Alasan Pemkab Semarang tak Akan Relokasi SMPN 3 Banyubiru

Pemerintah khawatir warga sekitar tidak mau sekolah.

Republika/Bowo Pribadi
Sejumlah siswa SMPN 3 Banyubiru, Desa Wirogomo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang beraktivitas di luar sekolah, usai mengikuti tes penilaian akhir tahun (PAT) di sekolahnya, Selasa (7/6). Sekolah ini meningkatkatkan kewaspadaan menyusul terjadinya longsor lereng bukit yang ada di belakang bangunan SMPN 3 Banyubiru akibat hujan deras pada Senin (6/6) siang.
Rep: Bowo Pribadi Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Dinas Pendidikan Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Semarang belum merencanakan relokasi bangunan SMPN 3 Banyubiru meskipun fasilitas pendidikan tersebut berada pada lokasi rawan bencana longsor.


Pertimbangannya, sekolah yang berlokasi di wilayah Dusun Kendal Ngisor, Desa Wirogomo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang ini merupakan satu-satunya SMP negeri untuk menampung para siswa dari sejumlah desa yang berada di lereng perbukitan Gunungkelir.

"Kalau direlokasi ke tempat yang relatif aman pasti jarak sekolah menjadi lebih jauh bagi warga sekitar dan nanti mereka tidak mau sekolah," ungkap Kepala Disdikbudpora Kabupaten Semarang, Sukaton Purtomo, di Ungaran, Rabu (8/6).

Karena, jelas Sukaton, kondisi sosial masyarakat setempat yang umumnya hanya bermata pencaharian sebagai petani, juga masih banyak yang keberatan jika jarak sekolah putra-putri mereka jauh dari rumah.

Sehingga kaau sampai warga di sekitar sekolah tersebut tidak mau sekolah, berarti anak- anak di kawasan tersebut nantinya hanya akan tamat SD atau pendidikan dasar sembilan tahun pun tidak sampai tuntas. "Kasihan mereka, kalau sekolah direlokasi," katanya.

Oleh karena itu, tambah Sukaton, SMPN 3 ini memang berada pada lokasi rawan bencana longsor. Di sisi lain, SMP tersebut juga menjadi satu- satunya sarana pendidikan yang dibutuhkan oleh warga di berbagai dusun di Desa Wirogomo.

Karena lokasinya memang berada dalam kawasan rawan bencana, tentunya kewaspadaan menjadi hal yang diutamakan, terutama jika kondisi hujan dalam durasi waktu yang panjang atau intensitasnya tinggi.

Oleh karena itu, terkait dengan peristiwa longsor pada Senin (6/6) kemarin, Disdikbudpora Kabupaten Semarang telah meminta kepada pihak sekolah untuk mengurangi risiko yang lebih berat dengan memadatkan pelaksanaan tes penilaian akhir tahun (PAT).

Pola pemadatan dilakukan agar waktu kegiatan siswa maupun para pengajar di sekolah tidak terlalu lama. "Hal ini untuk menganrisipasi cuaca yang masih cenderung eksdtrim, terutama setiap menjelang siang hari," kata Sukaton.     

Sementara itu, terkait dengan alat peringatan dini (EWS) di lokasi yang tidak berfungsi, Plt Kalakhar BPBD Kabupaten Semarang, Mohamad Maskuri mengungkapkan butuh koordinasi dengan pihak-pihak lain.

Berdasarkan informasi warga setempat, salah satu piranti mitigasi tersebut memang sering dikacaukan oleh kawanan kera liar yang berhabitat di perbukitan Gunungkelir. Sehingga ini masih menjadi problem yang tentu harus dikoordinasikan dengan institusi terkait lainnya.

Namun, lanjut Maskuri, terkait dengan langkah-langkah mitigasi, BPBD Kabupaten Semarang telah sering melakukan edukasi kepada masyarakat Desa Wirogomo dan Desa Sepakung, yang wilayahnya memang memiliki tingkat kerawanan tinggi.

Termasuk juga membentuk Desa Tangguh Bencana (Destana) dengan melibatkan warga setempat. "Harapan warga setempat akan tahu cara bertindak maupun cara berbuat manakala  potensi bahaya ancaman bencana longsor semakin tinggi," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler