Kasus Reinfeksi Tercepat: Dua Kali Tertular Covid-19 dalam Tiga Pekan
Baru 20 hari sembuh dari infeksi delta, perempuan di Spanyol kena omicron.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang pasien tertular Covid-19 sebanyak dua kali dalam tiga pekan. Ini merupakan kasus reinfeksi tercepat yang diketahui.
Orang tersebut baru saja selesai melawan varian delta, sebelum dia terinfeksi dengan omicron. Perempuan asal Spanyol itu pertama kali dinyatakan positif pada 20 Desember 2021.
Perempuan berusia 31 tahun itu menjalani tes PCR saat pemeriksaan staf di tempat kerja. Dia telah divaksinasi lengkap, bahkan mendapat suntikan booster sekitar 12 hari sebelumnya.
Perempuan tersebut tidak memiliki gejala apa pun. Meski demikian, ia tetap menjalani isolasi mandiri selama 10 hari penuh sebelum kembali bekerja.
Pada 10 Januari, yakni hanya 20 hari setelah tes pertama positif Covid-19, dia merasa tidak enak badan dengan kondisi batuk dan demam. Dia menjalani tes dan hasilnya kembali positif.
Varian omicron yang jauh lebih menular daripada delta, telah berhasil menembus kekebalan yang sebelumnya terbentuk dari vaksin dan infeksi. Omicron cenderung menghasilkan penyakit yang lebih ringan, meskipun lebih menular.
Kebanyakan orang pulih setelah beberapa hari beristirahat di rumah. Salah satu penulis studi dari Institut Catal de Salut, Tarragona, Spanyol, Gemma Recio, menyebut bahwa kasus ini menyoroti potensi varian omicron untuk menghindari kekebalan sebelumnya yang diperoleh, baik dari infeksi alami dengan varian lain atau dari vaksin.
"Dengan kata lain, orang yang telah terinfeksi Covid-19 tidak dapat berasumsi bahwa mereka terlindungi dari infeksi ulang, bahkan ketika mereka telah divaksinasi sepenuhnya," kata Recio, dilansir The Sun, Kamis (21/4/2022).
Meski demikian, baik infeksi sebelumnya dengan varian lain dan vaksinasi tampaknya melindungi sebagian orang dari penyakit parah dan rawat inap pada mereka yang menderita omicron. Recio menganggap kasus ini juga memperlihatkan kebutuhan untuk melakukan pengawasan genomik virus pada infeksi terhadap mereka yang divaksinasi penuh dan infeksi ulang.
"Pemantauan semacam itu akan membantu mendeteksi varian dengan kemampuan untuk menghindari sebagian dari respons imun," ujar dia.
Meskipun sulit untuk memperkirakan dari satu kasus, ahli virologi dan profesor onkologi molekuler, University of Warwickk, Lawrence Young, menganggap bahwa laporan itu menyoroti kemampuan varian omicron (dan sub-variannya) untuk menginfeksi kembali, bahkan terhadap orang-orang yang divaksinasi lengkap. Dia menilai kasus ini adalah bukti peningkatan infeksi varian omicron.
Kasus tersebut juga memperlihatkan kemampuan omicron untuk menghindari kekebalan protektif yang disebabkan oleh infeksi dan/atau vaksinasi sebelumnya. Kasus ini menjelaskan tingkat infeksi yang sangat tinggi di Inggris.
"Kasus ini juga menekankan perlunya mempertahankan sistem pengawasan untuk mendeteksi varian baru," kata dia.
Pada awal tahun ini, sebuah penelitian menemukan sekitar dua pertiga orang yang terinfeksi omicron telah tertular varian SARS-CoV-2 sebelumnya. Studi React Imperial College London menemukan, 72 persen orang Inggris yang terkena varian mutan dalam beberapa bulan terakhir telah terinfeksi ulang.
Peneliti studi Christl Donnelly memperkirakan adanya orang yang berisiko lebih tinggi, karena mereka telah terinfeksi lagi. Paul Elliott mengatakan, tipe orang yang terinfeksi sebelumnya adalah tipe orang yang terinfeksi saat ini. Para ilmuwan juga menemukan varian omicron setidaknya 2,4 kali lebih mungkin menginfeksi orang yang sudah pernah kena Covid-19.
"Pada titik ini, tidak jelas tingkat kekebalan apa yang terjadi setelah infeksi omicron. Saya curiga, seiring waktu Anda mungkin bisa terinfeksi kembali," ujar akademisi senior di Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins di AS, Amesh Adalja.