quo, termohon belum menetapkan atau menyampaikan nama tersangka. Sehingga atas tindakan termohon belum menetapkan atau menyampaikan nama tersangka adalah bentuk penghentian penyidikan yang tidak sah dan melawan hukum," tegas Boyamin.

Boyamin meminta gugatannya dikabulkan oleh majelis hakim. Ia pun menyinggung penghentian penyidikan secara tidak sah termasuk tindakan melawan hukum.

"Semoga hakim memutus perkara ini dikabulkan untuk membuat jera mafia minyak goreng di Indonesia karena menyengsarakan rakyat," sebut Boyamin.

 

Infografis Perjalanan Minyak Goreng dari HET hingga Ikuti Mekanisme Pasar - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler