Penikmat Bir di Moskow Terdampak Sanksi Barat
Minuman keras buatan luar negeri juga mulai langka.
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- "Maaf, itu botol bir Ceko terakhir yang kami punya," kata seorang pelayan di sebuah restoran di Moskow, sebulan setelah Rusia mengirim pasukannya ke Ukraina dan Barat menjatuhkan beragam sanksi. Lebih dari 100 hari kemudian, minuman keras impor masih tersedia di pub-pub Moskow, tetapi stoknya mulai menipis.
"Beberapa pub menimbun banyak stok ketika semuanya mulai. Namun, setahu saya, belum ada pengiriman baru yang dipesan dan dipenuhi setelah 24 Februari," kata Alexander Skripkin, pengelola dua bar di Moskow.
Banyak perusahaan asing telah meninggalkan Rusia dan perdagangan lewat laut anjlok. Kondisi itu menekan ekonomi dan memengaruhi kebiasaan orang Rusia yang terbiasa mengonsumsi minuman alkohol impor yang mahal.
"Situasi bir sangat suram," kata Anton, pakar TI 36 tahun yang bekerja di sebuah organisasi keuangan pemerintah di Moskow.
"Tidak usah menyebut Paulaner, Pilsner Urquell dan bir-bir enak lainnya, saya sama sekali tak yakin jika bir Rusia terus tersedia. Masalahnya bukan cuma impor bir, tapi juga impor hop," kata dia.
Hop adalah sebutan bagi bunga berbentuk kerucut dari tanaman hop (Humulus lupulus) yang dipakai dalam pembuatan bir untuk menambah cita rasa. Produsen bir Rusia sangat bergantung pada bahan baku impor seperti hop.
"Rumitnya pengiriman uang ke pemasok di Eropa dan Amerika, selain gangguan rantai pasokan kini menjadi dua isu yang paling sulit," kata asosiasi produsen bir Rusia, mengutip Beer Resource, salah satu distributor bahan baku bir terbesar di negara itu.
Perusahaan-perusahaan kargo terbesar di dunia, termasuk MSC, Maersk, dan CMA CGM, telah menangguhkan sementara pengiriman kargo ke Rusia dan sebaliknya. Sementara itu, negara-negara Uni Eropa yang berbatasan dengan Rusia dan Belarus telah melarang masuk kendaraan kargo dari kedua negara itu.
"Tak ada lagi Guinness dan tak akan ada lagi, setidaknya saat ini," kata seorang bartender di White Hart, sebuah pub bergaya Inggris di Moskow dekat bank sentral.
Dia biasanya menjual bir itu seharga 690 rouble (sekitar Rp153 ribu) per pint, gelas besar berkapasitas sekitar 0,5 liter. Diageo, pembuat vodka Smirnoff dan bir Guinness, mulai mendistribusikan sendiri produknya di Rusia pada 2006 dan pernah mencatat pertumbuhan pesat di negara itu. Perusahaan itu mengatakan pada Maret pihaknya telah menangguhkan semua ekspor ke Rusia, juga pembuatan bir di pabrik lokal.
Namun, Guinness--yang tahan setahun jika disimpan dalam tong--masih tersedia di dua pub di sekitar kawasan itu. Para bartender di sana mengatakan mereka masih menjual bir tersebut sambil berharap stoknya akan terisi ulang dalam waktu dekat.
"Kami punya stok yang mestinya cukup buat setengah tahun," kata seorang perwakilan Nice Beer, importir bir di pinggiran Moskow.
Minuman keras buatan luar negeri juga mulai langka. Gudang nyaris kosong dan restoran menjual stok lama, kata Sergei Mironov, pengawas bisnis restoran di Moskow, seperti dikutip kantor berita pemerintah RIA.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa sanksi akan memantul ke Barat dan memberi peluang baru bagi sektor usaha di Rusia.
"Terkadang jika Anda melihat siapa yang pergi --puji Tuhan, barangkali? Kami akan mengisi ceruk mereka: bisnis kami, produksi kami, sudah berkembang dan akan tetap seperti itu (karena telah) disiapkan para mitra kami," kata Putin pada 26 Mei.
Ketika aliran alkohol asing mengering, bar dan toko mempertimbangkan untuk menjual minuman produksi lokal. "Kami mulai menengok alternatif domestik untuk bir-bir impor dan, akibatnya, pilihan produk telah berubah drastis. Alkohol impor kini 20-50 persen lebih mahal, sedangkan bir lokal lebih murah daripada bir impor sebelum 24 Februari," kata Skripkin.