Kapolri Resmi Undangkan Perkapolri untuk PK Etik Brotoseno

Kapolri kini tidak dihalangi aturan untuk melakukan PK sidang etik Brotoseno.

Antara/Akbar Nugroho Gumay
AKBP Brotoseno
Rep: Bambang Noroyono Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Polri resmi mengundangkan peraturan baru tentang upaya hukum luar biasa peninjauan kembali (PK) atas putusan sidang Komisi Etik Profesi Polri (KEPP). Peraturan Kapolri (Perkap) 7/2022 tetang KEPP itu resmi mengubah aturan internal serupa nomor 14/2011 yang menjadi penghalang langkah pemecatan AKBP Raden Brotoseno.

Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo mengatakan, Perkapolri 7/2022 sudah menjadi lembar negara sejak Rabu (15/6/2022) bernomor 597. Sementara pengesahannya oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sudah dilakukan sehari sebelumnya, Selasa (14/6/2022).

“Sudah diumumkan dalam lembaran negara oleh Kemenkum HAM (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia),” ujar Dedi saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (17/6/2022).

Dalam revisi perkap soal kode etik ini, Polri banyak mengubah dan menambahkan aturan internal baru. Menyangkut soal PK, diatur khusus dalam Bab ke VI, tentang KKEP Peninjauan Kembali (PK).

Pada bagian ke-1 umum, disebutkan dalam Pasal 83  yang terdiri dari tiga ayat. Ayat (1), disebutkan Kapolri berwenang melakukan PK, atas putusan KKEP, atau putusan KKEP Banding yang telah final dan mengikat.

Dalam ayat (2) disebutkan pula PK sebagaimana dalam ayat (1) dilakukan apabila, dalam putusan KEPP atau KEPP Banding terdapat suatu kekeliruan. Juga, jika ditemukan alat bukti yang belum diperiksa pada saat sidang KEPP, atau KEPP banding. Dalam ayat (3), PK sebagaimana dalam ayat (1), dapat dilakukan paling lama tiga tahun sejak putusan KKEP atau putusan KKEP Banding. Dengan Perkapolri yang baru tersebut, Kapolri dapat meminta putusan final KKEP atas kasus AKBP Brotoseno untuk dilakukan PK.

Perevisian Perkapolri 14/2011 menjadi Perkapolri 7/2022 terkait dengan polemik hukum AKBP Brotoseno. Kapolri Sigit, pekan lalu memerintahkan agar putusan KKEP terkait kasus AKBP Brotoseno dapat ditinjau kembali atau PK. Perintah tersebut, respons Kapolri atas desakan publik, yang mendesak agar AKBP Brotoseno dipecat dari keanggotaan kepolisian, lantasan sudah berstatus mantan narapida terkait kasus korupsi bahkan pemerasan.

AKBP Brotoseno tersangkut kasus penerimaan uang senilai Rp 1,9 miliar dalam kasus korupsi cetak sawah di Kalimantan Barat (Kalbar) 2018. Kasus tersebut terjadi ketika AKBP Brotoseno masih menjabat sebagai Kepala Unit-III Subdit-III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Bareskrim Polri. Vonis pengadilan dan hasil kasasi menghukumnya 5 tahun penjara. Pemberian remisi tiga tahun membuatnya bebas pada 2020.

Sidang KKEP juga menyatakan AKBP Brotoseno bersalah melakukan perbuatan tercela, tetapi cuma hanya dihukum meminta maaf kepada atasan, dan demosi jabatan. Hukuman internal Polri tersebut tak berujung pada pemecatan. Karena itu, para pegiat sipil, dan antikorupsi mendesak Kapolri Sigit melakukan pemecatan terhadap anggotanya itu.

Atas desakan itu, pada Rabu (8/6/2022), Kapolri menjanjikan untuk mengevaluasi putusan KEPP atas AKBP Brotoseno dengan mekanisme PK. “Ini akan membuka ruang kepada saya selaku Kapolri untuk meminta peninjauan kembali atau pelaksanaan peninjauan kembali terhadap putusan sidang etik AKBP Brotoseno,” kata Sigit.


Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler