Warnai Kurikulum Merdeka dengan Kearifan Lokal
Pemerintah Kota Payakumbuh telah menyiapkan kurikulum muatan lokal.
REPUBLIKA.CO.ID, PAYAKUMBUH -- Untuk saat ini, Kurikulum Merdeka memang masih merupakan salah satu opsi dari tiga kurikulum yang diberlakukan pemerintah, yaitu: (1) Kurikulum 2013, (2) Kurikulum 2013 yang disederhanakan untuk masa darurat, dan (3) Kurikulum Merdeka. Ketiga kurikulum tersebut diberlakukan sebagai tindakan pemulihan pembelajaran mengatasi ketertinggalan belajar (learning loss). Namun, sifat fleksibelitas, kontekstual, berpusat pada layanan peserta didik, pembelajaran mendalam dan bermakna, serta fokus pada materi esensial yang menjadi tumpuan pelaksanaan Kurikulum Merdeka menjadi daya tarik tersendiri bagi satuan pendidikan dan pemerintah daerah.
Hal ini terbukti dengan antusiasme peserta yang hadir pada acara Seminar Nasional Strategi Implementasi Kurikulum Merdeka, di Aula Ngalau Indah, Kantor Walikota Payakumbuh, Sumatera Barat, Jumat (29/4).
Kegiatan yang dibuka oleh Walikota, yang diwakili oleh Asisten I Bidang pemerintahan dan Kesra, Dafrul Pasi menekankan bahwa sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, para pengawas, kepala sekolah, dan guru, serta jajaran dinas pendidikan harus senantiasa memperbaharui wawasan, pola pikir, dan penguasaan ilmu pengetahuan. “Hal itu terutama terkait dengan kurikulum. Jangan takut akan perubahan karena hidup itu sendiri adalah perubahan,” kata Dafrul Pasi dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (1/5).
Sejalan dengan itu, Zulfikri Anas, Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbud selaku narasumber menekankan bahwa dalam falsafah adat Minangkabau perubahan itu adalah sesuatu yang pasti. “Sakali aie gadang, sekali tapian berubah, yang bermakna bahwa perubahan itu terjadi setiap saat, diibaratkan tepian mandi yang selalu berubah setiap kali terjadi turun naiknya permukaan air sungai,” ujar Zulfikri.
Ia menambabkan, “Ini sejalan dengan ungkapan filsuf Yunani Kuno, Herakleitus, kita tidak bisa datang ke sungai yang sama dua kali, karena air yang kita temui saat ini bukan lagi air yang tadi. Dikaitkan dengan Pendidikan, anak yang kita temui saat ini, bukanlah anak yang satu jam yang lalu, atau satu tahun yang lalu.”
Untuk itu, agar anak-anak mencintai belajar dan merasakan manfaat belajar yang sesungguhnya maka mereka harus senantiasa diberi tantangan untuk mendapatkan hal-hal baru dengan cara-cara yang baru sesuai dengan kebutuhan, karakteristik, dan dunia mereka yang dinamis. “Seyogyanya, kurikulum berganti setiap kali anak berganti. Tidaklah berlebihan jika kita katakan ‘ganti anak, ganti kurikulum’, karena demikian hakikat kehidupan anak yang dinamis,” tuturnya.
Zulfikri Anas menambahkan bahwa Kurikulum Merdeka dirancang berbasis kompetensi dengan fokus utamanya penguatan karakter, mengembangkan kemampuan peserta didik secara holistik mencakup kecakapan akademis dan non-akademis, kompetensi kognitif, sosial, emosional, dan spiritual. “Di samping itu, Kurikulum Merdeka dirancang lebih fleksibel, kontekstual berakar pada budaya, misi sekolah, lingkungan, dan kebutuhan murid,” kata Zulfikri.
Menurut Zulfikri, sekolah memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan, peserta didik, relevan dan interaktif. Memberikan layanan kepada setiap individu siswa melalui pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan mereka (teaching at the right level).
“Pembelajaran melalui kegiatan projek yang terintegrasi dengan pembelajaran intra kurikuler memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif, menantang, menyenangkan, mengeksplorasi isu-isu aktual misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila,” ujarnya.
Dasril, selaku kepala Dinas Pendidikan, optimistis bahwa Payakumbuh dapat menjadi percontohan pengelolaan Kurikulum Merdeka yang diperkuat dengan kearifan lokal. "Bagaimanapun, pembelajaran efektif tidak akan terjadi apabila proses pembelajaran terlepas dari akar budaya, lingkungan, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, dan ini sejalan dengan falsafah Minangkabau ‘Alam terkembang jadi guru’,” tandas Dasril.
Ia menambahkan, menindaklanjuti program pemerintah yang memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi satuan pendidikan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang kontekstual dan fleksibel, Pemerintah Kota Payakumbuh siap mendukung agar semua satuan pendidikan PAUD, SD, SMP, dan Kesetaraan mulai menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran depan.
“Di samping itu, kami juga telah menyiapkan kurikulum muatan lokal yang akan segera diajukan ke Kemendikbud agar masuk ke dalam Dapodik. Kami siap memberi warna khas terhadap Kurikulum Merdeka, dan berharap bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain,” tegas Dasril.