Mengantisipasi Dini Cacar Monyet Sebelum Ada di Tanah Air

Cacar monyet harus diwaspadai terutama bagi anak-anak yang memiliki imunitas rendah.

Cynthia S. Goldsmith, Russell Regner/CDC via
Foto dari mikroskop elektron yang dipasok Pengendalian dan Pencegahan Penyakit pada 2003 memperlihatkan virus monkeypox penyebab cacar monyet.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Dian Fath Risalah, Kamran Dikarma, Antara

Pemerintah diminta menyiapkan langkah-langkah antisipasif sejak dini mengatasi penyebaran penyebaran cacar monyet atau monkeypox virus. Cacar monyet dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 orang dan terjadi di 12 negara, meski belum ditemukan di Indonesia hingga saat kini.

"Pemerintah harus segera menyiapkan langkah pencegahan dan penanggulangan penyakit dengan gejala demam, ruam kulit melepuh menjadi lenting dan pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak," Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, dalam keterangannya, Selasa (24/5/2022).

Salah satu yang harus segera dilakukan pemerintah, kata Netty, ialah edukasi tentang penyakit cacar monyet kepada masyarakat. Jelaskan gejalanya, penyebabnya hingga cara mencegah dan mengobatinya.

"Masyarakat harus mendapatkan informasi akurat terkait munculnya cacar monyet. Jangan sampai penyakitnya sudah di depan mata, sementara masyarakat mendengar namanya saja belum pernah," tambah Netty.

Politikus dari F-PKS ini berharap pemerintah memantau dan melakukan kontak dengan negara-negara yang sudah terjangkit cacar monyet seperti Inggris, Belgia, AS, Australia atau Spanyol. Penyakit cacar monyet ini telah menjadi penyakit endemi di 12 negara di antaranya yakni Benin, Sudan Selatan, Ghana, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo dan Sierra Leone.

"Kita perlu tahu, hal apa yang sudah dilakukan negara-negara tersebut dalam menghadapi kasus cacar monyet. Misalnya Amerika Serikat yang mengidentifikasi penyakit cacar monyet dengan sistem berjenjang atau Belgia yang menerapkan sistem karantina bagi penduduk yang terkena, atau seperti Spanyol yang menutup tempat yang diduga jadi sumber penyebaran cacar monyet," ujarnya.

Hal-hal seperti ini, lanjut Netty, perlu dipelajari guna meningkatkan kewaspadaan. Selain itu, dia juga meminta pemerintah agar melakukan jemput informasi ke lapangan dengan menurunkan petugas kesehatan.

"Sebaiknya jangan menunggu ada pasien dengan cacar monyet yang berobat ke faskes. Turunkan petugas langsung ke wilayah yang diduga dapat menjadi sumber penyebaran. Kerjasama dengan struktur RT/RW, PKK atau PLKB untuk mendeteksi warga di wilayahnya masing-masing," imbuhnya.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Mohammad Syahril mmenegaskan hingga kini cacar monyet belum terdeteksi di Indonesia. Namun, ia memastikan hingga pemerintah terus memantau kasus secara global dan meningkatkan kewaspadaan di pintu masuk Indonesia.

"Indonesia belum ada laporan kasus cacar monyet ini, artinya seluruh fasilitas kesehatan, puskesmas, rumah sakit dan dinas kesehatan belum ada laporannya itu," kata Syahril.

Monkeypox atau cacar monyet paling banyak menular melalui kontak erat dan sentuhan langsung. Baik dengan manusia yang sedang sakit cacar monyet, atau dengan hewan monyet yang terpapar virus tersebut.

"Penularan pertama bisa darah air liur maupun cairan tubuh. Yang kedua lesi di kulit, kan cacar ini seperti ada cairannya, maka itu kalau pecah bisa memberikan penularan. Kemudian juga ada dugaan droplet di pernapasan," terang Syahril.

Masa inkubasi cacar monyet biasanya 6–16 hari, tetapi dapat berkisar dari 5–21 hari. Gejala yang timbul diawali dengan demam, sakit kepala hebat, limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening), nyeri punggung, nyeri otot dan lemas.

Limfadenopati dapat dirasakan di leher, ketiak atau selangkangan. Dalam 1-3 hari setelah gejala awal atau fase prodromal, akan memasuki fase erupsi berupa munculnya ruam atau lesi pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya secara bertahap.

Ruam atau lesi pada kulit ini berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (makulopapula), lepuh berisi cairan bening, lepuh berisi nanah, kemudian mengeras atau keropeng lalu rontok. Biasanya diperlukan waktu hingga 3 minggu sampai periode lesi tersebut menghilang dan rontok.

Meski bisa sembuh ini penyakit ini tetap perlu diwaspadai terutama bagi anak-anak yang memiliki imunitas rendah. "Sama seperti halnya virus-virus yang lain. Monkeypox ini akan disembuh sendiri dengan kekuatan tubuh. Tapi masalahnya apabila dia berlanjut invasi dan erupsi apabila pada orang dengan risiko tinggi atau dengan pasti imunitas rendah maka itu bisa juga berefek ke yang lebih berat atau lebih lama penyembuhannya," kata dia.

