Pengamat: Penanganan Polusi Udara Harus Jadi Prioritas DKI

Rabu, IQ Air sebut Jakarta di posisi pertama kota dengan kualitas udara tidak sehat.

ANTARA/Aprillio Akbar
Kapal eretan menyeberangi aliran Kanal Banjir Barat dengan latar belakang deretan gedung bertingkat tersamar kabut polusi udara di Jakarta, Jumat (17/6/2022). Pemprov DKI diminta menempatkan penanganan polusi udara sebagai prioritas.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga meminta penanganan polusi udara Jakarta menjadi prioritas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI. Hal itu dinilainya sama pentingnya dengan penanggulangan banjir yang harus segera ditangani.

"Dengan demikian, seluruh kebijakan dan kegiatan pembangunan juga harus bertujuan untuk mengurangi polusi udara," kata Nirwono saat dihubungi di Jakarta, Senin (20/6/2022).

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemprov DKI Jakarta dalam menuntaskan permasalahan polusi udara, menurut Nirwono, yang pertama ialah melakukan pembatasan mobilitas warga kota. Terlebih, saat ini di tengah masa pandemi Covid-19 yang kasusnya kembali meningkat.

"Mendorong terus work from home atau anywhere sebagai budaya baru sehingga tidak semua orang harus pergi ke kantor karena mengurangi mobilitas berarti mengurangi penggunaan kendaraan," kata Nirwono yang juga direktur eksekutif Pusat Studi Perkotaan.

Nirwono menyebut, harus ada pembatasan pergerakan kendaraan pribadi, seperti penerapan ganjil genap di seluruh kawasan yang ditujukan untuk semua kendaraan mobil dan motor, penerapan jalan berbayar elektronik, dan e-parking progresif. Selain itu, penerapan persyaratan uji emisi kendaraan yang masuk Jakarta dan sekitar.

"Lalu mendorong masyarakat beralih menggunakan angkutan umum/transportasi massal untuk bepergian jarak sedang-jauh serta berjalan kaki di trotoar atau bersepeda di jalur sepeda untuk jarak dekat," katanya.

Nirwono juga memandang perlu pengintegrasian seluruh moda angkutan umum atau transportasi massal baik sistem tiket (1 harga 1 perjalanan untuk semua angkutan) dan infrastruktur terpadu (halte/stasiun/terminal/jembatan penyeberangan). Hal itu perlu didukungdengan pengembangan kawasan berorientasi transportasi terpadu (TOD).

"Yang tak kalah penting memperbanyak RTH (ruang terbuka hijau) dan menanam pohon-pohon besar sebagai paru-paru kota penyerap gas polutan udara, penghasil oksigen, peredam polusi suara bising, juga penyejuk iklim mikro kota," ucapnya.

Sebelumnya, pelaksana tugas (plt) Deputi Bidang Klimatologi BMKG Urip Haryoko yang menjelaskan beberapa hari terakhir tingkat polutan di Jakarta mengalami lonjakan tinggi. Pencemaran udara bahkan bisa dilihat secara kasat mata.

Menurut Urip, kualitas udara di Jakarta dipengaruhi oleh berbagai sumber emisi yang berasal dari sumber lokal. Transportasi dan residensial ataupun dari sumber regional dari kawasan industri turut andil.

Kondisi udara Jakarta pada Rabu

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyebutkan suhu udara yang rendah dan tingkat kelembapan tinggi menyebabkan akumulasi polutan. Kondisi itu memicu polusi udara di Ibu Kota pada Rabu (15/6/2022).

Baca Juga



"Akibatnya polutan pencemar udara terakumulasi di lapisan troposfer," kata Humas DLH DKI Jakarta Yogi Ikhwan di Jakarta.

Kondisi itu menyebabkan kualitas udara di Jakarta dari pagi hingga siang hari membentuk kabut. Apalagi, cuaca Jakarta sedang mendung.

Yogi menjelaskan, faktor penyebab tersebut diketahui setelah melalui pengamatan sejak Rabu dini hari di Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta pada 15 Juni 2022. Namun, dia tidak membeberkan tingkat suhu udara dan kelembapan yang tinggi itu.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat rata-rata suhu udara di Jakarta berada pada rentang minimum 23 derajat hingga 32 derajat Celsius. Sedangkan tingkat kelembaban udara di kisaran 65 hingga 95 persen.

Sebelumnya, Lembaga data kualitas udara, IQ Air menempatkan Jakarta pada posisi pertama sebagai kota dengan kualitas udara tidak sehat atau yang terburuk pada Rabu ini. IQ Air mencatat indeks kualitas udara di Ibu Kota mencapai 188 atau masuk kategori tidak sehat pada pukul 11.00 WIB.

Adapun, kategori kualitas udara tidak sehat berada pada rentang indeks 151 hingga 200 berdasarkan IQ Air. Sedangkan konsentrasi polutan Partikulat Matter (PM)2,5 tercatat mencapai 25,4 kali di atas standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) sehingga membuat kualitas udara di Jakarta tergolong tidak sehat.

Dengan kualitas udara itu, IQ Air hingga pukul 12.00 WIB menempatkan Jakarta di posisi pertama kemudian disusul Dubai di Uni Emirat Arab (UEA) dengan indeks mencapai 160 dan di posisi ketiga diisi oleh Kota Santiago di Chile mencapai indeks 158.Kualitas udara tidak sehat di Jakarta bukan yang pertama kali.

IQ Air mencatat data kualitas udara Jakarta pada 2017 mengalami peningkatan dengan rata-rata mencapai 29,7 mikrogram per meter kubik. Pada 2018 berlipat ganda menjadi rata-rata 45,3 mikrogram per meter kubik dan pada 2019 kembali naik menjadi 49,4 mikrogram per meter kubik.

Kualitas udara di Jakarta rata-rata pada 2020 kemudian menurun menjadi 39,6 mikrogram per meter kubik. Hal itu terjadi seiring pembatasan kegiatan masyarakat karena pandemi Covid-19.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler