Adab Menyambut Idul Fitri Sesuai Sunnah Rasulullah
Idul Fitri adalah momen kemenangan yang dinantikan umat Islam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah sebulan berpuasa, umat Islam menantikan Idul Fitri. Bahkan beberapa hari sebelum kemenangan, semangat Idul Fitri yang ramai bisa dirasakan.
Bagi umat Islam, hari kemenangan adalah waktu untuk meningkatkan hubungan mereka dengan Allah Ta'ala serta waktu untuk bersenang-senang. Ada baiknya Anda memanfaatkan momen berharga ini dengan melakukan sunnah Rasulullah.
Adab Menyambut Idul Fitri Sesuai Sunnah Rasulullah
1. Takbiran
Allah SWT berfirman:
ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya: “Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (Q.S Al-Baqarah:185)
Dikutip dari buku Bekal Ramadhan dan Idul Fithri oleh Muhammad Saiyid Mahadir terbitan Rumah Fiqih Publishing dinyatakan menurut Ibnu Katsir, ayat inilah yang menjadi sandaran para ulama fiqih sebagai dalil adanya takbiran ketika ibadah Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda pada hadits berikut: Dari Ummu Athiyyah RA berkata: "Kami dahulu diperintahkan untuk keluar pada hari raya sehingga para gadis juga keluar dan perempuan yang sedang haid pun keluar rumah. Mereka berada di belakang jamaah sholat, mereka bertakbir sebagaimana jamaah lain bertakbir, mereka berdoa dengan doa jamaah. Mereka berharap keberkahan hari itu." (HR. Bukhari).
Sehingga di malam hari raya pun sudah dibolehkan untuk takbiran dengan melantangkan suara, baik di masjid, di rumah, di jalan, termasuk yang sedang dalam perjalanan mudik (di atas motor, di dalam mobil, dalam pesawat terbang, diatas perahu/kapal, dst). Hal itu semua dilakukan untuk syiar serta memberi tahu masyarakat lain bahwa Ramadhan telah selesai.
Besoknya saat keluar rumah menuju masjid/lapangan untuk melaksanakan sholat tetap disunnahkan bertakbir di sepanjang jalan dengan mengeraskan suara dan berhenti bertakbir sampai imam sholat memulai sholat Id.
2. Menghidupkan malam Idul Fitri
Menghidupkan malam Idul Fitri berarti terus mengisinya dengan ibadah-ibadah yang terbentuk selama Ramadhan. Jangan sampai muncul pemikiran ketika matahari terakhir Ramadhan terbenam, semua kebaikan yang dibuat selama Ramadhan akan hilang begitu saja.
Membaca Alquran, sholat tahajud, sholat witir, berdzikir, dan tetap menjalani sholat berjamaah adalah hal yang tidak boleh hilang seiring bergantinya bulan dari Ramadhan menuju syawal.
Rasulullah bersabda:
"Siapa yang sholat pada malam dua hari raya berharap ridha Allah maka tidak akan mati hatinya pada saat hati-hati manusia lain mati.” (HR.Ibnu Majah)
Dikutip dari Kitab An-Nawawi, Al-Majmu, Imam As Syafi’i rahimahullah berkata:
... أن الدعاء يستجاب فى خمس ليال أول ليلة من رجب وليلة نصف شعبان وليلتى العيد وليلة الجمعة
Artinya: “Doa akan dikabulkan pada lima malam: Malam Jumat, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, awal malam bulan Rajab dan pada malam nishfu sya'ban.”
Imam As-Syafi'i juga menerima kabar pada malam Idul Fitri, penduduk Madinah berkumpul di masjid berdoa dan berdzikir kepada Allah SWT. Terlepas dari gaya ibadahnya, imbuh Imam As-Syafi'i, tampak ia menikmatinya, meski tidak wajib.
3. Mandi dan memakai pakaian terbaik
Disunahkan mandi terlebih dahulu sebelum melakukan sholat Idul Fitri, sebagaimana pada hadits Nabi SAW:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الأَضْحَى
Artinya: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa mandi pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ibnu Majah).
Disunnahkan juga mengenakan pakaian terbaik di hari itu, khususnya pakaian sholat; baik peci, baju koko/gamis, sarung, celana, maupun mukena. Dikutip dari Kitab An-Nawawi, Al-Majmu, dianjurkan memakai pakaian yang berwarna putih, memakai imamah (serban).
Jika seandainya hanya ada satu baju, maka baju itu baiknya dicuci terlebih dahulu, khusus untuk dipakai besoknya pada hari raya. Dianjurkan mengajak anak-anak mumayyiz (anak yang sudah baligh) dengan dipakaikan pakaian bagus. Boleh juga diberi pernak-pernik perhiasan lainnya.
4. Makan sebelum sholat
Disunnahkan makan sebelum melaksanakan sholat Idul Fitri. Dalam suatu hadits dijelaskan: "Rasulullah tidak berangkat pada Idul Fitri hingga beliau memakan beberapa kurma," (HR. Bukhari).
Menurutnya, makan sebelum sholat Id hukumnya sunnah. Anjuran makan ini untuk memberitahukan orang bahwa dilarang berpuasa pada hari raya tiba atau 1 Syawal.
Dalam hadits Tirmdizi juga disebutkan Nabi SAW tidak pergi sholat Idul Fitri sampai setelah ia makan, dan ia tidak makan pada Idul Adha sampai ia kembali ke rumah dan makan dari hewan qurban.
Dan pada riwayat Anas bin Malik menyatakan, sebelum pergi ke lapangan untuk sholat Idul Fitri, Nabi SAW memakan beberapa buah kurma. Jika ingin ditambah lagi, Rasulullah SAW memakannya dalam jumlah ganjil, seperti tiga, lima, atau 10.
5. Mengambil rute berbeda saat pergi dan pulang
Disunnahkan untuk jamaah ketika hendak pulang dengan mengambil rute yang berbeda. Rasulullah SAW bersabda:
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا كان يوم عيد خالف الطريق
Artinya: Dari Sahabat Jabir bin Abdullah ra. berkata, “Adapun Nabi SAW, ketika hari raya Idul Fitri lewat jalan yang berbeda.” (HR. Bukhari).