Kasus cacar monyet yang parah lebih sering terjadi pada anak-anak dan terkait dengan tingkat paparan virus, status kesehatan pasien dan tingkat keparahan komplikasi. Kasus kematian sendiri bervariasi tetapi kurang dari 10 persen kasus yang dilaporkan, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak. Secara umum, kelompok usia yang lebih muda tampaknya lebih rentan terhadap penyakit monkeypox.

Baca Juga


Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo. Ilmuwan masih belum mengerti penyebab kian banyaknya kasus cacar monyet terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara pada 2022. Penyakit ini awalnya banyak ditemukan di Afrika. - (CDC via AP)

 



Saat ini WHO menyatakan tidak ada kebutuhan mendesak untuk vaksinasi cacar monyet yang mewabah di luar Afrika. Sebab, langkah-langkah menjaga kebersihan dan perilaku seksual yang aman akan membantu mengendalikan penyebaran virus.

Richard Pebody, yang memimpin tim patogen ancaman tinggi di WHO Eropa mengatakan kepada Reuters dalam sebuah wawancara bahwa pasokan vaksin dan antivirus relatif terbatas. "Langkah-langkah utama untuk mengendalikan wabah adalah pelacakan kontak dan isolasi," kata Pebody.

Ia mengatakan cacar monyet bukan virus yang menyebar dengan sangat mudah. Sejauh ini, virus itu dinilai tidak menyebabkan penyakit serius. Vaksin yang digunakan untuk memerangi cacar monyet dapat memiliki beberapa efek samping yang signifikan.

Pernyataannya muncul ketika Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat mengatakan sedang dalam proses merilis beberapa dosis vaksin Jynneos untuk digunakan dalam kasus cacar monyet. Pemerintah Jerman sedang menilai pilihan untuk vaksinasi cacar monyet. Sementara Inggris telah menawarkan vaksin kepada sejumlah petugas kesehatan.

Otoritas kesehatan masyarakat di Eropa dan Amerika Utara sedang menyelidiki lebih dari 100 kasus yang dicurigai dan dikonfirmasi dari infeksi virus dalam wabah virus terburuk di luar Afrika, di mana cacar virus adalah endemik. Tidak jelas apa yang mendorong wabah itu, dan para ilmuwan mencoba memahami asal usul kasus dan apakah ada sesuatu tentang virus yang telah bermutasi.

Namun, seorang pejabat WHO mengatakan tidak ada bukti virus telah bermutasi. Banyak (tetapi tidak semua) orang yang telah didiagnosis dalam wabah cacar monyet saat ini adalah pria yang berhubungan seks dengan pria. Kemungkinan kelompok itu cenderung lebih mudah mencari nasihat medis atau mengakses pemeriksaan kesehatan seksual.

Sebagian besar kasus yang dikonfirmasi belum dikaitkan dengan perjalanan ke Afrika, yang menunjukkan mungkin ada sejumlah besar kasus yang tidak terdeteksi. Beberapa otoritas kesehatan menduga ada beberapa tingkat penyebaran komunitas.

Otoritas Amerika Serikat (AS) memang sedang bersiap mendistribusikan dan memberikan vaksin cacar monyet kepada orang-orang yang menjalin kontak dekat dengan individu terinfeksi. “Saat ini kami berharap untuk memaksimalkan distribusi vaksin kepada mereka yang kami tahu akan mendapat manfaat darinya. Mereka adalah orang-orang yang pernah melakukan kontak dengan pasien cacar monyet yang diketahui, petugas kesehatan, kontak pribadi yang sangat dekat, dan mereka yang mungkin berisiko tinggi terkena penyakit parah,” kata wakil direktur divisi patogen-patologi konsekuensi tinggi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) Jennifer McQuiston.

Ia mengungkapkan, dalam hal pasokan, AS memiliki sekitar 1.000 dosis JYNNEOS, vaksin yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) untuk cacar dan cacar monyet. “Anda dapat mengharapkan tingkat itu meningkat dengan sangat cepat dalam beberapa pekan mendatang karena perusahaan menyediakan lebih banyak dosis untuk kami," ucap McQuiston.

Selain itu, AS juga memiliki 100 juta dosis vaksin generasi tua, ACAM2000. Baik JYNNEOS dan ACAM2000 sama-sama menggunakan virus hidup. Namun hanya JYNNEOS yang tidak bereplikasi sehingga menjadikannya lebih aman.

Saat ini AS sudah melaporkan lima kasus cacar monyet terkonfirmasi. Kasus itu tersebar di New York, Florida, Utah, dan Massachusetts. AS pun tengah melakukan pengujian pada semua kasus yang dicurigai sebagai cacar monyet, dilansir dari Reuters.


Foto yang dipasok CDC pada 1997 menunjukkan salah satu kasus cacar monyet di Republik Demokratik Kongo. Ilmuwan masih belum mengerti penyebab kian banyaknya kasus cacar monyet terdeteksi di Eropa dan Amerika Utara pada 2022. Penyakit ini awalnya banyak ditemukan di Afrika. - (CDC via AP)





BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler