Mendagri Didesak Batalkan Brigjen TNI Aktif Sebagai Penjabat Bupati

Penunjukannya dinilai tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.

Republika/Putra M. Akbar
Peneliti Kode Inisiatif - Ihsan Maulana
Rep: Mimi Kartika Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, serta Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia mendesak menteri dalam negeri (mendagri) membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai penjabat (pj) Bupati Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Sebab, penunjukannya dinilai tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.


"Mendesak Kemendagri untuk membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat karena tidak sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi," ujar Peneliti Kode Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana dalam rilis sikap bersama yang diterima Republika, Selasa (24/5/2022).

Dia menjelaskan, pengangkatan seorang perwira TNI maupun Polri aktif sebagai penjabat kepala daerah merupakan bentuk pelanggaran hukum dan prinsip demokrasi. Hal ini juga dianggap sebagai upaya mengembalikan TNI dan Polri kepada kehidupan politik sipil.

Padahal, lanjut dia, salah satu amanat reformasi adalah menghapuskan dwi fungsi TNI/Polri dan memperkuat supremasi sipil. Aturan dalam Undang-Undang (UU) TNI dan UU Polri juga telah jelas melarang para perwira aktif untuk menduduki jabatan-jabatan sipil.

Namun, dalam pengisian kekosongan jabatan kepala daerah menuju pilkada serentak 2024, mendagri menunjuk  Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah (Kabinda) Sulawesi Tengah Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai penjabat bupati Seram Bagian Barat, Maluku. Menurut Ihsan, penunujukan ini berdasarkan Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 113.81-1164 Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pj Bupati Seram Bagian Barat, Maluku.

Dalam Kepmendagri tersebut, Andi ditunjuk untuk menggantikan Bupati Timotius Akerina yang telah berakhir masa jabatannya. Ihsan menyebutkan, terdapat tiga hal yang menjadi permasalahan dalam penujukkan Brigjen TNI Andi Chandra.

Pertama, penunjukan penjabat tidak melalui mekanisme yang demokratis sebagaimana amanat Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945, kepala daerah dipilih secara demokratis. Pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 67/PUU- XIX/2021, MK mengingatkan pentingnya klausul “secara demokratis” tersebut dijalankan.

Dalam implementasinya, MK memerintahkan agar pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana yang tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi, termasuk transparansi. Namun, Kemendagri tidak melibatkan publik dalam pemilihan Brigjen Andi sebagai penjabat Bupati Seram Bagian Barat.

Kepmendagri tentang pengangkatannya pun belum dapat diakses secara luas oleh publik. Di samping itu, Kemendagri hingga sekarang tidak membuat aturan pelaksana seperti yang telah diperintahkan MK.

Kedua, UU Nomor10 Tahun 2016 tentang Pilkada telah mengatur, penjabat bupati/wali kota hanya dapat berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama. Sedangkan, jabatan Kabinda yang diemban Brigjen Andi Chandra, bukan merupakan jabatan pimpinan tinggi pratama sebagaimana disyaratkan UU Pilkada.

Lebih jauh, apabila merujuk pada UU Intelijen Negara dan Peraturan Presiden Nomor 90/2012 tentang BIN, jabatan-jabatan di BIN bukan lah jabatan aparatur sipil negara (ASN) seperti yang didefinisikan dalam UU ASN. Ihsan mengatakan, dapat disimpulkan Brigjen Andi tidak memenuhi kriteria seperti yang disyaratkan UU Pilkada.

Ketiga, selain bukan pejabat dengan jabatan pimpinan tinggi pratama, Brigjen Andi Chandra juga masih merupakan prajurit TNI aktif. Penunjukannya sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat tentu bertentangan dengan UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

UU tersebut menentukan, prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif. Hal ini demi membangun institusi TNI yang profesional, tidak terikat pada kepentingan politik, dan penghormatan atas supremasi sipil.

"Tiga persoalan yang telah diuraikan di atas menjelaskan bahwa penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin bertentangan dengan hukum dan amanat reformasi. Hal ini juga menujukkanlemahnya komitmen Kemendagri dalam melaksanakan amanat reformasi, menjalankan hukum, serta menjamin prinsip demokrasi dalam penujukkan pj kepala daerah," kata Ihsan.

Selain mendesak mendagri membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi, mereka juga menuntut Kemendagri agar melaksanakan amanat reformasi, menjalankan hukum, dan

menjamin prinsip demokrasi dalam penunjukan pj kepala daerah. Mereka juga mendesak Kemendagri untuk tidak menunjuk prajurit TNI dan Polri aktif untuk menjadi penjabat kepala daerah karena bertentangan dengan hukum, khususnya UU TNI, UU Polri, UU Pilkada, dan putusan MK nomor 67/PUU-XIX/2021.

Mereka kemudian meminta pemerintah agar segera menerbitkan aturan pelaksana tentang pengakatan penjabat kepala daerah yang sesuai dengan perintah MK dan prinsip-prinsip demokrasi, dengan mekanisme yang menjamin keterbukaan, akuntabel, dan partisipatif. Mereka juga mendesak Kemendagri agar membuka nama-nama calon penjabat kepala daerah sebagai bentuk transparansi sehingga publik dapat melihat dan menilai proses penunjukan penjabat yang demokratis.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler