Dua Gejala Ini Jadi Tanda Infeksi Subtipe Baru Varian Omicron

Dua gejala jadi pertanda serius infeksi subtipe baru varian omicron.

Pixabay
Ilustrasi SARS-CoV-2 varian omicron. Ada dua gejala yang patut diwaspadai sebagai kemungkinan infeksi subtipe baru varian omicron.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian omicron dari virus penyebab Covid-19 (SARS-CoV-2) terus bermutasi dan ada dua subgaris keturunan baru yang dilaporkan melanda Inggris. Prof Tim Spector selaku kepala aplikasi ZOE Covid Study menyarankan untuk mewaspadai gejala subtipe yang dikenal dengan nama BA.4 dan BA.5 itu.

Dalam video Youtube terbarunya, Spector menginformasikan ada 1.300 kasus BA.4 yang dilaporkan di Inggris dan satu kasus di Irlandia Utara. Sementara, BA.2 yang merupakan subvarian pertama omicron menyumbang sebagian besar kasus yang dilaporkan.

Menurut Prof Spector, BA.4 dan BA.5 mungkin tidak termasuk subtipe varian yang menjadi perhatian langsung, tetapi para pakar terus mengawasi perkembangannya. Pasalnya, Afrika Selatan yang merupakan tempat omicron pertama kali ditemukan menunjukkan peningkatan kasus BA.4 dan BA.5 yang cukup cepat.

Profesor epidemiologi di King's College London, Inggris, tersebut menjelaskan dua gejala yang bisa menjadi tanda seseorang terinfeksi BA.4 dan BA.5, yakni tinnitus (telinga berdenging) dan kehilangan fungsi indra penciuman. Kedua gejala tersebut harus dianggap sebagai penanda serius.

"Ini menunjukkan bagian lain dari tubuh sedang terpengaruh, sesuatu yang internal, lebih dekat dengan otak," ungkap Prof Spector, dikutip dari laman Express, Kamis (5/5/2022).

Baca Juga


Prof Spector dan timnya juga telah melakukan survei untuk menilai prevalensi tinnitus pada orang yang terinfeksi Covid-19. Sebanyak 19 persen atau satu dari lima orang diketahui memiliki masalah telinga karena Covid-19.

Dari 14.500 orang yang mengikuti survei, 5.000 orang dinyatakan positif Covid-19 dan mengalami kondisi telinga berdenging. Menurut para peserta, gejala datang dan pergi, bisa ringan hingga sedang selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.

Prof Spector sendiri pernah mengalaminya saat terinfeksi Covid-19, tetapi kondisi itu menghilang dengan cepat. Dia menyoroti pula bahwa pasien yang sebelumnya sudah mengidap tinnitus menunjukkan kondisi tinnitus yang semakin parah setelah terinfeksi Covid-19.

Selain berdenging, tinnitus dapat terdengar seperti dering, dengung, desing, senandung, desis, denyutan, atau musik di telinga. Pengidap tinnitus mungkin mendengar suara-suara tersebut di salah satu atau kedua telinga, atau bahkan di kepala. Ada yang datang dan pergi, atau sepanjang waktu.

Seseorang dianjurkan segera berkonsultasi dengan dokter apabila mengalami tinnitus secara berkala atau terus-menerus. Terlebih, jika tinnitus mengganggu hingga memengaruhi tidur atau konsentrasi, memicu cemas dan depresi, atau terjadi secara berbarengan dengan denyut nadi.

Infografis rekombinan omicron. - (Republika)


Layanan Kesehatan Inggris (NHS) menyampaikan, jika penyebab tinnitus tidak diketahui atau tidak dapat diobati, dokter umum atau dokter spesialis mungkin merujuk pasien untuk ditangani dengan jenis terapi bicara. Konseling tinnitus membantu pasien mempelajari tinnitus dan menemukan cara untuk mengatasinya.

Opsi lain ialah terapi perilaku kognitif (CBT) untuk mengubah cara berpikir pasien tentang tinnitus dan mengurangi kecemasan. Sementara itu, terapi pelatihan ulang tinnitus menggunakan terapi suara untuk melatih kembali otak dalam menghilangkan dan mengurangi kesadaran akan tinnitus.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler