Mengenang Prof Dr. Moestopo, Kiprah dan Semangat Pahlawan Nasional di Dunia Pendidikan (bagian II)
Meskipun Moestopo sibuk berdagang, Moestopo juga menjadi Dental Technician dari Prof. M. Knap.
Semasa kecil, Prof. Dr. Moestopo menempuh pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) , kemudian melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Sebagai seorang yatim, Moestopo belajar dengan keras agar tidak mengecewakan kerabatnya yang telah membiayai sekolahnya dan kerja kerasnya ternyata berbuah dengan lulusnya Moestopo dari MULO pada tahun 1931 dan Moestopo tidak berhenti di situ saja dia melanjutkan pendidikannya ke Hollands Indslansche Kweekschool (HIK).
Ketika Moestopo berada di kelas III HIK, Moestopo tingal bersama dengan saudara misannya Raden Sutari sampai Moestopo berada di kelas II School ter Opleiding van Indische Tandartsen (STOVIT, sekolah pendidikan dokter gigi Indonesia) dan yang menanggung biaya pendidikannya adalah kakak Moestopo Raden Mustajab yang pernah menjadi Walikota Surabaya. Dia juga mengikuti pendidikan Orthodontle di Surabaya dan Universitas Gadjah Mada. Selain itu, pendidikan Oral Surgeon di Universitas Indonesia juga pernah diikutinya. Bahkan, dia juga pernah mengikuti pendidikan Oral Surgeon di Amerika Serikat dan Surabaya.
Ketika Moestopo duduk di kelas III STOVIT, Moestopo melepaskan diri menjadi beban kerabatnya dengan membiayai pendidikannya dan sekarang Moestopo mulai hidup mandiri. Moestopo membiayai pendidikannya sekaligus kehidupan sehari-hari dengan cara kalau sehabis pulang kuliah siang hari, Moestopo berdagang beras dan barang-barang kelontong lainnya dengan menggunakan gerobak dorong. Moestopo mulai berdagang dari siang hari hingga sore hari dengan diawali mulai menjual sabun sampai akhirnya bisa menjadi leveransir kebutuhan rumah tangga Asrama Agama Kristen Surabaya, Asrama Dokter NIAS dan keluarga besar di daerah Tambaksari.
Meskipun Moestopo sibuk berdagang, Moestopo juga menjadi Dental Technician dari Prof. M. Knap yang menjadi guru besar Sekolah Tinggi Kedokteran Gigi STOVIT Surabaya. Moestopo mulai bekerja dari 17.00 sampai pukul 24.00 W.I.B. dan bahkan sering baru selesai pada pukul 02.00 WIB dinihari. Dari hasil kerja kerasnya, Moestopo bukan hanya mampu membiayai kuliahnya serta kehidupan sehari-hari, tetapi dia mampu menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk membeli sebuah rumah sederhana yang beratap alang-alang yang letaknya berada di luar kota Surabaya.
Sehabis pulang bekerja sebagai Dental Technician, Moestopo yang ketika itu masih duduk di tingkat akhir sekolah kedokteran gigi STOVIT mengadakan pengobatan untuk masyarakat luas. Karena pengabdian masyarakat yang dilakukan Moestopo menyebabkan dia memperoleh keuntungan ganda. Hampir setiap malam ada saja orang yang telah menyediakan makanan untuk Moestopo dan karena kegiatannya itu berarti Moestopo berhasil mengamalkan ilmu kedokteran gigi yang dimiliknya. Meskipun Moestopo sibuk berdagang dan bekerja hal itu tidak mengurangi keinginan Moestopo untuk menyelesaikan studinya dan Moestopo berhasil menamatkan studinya pada tahun 1937.
Kalau Prof. M. Knapp berhalangan karena berpergian ke luar negeri maka Moestopo yang menggantikannya. Kalau hari minggu atau hari-hari libur lainnya Moestopo mengadakan pengabdian masyarakat dengan pergi ke alun-alun Gresik dan membuka praktek cuma-coma di sana, yang letaknya dari Surabaya sekitar enam kilo meter perjalanan.
Rupanya keberuntungan berada di tangan Moestopo sehingga dia bisa membuka klinik di Gresik dan melakukan praktek partikelir di Surabaya dan akhirnya dengan penghasilannya membuka klinik dan tempat praktek Moestopo bisa membeli alat-alat kedokteran gigi serta membuka praktek di jalan Princeselan Surabaya. Ketika Prof. Knapp ditugaskan menjalankan wajib milisi untuk menghadapi balatentara Jepang yang akan datang menguasai Hindia Belanda, Moestopo diangkat sebagai wakil direktur sekolah tinggi kedokteran gigi STOVIT Surabaya dan dalam tahun yang sama menjadi Kepala Bagian Klinik Gigi CBZ ( Rumah Sakit Umum ) Surabaya pada tahun 1941. (bersambung)