Multiverse dan Kemampuan Jelajah Alam Mimpi Nabi Yusuf Alaihissalam

Islam memandang mimpi sebagai bagian dari bagian dimensi lain

Pixabay
Ilustrasi mimpi dari tidur. Islam memandang mimpi sebagai bagian dari bagian dimensi lain
Rep: Wahyu Suryana Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Istilah multiverse hari ini menjadi topik yang hangat dibicarakan usai munculnya film pahlawan super dr Strange, di layar lebar yang mengangkat tema tersebut. Hal ini kerap dihubungkan dengan alam mimpi dan alam lain di luar indrawi manusia. 

Baca Juga


Islam sendiri menanggapi mimpi sebagai sebuah proses alami dan merupakan bagian dari proses emosional yang aktif selama manusia tertidur. Bahkan, sebenarnya sudah ada kisah dalam Alquran yang terkait mimpi yaitu tentang Nabi Yusuf alaihissalam. 

Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia, Rheza Virgiawan, mengatakan  kemampuan memahami mimpi merupakan keistimewaan dari Allah SWT yang diberikan ke Nabi Yusuf. Ada pula hadits riwayat Muslim tentang tiga macam mimpi. 

Ada mimpi dari Allah SWT, mimpi dari pemikiran manusia, dan mimpi buruk dari setan. Dari hadits itu ditarik kesimpulan tidak semua mimpi dapat diartikan petunjuk. Namun, dalam sejarah Islam mimpi pernah pula dijadikan penentu syariat adzan. 

Sahabat Rasulullah SAW, Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khatab bermimpi bertemu dengan laki-laki yang mengajarkannya untuk memanggil orang-orang agar sholat. Kemudian, laki-laki dalam mimpi itu mengajari Abdullah bin Zaid melakukan adzan. 

"Esok paginya, Abdullah bin Zaid menemui Rasulullah SAW dan menceritakan mimpinya, lalu Rasulullah SWT berkata sungguh ini adalah mimpi yang benar, insya Allah," kata Rheza, Selasa (24/5/2022). 

Allah SWT telah menciptakan manusia semata untuk beribadah kepada-Nya, mengimani-Nya dan menjalankan seluruh perintah-Nya. Selain itu isu mengenai multiverse menarik untuk dikaji dengan pemahaman dan kematangan iman yang merupakan fundamental. 

Iman sangat dibutuhkan agar akal manusia tunduk kepada Allah SWT. Iman kepada hal-hal yang gaib turut menjadi syarat fundamental dalam Islam yaitu haqqu al yaqin atau seyakin-yakinnya kalau memang ada entitas di luar dunia indrawi. 

"Entitas ini maksudnya sesuatu yang nyata, bukan hanya filosofis abstrak ataupun sebuah metafora," ujar Rheza. 

Menurut Rheza, mempercayai keberadaan alam lain, meski realitasnya belum mampu dijangkau indra manusia merupakan bagian dari sikap keimanan. 

Imam Abu Ja'far ath Thahawi menegaskan, kita harus mengimani azab kubur bagi yang berhak diazab. Kemudian, mengimani pertanyaan Munkar dan Nakir tentang Allah SWT, agama dan nabi sebagaimana Rasulullah SAW dan sahabat. 

Oleh karena itu, penting menyikapi keberadaan hal-hal non logis di luar jangkauan indra manusia sebagai bagian kehendak Allah SWT. “Kita harus mengimani sebagai salah satu rukun iman, yaitu iman kepada hal-hal gaib,” tutur dia.

Terakhir, Rheza mengajak agar pertanyaan terkait tempat, waktu, bentuk maupun hal-hal mengenai alam gaib sebaiknya kita serahkan kepada Allah SWT. "Sebagai pencipta dan pemilik alam semesta," kata Rheza.   

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler