Ramai RUU Sisdiknas, Tamansiswa Dorong Jalan Tengah Sistem Pendidikan

Kolaborasi Tamansiswa dengan berbagai pihak dinilai sebagai langkah strategis.

dokpri
Seminar Seri Ambuka Raras Angesti Wiji yang digelar Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa bekerja sama dengan Disdikpora DIY, Sabtu (4/6/2022).
Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tamansiswa sebagai candradimuka serta cikal bakal pendidikan nasional dinilai harus turut memberikan sumbang saran dalam upaya Revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Sehingga, cita-cita luhur pendidikan jangan sampai tercerabut dari akar kebudayaan bangsa. Hal itu dikemukakan di tengah ramainya pembahasan mengenai revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003  tentang  Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang kabarnya tidak diketahui Presiden Joko Widodo.


"Pertarungan gagasan pendidikan yang berdasarkan kompetisi terbuka dikawinkan dengan link and match yang didorong dalam bentuk sistem merdeka belajar perlu dipijakkan pada nilai luhur budaya bangsa," kata Sekretaris Umum Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa, Ki Mustadin Taggala, yang juga Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta dalam pembukaan Seminar Seri Ambuka Raras Angesti Wiji di Yogyakarta, Sabtu (4/6/2022).

Lebih lanjut, Mustadin menyampaikan kolaborasi Tamansiswa dengan berbagai pihak dalam membangun pendidikan di Indonesia ialah langkah yang sangat baik dan strategis.

"Jalan tengah Tamansiswa yakni pendidikan yang mengasah keluhuran budi dengan kesenian dan kebudayaan tanpa meninggalkan tuntutan alih teknologi pendidikan dan tuntutan global yang semakin kompetitif," kata akademisi yang juga birokrat di Kemenpora RI ini.

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Unifah Rosyidi, melihat perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) jauh dari spirit gotong royong. Menurut dia, apabila proses tersebut dilanjutkan, maka akan menyulitkan para guru.

"Perubahan UU Sisdiknas yang jauh dari spirit gotong royong bila dilanjutkan akan merugikan dan malah merusak legasi presiden, dan ke depan akan menyulitkan para guru," ujar Unifah dalam siaran pers, Senin (30/5/2022).

Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal mengkritik paradigma pendidikan di Indonesia yang kian jauh dengan spirit para founding fathers seperti Ki Hadjar Dewantara. Menurut dia, pendidikan di Indonesia saat ini tampak melanggengkan pola-pola pendidikan era kolonial.

"(Pendidikan saat ini) menyiapkan manusia link and match, atau menjadi sumber daya manusia yang terampil untuk siap masuk ke dunia kerja. Sehingga kognitif ini menjadi prioritas utama ke depan," kata Rizal saat konferensi pers Ngkaji Pendidikan: Kastanisasi Pendidikan, Bertahan atau Melawan?, Selasa (31/5/2022) lalu.

Rizal mengungkapkan, pendidikan era kolonial sarat dengan kastanisasi pendidikan. Sekolah-sekolah publik yang ada saat itu hanya bisa diakses oleh kaum bangsawan dan Eropa. Sedangkan kaum pribumi dan rendahan tidak bisa mengakses sekolah-sekolah tersebut. Hal inilah yang diprotes para founding fathers, salah satunya Ki Hajar Dewantara, dengan cara membuat sekolah yang ditujukan untuk orang-orang pribumi.

Dalam sekolah-sekolah tersebut, kata Rizal, pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara tidak hanya berfokus pada kemampuan kognitif, namun juga membangun olah rasa dan olah karsa, termasuk olah raga. "Kita ingin mengingatkan kembali bahwa para founding fathers dalam membangun sekolah itu ada proses personalisasi dan proses kebudayaan," tutur Rizal.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler