Muhadjir Pastikan Vaksin Covid-19 yang Beredar Sesuai Izin BPOM
Tak ada merk lain yang masuk ke Indonesia tanpa persetujuan dari BPOM.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy memberikan tanggapannya terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses pengadaan dan vaksinasi Covid-19 di BPOM. Dalam laporan BPK, ditemukan sebanyak 78.361.500 dosis vaksin Covid-19 beredar tanpa melalui penerbitan izin bets atau lot release.
Muhadjir meyakini, vaksin Covid-19 yang beredar saat ini pasti sudah mendapatkan persetujuan dari BPOM. Namun demikian, ia menduga jumlah dosis vaksin yang beredar belum terlaporkan seperti dalam laporan BPK.
“Yang beredar sekarang ini pasti sudah mendapat persetujuan BPOM. Cuma dosisnya yang jumlahnya yang belum tercover seperti dalam laporan di BPK,” kata Muhadjir di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, dikutip pada Rabu (25/5/2022).
Karena itu, Muhadjir pun meyakini vaksin Covid-19 yang beredar dan diberikan ke masyarakat sudah aman. Ia juga meyakini tak ada merk lain yang masuk ke Indonesia tanpa persetujuan dari BPOM.
“Kalau ada mustahil. Semua itu kan tercatat oleh PeduliLindungi dan pelaksanaannya juga jelas, itu disalurkan ke siapa, siapa yang bertanggung jawab vaksinatornya. Kalau yang dimaksud ada vaksin yang belum dapat persetujuan BPOM, saya kira tidak mungkin,” jelasnya.
Karena itu, ia menduga temuan yang dimaksud dalam laporan BPK tersebut merupakan jumlah dosis vaksin Covid-19. “Jumlah sekian juta yang belum dilaporkan. Bisa jadi karena memang kemarin masa darurat kita mengejar target dulu, tapi pasti nanti kita rapikan,” ucap Muhadjir.
Sebelumnya, dalam laporan IHPS II, BPK menemukan kejanggalan dalam proses pengadaan dan vaksinasi Covid-19 di BPOM. Di antaranya, BPK mencatat sebanyak 297 bets atau 78.361.500 dosis vaksin Covid-19 beredar tanpa melalui penerbitan izin bets atau lot release.
Selain itu, vaksin tersebut juga belum menyediakan informasi bets/lot release yang tepat waktu, lengkap, dan dapat diakses real time oleh pihak yang membutuhkan. BPK juga menyoroti pengawasan distribusi vaksin yang belum memadai.
Temuan tersebut terjadi karena Unit Pelaksana Teknis (UPT) belum didukung dengan peralatan verifikasi suhu yang memadai dan hasil pengawasan distribusi vaksin Covid-19 pada fasyankes belum dimanfaatkan secara optimal untuk perbaikan distribusi vaksin.