Shariffa Carlo Dulu Musuhi Islam, Kini Jadi Muslimah
Rencana manusia tidak sebaik rencana Allah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Shariffa Carlo bercerita mengenai awal mula mengenal Islam. Rencana manusia tidak sebaik rencana Allah.
Saat remaja, Carlo merupakan gadis yang cukup aktif berbicara di publik. Ia mendapat perhatian salah satu kelompok dengan agenda untuk menghancurkan Islam.
Banyak diantara mereka yang menjabat di posisi pemerintahan. "Ini bukan pemerintah yang saya tahu, mereka hanya menggunakan posisi mereka di pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memajukan perjuangan mereka," ujar dia.
Salah satu anggota kelompok ini mendekatinya karena melihat Carlo pandai berbicara, termotivasi dan sangat mendukung hak-hak perempuan. Dia memberi tahu bahwa jika belajar Hubungan Internasional dengan penekanan di Timur Tengah, dia akan menjamin pekerjaannya di Kedutaan Besar Amerika di Mesir.
"Dia ingin saya pergi ke Mesir untuk menggunakan posisi saya di negara itu berbicara dengan wanita Muslim dan mendorong gerakan hak-hak wanita yang masih muda," ujar dia.
Carlo berpikir ini ide yang bagus karena sebelumnya dia melihat wanita Muslim di televisi merupakan kelompok tertindas yang miskin, dan dia ingin memimpin mereka menuju kebebasan di abad ke-20. Dengan niat ini, Carlo kemudian masuk perguruan tinggi dan memulai pendidikannya. Dia belajar Alquran, hadits, dan sejarah Islam.
Dia juga mempelajari cara agar dapat menggunakan informasi ini dan belajar bagaimana memelintir kata untuk mengatakan apa yang ingin mereka katakan. Namun, begitu mulai belajar, dia mulai tertarik dengan pesan ini karena logis. Justru dia merasa khawatir akan terpengaruh.
Oleh karena itu, untuk melawan efek ini, dia mulai mengambil kelas agama Kristen. Dia memilih mengambil kelas dengan profesor di kampus karena dia memiliki reputasi yang baik dan memiliki gelar PhD dalam teologi dari Universitas Harvard.
"Saya merasa saya di tangan yang baik. Ya, tapi bukan karena alasan yang saya pikirkan. Ternyata profesor ini adalah seorang Kristen Unitarian. Dia tidak percaya pada trinitas atau keilahian Yesus. Sebenarnya, dia percaya Yesus adalah seorang nabi,"ujar dia.
Untuk membuktikan ini, dia mengambil Alkitab dari sumbernya dalam bahasa Yunani, Ibrani, dan Aram dan menunjukkan di mana mereka diubah. Saat dia melakukan ini, dia menunjukkan peristiwa sejarah yang membentuk dan mengikuti perubahan tersebut.
Pada saat Carlo menyelesaikan kelas ini, pandangannya tentang Islam berubah, tetapi dia masih belum siap menerima Islam. Seiring berjalannya waktu, dia terus belajar untuk diri sendiri dan untuk karier masa depan. Ini memakan waktu sekitar tiga tahun.
Kali ini dia mempertanyakan umat Islam tentang keyakinan mereka. Salah satu individu yang ditanyai adalah seorang saudara Muslim. Alhamdulillah, dia melihat ketertarikannya pada Islam, dan menjadikannya sebagai upaya pribadi untuk mendidiknya tentang Islam.
Temannya itu akan menemuinya untuk memberikan pemahaman tentang Islam di setiap kesempatan. "Suatu hari, pria ini menghubungi saya, dan dia bercerita tentang sekelompok Muslim yang sedang berkunjung ke kota. Dia ingin saya bertemu dengan mereka. Saya setuju. Saya pergi menemui mereka setelah sholat isya," ujar dia.
Carlo kemudian dibawa ke sebuah ruangan dengan setidaknya 20 pria di dalamnya. Mereka semua memberi ruang untuk duduk, dan ditempatkan berhadap-hadapan dengan seorang pria tua Pakistan.
Saudara ini adalah orang yang sangat berpengetahuan tentang agama Kristen. Dia dan Carlo berdiskusi dan berdebat tentang bagian-bagian berbeda dari Alkitab dan Alquran sampai subuh.
Pada titik ini, setelah mendengarkan orang bijak ini memberi tahu apa yang sudah dia ketahui, berdasarkan kelas yang dia ambil dalam agama Kristen, dia melakukan apa yang tidak pernah dilakukan orang lain. Dia mengundang Carlo untuk menjadi seorang Muslim. Selama tiga tahun dia mencari dan meneliti, tidak ada yang pernah mengundangnya.
"Saya telah diajari, berdebat, dan bahkan dihina, tetapi tidak pernah diundang. Jadi ketika dia mengundang saya, itu cocok. Saya menyadari inilah saatnya. Saya tahu itu kebenaran, dan saya harus membuat keputusan. Albamdulillah, Allah membuka hati saya, dan saya berkata, "Ya. Saya ingin menjadi seorang Muslim,"ujar dia.
Dengan itu, pria itu membimbingnya bersyahadat dalam bahasa Arab. Dia bersumpah demi Allah bahwa saat bersyahadat dia merasakan sensasi yang paling aneh. Carlo merasa seolah-olah beban fisik yang sangat besar baru saja diangkat dari dadanya.
"Aku terengah-engah seolah-olah aku bernapas untuk pertama kali dalam hidupku. Alhamdulillah, Allah telah memberi saya lembaran yang bersih, kesempatan masuk surga, dan saya berdoa agar saya menjalani sisa hari-hari saya dan mati sebagai seorang Muslim," ujar dia.