China Tingkatkan Tindakan Terhadap Perubahan Iklim

Perubahan iklim telah membawa dampak buruk yang serius bagi sistem ekologi alami Chin

AP/Tao Ming/Xinhua
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua, para pekerja yang mengenakan pakaian pelindung mendisinfeksi sayuran yang dikemas di area perumahan yang dikarantina di Xi
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Dokumen kebijakan baru pemerintah China menyatakan, ekonomi dan masyarakat berada pada risiko yang meningkat karena perubahan iklim. Kondisi ini mendorong negara tersebut perlu meningkatkan mekanisme adaptasi dan kemampuan pemantauan di setiap tingkat pemerintahan.

"Perubahan iklim telah membawa dampak buruk yang serius bagi sistem ekologi alami China dan terus menyebar dan menembus ke dalam ekonomi dan masyarakat," kata pemerintah dalam strategi adaptasi perubahan iklim nasional yang diterbitkan Senin (13/6/2022) malam.

Perubahan iklim tidak hanya menciptakan tantangan jangka panjang tetapi juga membuat China lebih rentan terhadap peristiwa yang mendadak dan ekstrem. Menurut dokumen tersebut, penyakit menular, hama, dan cuaca ekstrem juga meningkatkan bahaya bagi kesehatan masyarakat.

Sabuk vegetasi juga telah bergeser ke utara dan China perlu mengambil tindakan untuk mengoptimalkan pertaniannya dan beralih ke tanaman dengan hasil lebih tinggi dan lebih tahan stres. Dokumen itu mengatakan, pemerintah akan memodernisasi sistem pencegahan bencana terkait iklim dan mengurangi kerentanan ekonomi serta ekosistem alamnya.

China juga akan bertujuan untuk membangun sistem penilaian dampak dan risiko iklim nasional pada 2035. Negara ini akan membutuhkan proyek-proyek besar untuk memasukkan iklim dalam penilaian dampak lingkungan. Ini juga akan meningkatkan kemampuan peringatan dini.

Dokumen itu memperingatkan, permafrost yang mencair, gletser yang surut, dan danau es yang meluas telah mengganggu pasokan air dan naiknya permukaan laut pesisir juga meningkatkan risiko banjir. Pemerintah akan memperkuat pemantauan di sungai dan danau untuk meningkatkan pengendalian banjir dan meningkatkan keamanan pasokan air.

Tindakan yang dilakukan juga akan mereformasi harga air dan memberlakukan target konsumsi yang mengikat di wilayah-wilayah utama. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi intensitas air sebesar 16 persen selama 2021-2025.

Selain itu, negara penghasil karbon terbesar di dunia ini telah berjanji untuk membawa gas rumah kaca ke puncaknya sebelum 2030 dan menjadi netral karbon pada 2060. Namun, komitmen iklim negara itu mendapat sorotan internasional karena mencoba menemukan keseimbangan antara mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan menghilangkan karbon dari sistem energi berat batu baranya.


sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler