Keluh Kesah Petani Tebu Soal Langka Pupuk Bersubsidi dan Mahalnya Sembako
Petani tebu merasakan dampak dari kelangkaan mahalnya pupuk dan sembako
REPUBLIKA.CO.ID, MAGETAN— Sejumlah petani tebu di Magetan, Jawa Timur menyampaikan keluhannya terkait mahal dan terbatasnya pupuk bersubsidi sehingga membuat biaya produksi mahal dan menghambat produktivitas.
Hal tersebut disampaikan para petani kepada anggota Komisi VI DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono yang tengah melakukan kunjungan reses di Desa Bendo, Kabupaten Magetan, Jawa Timur pada 21 April 2022 lalu.
Perkebunan tebu menjadi perhatian bagi Ibas karena hasil tebu maupun turunannya bisa berguna untuk masyarakat luas.
Pada Ramadhan, pohon tebu bisa diolah menjadi aneka minuman yang manis dan menyegarkan. Hasil turunan tebu juga bisa menjadi gula, salah satu bahan pokok dalam memasak dan membuat minuman.
“Saya pikir usaha UMKM di bidang kulineri di mana pun berada, para pedagang kecil, warung-warung makanan, bahkan restoran-restoran pasti membutuhkan gula dari hasil tebu Bapak-Ibu panjenengan sedoyo,” kata Ibas di depan para petani tebu dan warga yang hadir.
Dalam kegiatan tersebut, Ibas berdialog langsung dengan para petani tebu untuk memastikan mereka bisa bekerja produktif dan mendapat kehidupan yang lebih sejahtera.
Dia menemukan fakta lain di lapangan bahwa pupuk bersubsidi sulit didapat sedangkan pupuk nonsubsidi harganya dipatok sangat tinggi.
“Bapak-Ibu sedherek pakai pupuk subsidi atau bukan? Berapa sekarang harganya?” tanya Ibas kepada para petani tebu. “Pakai ZA, Pak. Harganya 800 ribu per sak,” jawab salah satu petani.
“800 ribu? Kok larang tenan, to. Kalau yang subsidi?” tanya Ibas kembali. “Yang subsidi langka, Pak. Susah dicari,” keluh petani lainnya. “Waduh, padahal pabriknya di Jawa Timur, ya,” kata Ibas.
Fakta yang ditemukan Ibas di lapangan tersebut senada dengan aspirasi petani tebu yang disampaikan oleh Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI). Dalam pernyataan resmi mereka yang menolak rencana pencabutan subsidi pupuk jenis ZA, karena sangat dibutuhkan petani tebu.
Dia kemudian melanjutkan memanen tebu bersama yang lain. “Untuk itulah saya datang ke mari untuk mendengar apa yang dirasakan para petani tebu. Jangan sampai tidak cocok, harga jual-harga produksi akhirnya rugi. Karena harga produksi tinggi tapi harga jual tidak terlalu baik, akhirnya tidak ada yang mau menanam tebu. Itulah yang tidak kita inginkan, kita ingin mendorong agar petani tebu tetap sejahtera, dompetnya terisi,” sambung Ibas.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini juga menerima aspirasi dari para warga tentang mahalnya minyak goreng.
Berbeda dengan harga minyak goreng yang masih melambung, HET gula tani maupun harga pokok pembelian (HPP) gula justru tidak mengalami kenaikan selama enam tahun ini.
HPP gula tani Rp 9.100 per kg, HET gula Rp 12.500 per kg, sedangkan biaya pokok produksi (BPP) Rp 11.000 per kg. “Kondisi tersebut tentu merugikan petani, karena idealnya HPP harus di atas BPP,” ungkap Ibas.
Oleh karena itu, Ibas berharap kondisi ini menjadi perhatian besar Pemerintah. Pemerintah perlu untuk mengkaji kembali HPP dan HET gula jika diperlukan, rencana pencabutan subsidi pupuk ZA petani tebu, juga perlunya pemberian bibit unggul, dan bantuan pupuk.
Selain itu, mekanisme perdagangan gula rafinasi dan gula impor di Indonesia juga harus dibenahi, salah satunya dengan membeli gula tani.
Menanggapi berbagai kesulitan yang dihadapi petani tebu dan masyarakat tersebut, Ibas datang memberikan uluran tangan untuk meringankan beban masyarakat.
Dia menyalurkan 500 paket sembako untuk petani tebu dan warga sekitar, serta pupuk, dan alat semprot hama. Dia berharap bantuan tersebut bisa dipergunakan sebaik-baiknya.